Sinta Nuriyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k →‎Referensi: Profil Terbaru
Baris 38:
 
Sejak suaminya dimakzulkan, Sinta menjadi aktivis pendukung Islam moderat. Ia memulai tradisi buka puasa lintas agama pada bulan [[Ramadan]].<ref>{{cite news|title=Ex-first lady holds ‘sahur’ with marginalized people for RI unity|url=http://www.thejakartapost.com/news/2015/06/29/ex-first-lady-holds-sahur-with-marginalized-people-ri-unity.html|work=[[The Jakarta Post]]|date=29 June 2015}}</ref> Ia memuji keberanian Gubernur DKI Jakarta, [[Basuki Tjahaja Purnama]], dan menyebut bahwa [[poligami]] selama ini tidak adil.<ref name=NYT2017/> [[Banser]] mengamankan setiap kegiatan-kegiatannya karena ia sering mendapat ancaman dari kaum ekstremis.<ref name=NYT2017/>
 
 
'''PROFIL'''
 
Nama                          : Dra. Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum
 
Tempat, tanggal lahir : Jombang, 8 Maret 1948
 
Suami                         : KH Abdurrahman Wahid
 
Anak                           : 1. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid
 
                                     2. Zannuba Arifah Chafsoh Wahid
 
                                     3. Anita Hayatunnufus Wahid
 
                                     4. Inayah Wulandari Wahid
 
Pekerjaan                   : Ibu Negara RI ke 4
 
                                     Ketua Yayasan Puan Amal Hayati
 
Pendidikan Formal   : Sekolah Rakyat (SR) Jombang
 
MM (Madrasah Muallimat) Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang
 
Strata Satu (S1) Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
 
Strata Dua (S2) Program Kajian Wanita Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta
 
Pengalaman Aktivitas dan Organisasi:
 
                                   Tenaga pengajar di Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar,Jombang
 
                                   Tenaga pengajar di Universitas Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang
 
                                   Tenaga Pengajar di Universitas Darul Ulum, Rejoso, Jombang
 
                                   Jurnalis Majalah Keluarga Zaman tahun 1980-1985
 
                                   Wartawan Majalah Matra
 
                                   Dewan Penasehat Komnas HAM
 
Ketua Pelapor Khusus Kebebasan Beragama Komnas Perempuan
 
                                   Anggota Kongres Wanita Indonesia (KOWANI)
 
                                   Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia
 
Pendiri Yayasan Puan Amal Hayati yang bergerak dalam bidang advokasi dan konseling terhadap perempuan dan anak korban kekerasan
 
Pendiri Yayasan al-Munawaroh (bergerak pada pemberian bantuan dana/ beasiswa kepada anak sekolah, keluarga tidak mampu, para penyandang cacat, dan korban bencana), tahun 1996
 
Karya Yang Telah Diterbitkan:
 
Perempuan dan Pluralisme, (LkiS: 2019)
 
 
Pesantren Tradisi dan Kebudayaan, (LkiS: 2019)
 
 
Romantika Kehidupan: Kumpulan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan, (Yayasan Puan Amal Hayati: 2009)
 
 
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3): Kembang Setaman Perkawinan “Analisis Kritis Kitab ‘Uqud Al Lujjayn”, (Penerbit Buku Kompas: 2005)
 
 
Forum Kajian Kitab Kuning (FK3): Wajah Baru Relasi Suami-Istri “Telaah Kitab ‘Uqud Al Lujjayn”, (LKiS Yogyakarta: 2001)
 
                                  
 
 
'''Karier dan Perjuangan'''
 
 
Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang dilahirkan 68 tahun yang lalu, sejak remaja memang telah memiliki pemikiran yang kritis dan perhatian sangat besar terhadap kondisi perempuan di Indonesia. Sejak awal ia telah melihat betapa peran dan kedudukan perempuan masih banyak yang direndahkan, utamanya di komunitas masyarakat Islam. 
 
Shinta Nuriyah melihat adanya penafsiran yang masih bias gender terhadap kondisi perempuan dalam ajaran Agama Islam. Kondisi ini mengakibatkan adanya anggapan di sebagian masyarakat, bahwa kedudukan perempuan tidak setara dengan laki-laki.
 
Padahal, menurutnya, perempuan adalah tokoh sentral dalam kehidupan umat manusia, karena mengemban tugas suci,melahirkan dan mendidik anak manusia.
 
Hal ini yang mendorong Shinta Nuriyah pada tahun 2001 mendirikan Yayasan Puan Amal Hayati, dengan tujuan agarbisa lebih efektif dalam berjuang membela hak dan membebaskan kaum perempuan dari belenggu ketertindasan dan keterbelakangan.
 
Kata ‘Puan’ itu sendiri adalah kepanjangan dari Pesantren untuk Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
 
Meski Shinta Nuriyah berangkat dan memperoleh pendidikan dari Pesantren Tambak Beras, sebagai pesantren yangdihormati dan sangat berpengaruh di Jombang, namun oleh kedua orangtuanya ia dididik untuk berani berfikir terbuka dan kritis. Suatu kondisi yang jarang ditemui di lingkungan pesantren tradisional saat itu.
 
Oleh karena itu, selain advokasi dan konseling, salah satu kegiatan utama Yayasan Puan Amal Hayati adalah mengkaji dan mendiskusikan Kitab Kuning, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perempuan dalam Islam. Kitab Kuning adalah sebutan untuk kumpulan tulisan pemikiran para ulama terkemuka atas Al Quran dan Hadits yang menjadi rujukan utama di berbagai pesantren dalam mempelajari agama Islam.
 
Shinta Nuriyah merasa perlu mengkaji masalah ini dengan mendalam dan menyeluruh, karena ia memiliki keyakinan kuat bahwa Islam mengajarkan persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Islam sangat menghargai dan sangat menghormati perempuan. Islam menempatkan seluruh umatnya setara di hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
 
Keyakinan akan kesetaraan bagi semua ini pula yang mendorong tekad Shinta Nuriyah untuk selalu berada di depan dalam membela kaum yang tertindas atau termarginalkan, tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras atau bahkan golongan orang-orang yang dianggap memiliki perilaku menyimpang dari kelaziman kehidupan sosialnya sekalipun.
 
 
Shinta Nuriyah yang telah menuntaskan program Pasca Sarjana StudiKajian Wanita dari Universitas Indonesia ini, ingin mengedukasi masyarakat bahwa Islam tidak menempatkan kedudukan perempuan dibawah laki-laki, seperti yang selama ini dipersepsikan oleh sebagian masyarakat muslim.
 
Shinta Nuriyah, yang dahulu juga berperan sebagai partnerutama diskusi suaminya tentang banyak hal, Almarhum Gus Dur; meyakini bahwa masalah persamaan gender adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatianbesar dari kita semua.
 
Hal ini mengingat bahwa perempuan adalah seorang ibu yang menjadi muara/oase dari perjalananpanjang peradabanumat manusia.
 
Menurut ibu dari empat orang anakyang berfikiran progresif ini; perempuan jelas memiliki peran yang tak tergantikan dan sangat terhormat dalam masyarakat, sehingga sudah selayaknya perempuan memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang tidak berbeda dengan laki-laki.
 
 
 
'''PENGHARGAAN-PENGHARGAAN IBU SHINTA NURIYAH'''
 
 
1.      Penghargaan dari The Purnomo Yusgiantoro Center dalam PYC Award 2019 berupa Apreciation: In Recognition of Your Mutual Cooperation with PYC (2019)
 
2.      Piagam penghargaan dari Kongres Wanita Indonesia (Kowani) sebagai Ibu Bangsa (2018)
 
3.      Masuk daftar 100 orang tokoh paling berpengaruh di Dunia versi Majalah Time, dalam kategori tokoh pejuang perempuan dan kaum minoritas (2018)
 
4.      Memperoleh penghargaan Internasional, sebagai 11 Perempuan Paling Berpengaruh versi Harian New York Times (2017)
 
5.     Piagam Penghargaan dari Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-Pancasila) sebagai Tokoh Penggiat Sosial (2017)
 
6.     Piagam Penghargaan dari Menteri Sosial RI sebagai Pelopor Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN) untuk Penyandang Disabilitas (2015)
 
7.     Lifetime Achievment Award dari Media Rakyat Merdeka Online sebagai Pejuang Perempuan dan Kaum Minoritas (2013)
 
8.     Penghargaan dari Kakorlantas Polri sebagai Pelopor Keselamatan Lalu Lintas (2013)
 
9.     Soka Women's College Comendation of Friendship dari Soka Women's College UniversitasSoka sebagai Pejuang Perempuan (2012)
 
10.  Bintang Jasa Adipradana dari Negara Republik Indonesia sebagai Pendamping Presiden Abdurrahman Wahid dan Pejuang Kemanusiaan(2011)
 
 
 
 
== Referensi ==