Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
boso londo, jadi ora usah
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 77:
== Kehebohan ==
=== Skandal internasional; muslihat politik ===
[[FileBerkas:Adolphe Yvon - Portrait of Napoleon III - Walters 3795.jpg|thumbjmpl|uprightlurus|Kaisar Prancis, [[Napoleon III]], adalah salah seorang tokoh dunia yang dibuat gusar oleh tindakan-tindakan Negara Gereja dalam kasus Mortara.]]
Karena tidak ada kemajuan di Roma, Momolo dan Marianna Mortara akhirnya pulang ke Bologna pada awal bulan Desember 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=116–118}} Tak lama kemudian, keluarga Mortara pindah ke kota [[Turin]] di Kerajaan Sardinia.{{sfn|Kertzer|1998|p=184}} Kasus Mortara, yang dijuluki "impian humas" [[anti-Katolik]] oleh David Kertzer, ketika itu sudah menghebohkan Eropa dan Amerika Serikat. Desakan kepada Sri Paus agar memulangkan Edgardo kepada kedua orang tuanya terus-menerus disuarakan oleh banyak pihak dari segala lapisan masyarakat.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1p=154 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2pp=116–118}} Kasus Mortara menjadi ''[[cause célèbre]]'' bukan hanya di kalangan umat Yahudi melainkan juga di kalangan umat Kristen Protestan, khususnya di Amerika Serikat, negara yang sarat dengan [[anti-Katolik di Amerika Serikat|sentimen anti-Katolik]]. Selama bulan Desember 1858 saja, harian ''[[The New York Times]]'' sudah memuat lebih dari 20 artikel tentang Kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}} Di Inggris, mingguan ''[[The Spectator]]'' mengedepankan Kasus Mortara sebagai bukti bahwa pemerintah Negara Gereja adalah "pemerintah terburuk sejagat, yang paling bobrok dan yang paling angkuh, yang paling kejam dan yang paling zalim".<ref>{{cite magazine |date=13 November 1858 |title=Analogues of the Mortara Case |url=http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |work=The Spectator |issue=1585 |location=London |pages=13–14}}</ref> Media massa Katolik di Italia maupun di luar Italia bersikukuh membela tindakan-tindakan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|p=128}} Artikel-artikel pro-Gereja seringkali terang-terangan menampakkan semangat [[antisemitisme|antisemit]], misalnya dengan menuduh bahwa pemberitaan Kasus Mortara yang penuh dengan kecaman terhadap Sri Paus di Inggris, Prancis, atau Jerman tidaklah mengherankan "karena banyak surat kabar Eropa belakangan ini memang sudah dikuasai Yahudi".{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=264 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2p=135}} Sabatino Scazzocchio merasa serangan media massa terhadap Gereja sesungguhnya merugikan perjuangan keluarga Mortara, karena serangan-serangan itu membangkitkan murka Sri Paus sehingga semakin berkeras untuk tidak berkompromi.{{sfn|Kertzer|1998|p=162}}
 
Baris 90:
Upaya banding umat Yahudi Italia menarik perhatian [[Moses Montefiore|Sir Moses Montefiore]], Ketua [[Badan Deputi Yahudi Britania|Perwakilan Umat Yahudi Inggris]]. Orang sudah mafhum akan kerelaan Sir Moses untuk bepergian jauh demi mengatasi menanggulangi masalah yang dihadapi saudara-saudari seimannya, seperti yang pernah ia lakukan dalam kasus [[Perkara Damaskus|fitnah darah di Damaskus]] pada tahun 1840.{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}} Dari bulan Agustus sampai bulan Desember 1858, ia mengetuai sebuah panitia yang khusus dibentuk di Inggris untuk memperjuangkan kepentingan keluarga Mortara. Panitia ini meneruskan laporan-laporan dari Piemonte kepada surat-surat kabar dan para pemuka agama Katolik di Inggris, dan mendapatkan dukungan terbuka dari umat Protestan Inggris, teristimewa dari [[Evangelical Alliance|Aliansi Injili]] pimpinan [[Culling Eardley|Sir Culling Eardley]].{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}} Setelah gagal mendesak pemerintah Inggris untuk mengajukan surat keberatan resmi kepada Vatikan, Sir Moses datang sendiri ke Roma untuk mengajukan petisi kepada Sri Paus, mengimbau pemulangan Edgardo kepada kedua orang tuanya. Ia tiba di Roma pada tanggal 5 April 1859.{{sfn|Kertzer|1998|pp=163–167}}{{#tag:ref|Ketika itu minat masyarakat terhadap kasus Mortara sudah meredup di Eropa, tetapi masih menyita perhatian khalayak rama di seberang samudra Atlantik; harian ''[[New York Herald]]'' pada bulan Maret melaporkan bahwa minat khalayak Amerika sudah "meraksasa".{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}}|group=lower-alpha|name="colossal dimensions"}}
 
Sir Moses gagal mendapatkan izin tatap muka dengan Sri Paus, dan hanya diterima oleh Kardinal Antonelli pada tanggal 28 April. Sir Moses menyerahkan petisi Perwakilan Umat Yahudi Inggris kepadanya untuk diteruskan kepada Sri Paus, disertai pemberitahuan bahwa ia akan tinggal di Roma selama seminggu untuk menunggu balasan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Dua hari kemudian, kabar sampai di Roma bahwa telah pecah pertempuran antara pasukan Austria dan pasukan Piemonte di utara. [[Perang Kemerdekaan Italia II|Perang tahun 1859]] sudah meletus. Kendati kebanyakan pembesar asing sesegera mungkin angkat kaki dari Roma, Sir Moses masih saja bersabar menanti balasan Sri Paus yang tak kunjung datang. Ia akhirnya meninggalkan Roma pada tanggal 10 Mei.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Setibanya di Inggris, lebih dari 2.000 tokoh masyarakat, antara lain 79 orang wali kota dan [[Provost (sipil)|provos]], 27 orang bangsawan penyandang gelar pusaka, 22 orang uskup dan uskup agung Anglikan, serta 36 [[anggota parlemen|anggota parlemen]], menandatangani surat keberatan yang menyebut tindakan Sri Paus telah "menistakan agama Kristen", "bertentangan dengan naluri kemanusiaan".{{sfn|Green|2012|p=279}} Sementara itu, Gereja diam-diam menerimakan [[Penguatan dalam Gereja Katolik|sakramen krisma]] kepada Edgardo di sebuah kapel pribadi pada tanggal 13 Mei 1859.{{sfn|Kertzer|1998|pp=168–170}} Ketika itu Edgardo tidak lagi tinggal di Wisma Katekumen, tetapi sudah pindah ke [[San Pietro in Vincoli]], sebuah basilika di Roma yang dipilih sendiri oleh Sri Paus untuk menjadi tempat Edgardo dididik.{{sfn|Kertzer|1998|pp=170–171}}
 
Ketika kubu Austria mulai terdesak dalam perang melawan Piemonte, garnisun di Bologna ditarik meninggalkan kota pada dini hari tanggal 12 Juni 1859. Pada petang hari itu, bendera Negara Gereja yang berkibar di alun-alun kota sudah diganti dengan bendera triwarna Italia, kardinal legatus sudah angkat kaki dari kota, dan sekelompok orang yang menyebut diri Pemerintah Sementara Bologna sudah mempermaklumkan keinginan bergabung dengan Kerajaan Sardinia.{{sfn|Kertzer|1998|pp=175–176}} Bologna dengan segera dijadikan bagian dari provinsi [[Romagna]]. Uskup Agung Michele Viale-Prelà berusaha mempengaruhi warga untuk tidak bekerja sama dengan pejabat-pejabat sipil yang baru, tetapi tidak begitu berhasil.{{sfn|Kertzer|1998|pp=179–183}} Salah satu tindakan resmi dari rezim baru ini adalah memberlakukan [[kebebasan beragama]] dan kesetaraan hukum bagi segenap warga negara. Pada bulan November 1859, Gubernur [[Luigi Carlo Farini]] mengeluarkan maklumat pembubaran lembaga inkuisisi.{{sfn|Kertzer|1998|pp=179–183}}
Baris 97:
=== Penangkapan Padri Pier Feletti ===
[[Berkas:Luigi Carlo Farini.JPG|jmpl|lurus|[[Luigi Carlo Farini]], Gubernur [[Romagna]] sesudah bubarnya pemerintah Negara Kepausan di Bologna pada tahun 1859, memerintahkan penyidikan terhadap "para dalang pengambilan paksa".]]
Jelang akhir tahun 1859 dan bulan Januari 1860, Momolo Mortara berada di Paris dan London dalam rangka mencari dukungan. Selama kepergian Momolo, ayahnya, Simon Mortara, yang tinggal di [[Reggio Emilia]], kurang lebih 30 kilometer (19 mil) di sebelah barat dari kota Bologna, berhasil meminta pejabat rezim baru di Romagna untuk melakukan pengusutan atas kasus Mortara. Pada tanggal 31 Desember 1859, Gubernur Romagna memerintahkan Kepala Kantor Pengadilan Provinsi untuk melacak keberadaan "para dalang pengambilan paksa".{{sfn|Kertzer|1998|pp=185–191}} Filippo Curletti, Direktur Jenderal Kepolisian Romagna yang baru, ditugaskan melakukan pengusutan. Setelah dua orang opsir menetapkan Padri Pier Feletti, mantan inkuisitor Bologna, sebagai pihak yang memerintahkan pengambilan paksa, Filippo Curletti beserta satu detasemen polisi mendatangi Basilika San Domenico dan menangkap si padri sekitar pukul 02:30 tanggal 2 Januari 1860.{{sfn|Kertzer|1998|pp=185–191}}
 
Pardi Pier Feletti menjalani pemeriksaan di kepolisian, tetapi menolak memberi jawaban setiap kali ditanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan diri Edgardo maupun tindakan pengambilan paksa terhadap Edgardo. Ia berdalih masih terikat sumpah keramat untuk tidak membeberkan urusan Jawatan Suci. Saat diminta Filippo Curletti untuk menyerahkan semua berkas yang berkaitan dengan kasus Mortara, Feletti mengatakan bahwa berkas-berkas yang dimaksud sudah dimusnahkan. Saat ditanya mengenai waktu dan cara pemusnahannya, ia kembali berdalih masih terikat sumpah keramat untuk tidak membeberkan urusan Jawatan Suci.{{sfn|Kertzer|1998|pp=191–194}} Setelah didesak lebih lanjut, Padri Pier Feletti berkata, "sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang saya lakukan selaku inkuisitor Jawatan Suci Bologna, saya hanya wajib memberi penjelasan kepada satu pihak saja, yaitu Kongregasi Suci Tertinggi di Roma, yang diketuai oleh Yang Mulia Sri Paus Pius IX, tidak kepada pihak lain."{{sfn|Kertzer|1998|pp=191–194}} Polisi menggeledah wisma tarekat Dominikan, tetapi tidak berhasil mendapatkan satu pun dokumen yang berkaitan dengan kasus Mortara. Seusai penggeledahan yang tanpa hasil itu, Padri Pier Feletti pun digiring ke dalam penjara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=191–194}} Kabar penangkapan Padri Pier Feletti membuat media massa kembali ramai mengulas kasus Mortara yang kala itu sudah hilang dari pemberitaan, sehingga kembali menghebohkan seantero Eropa.{{sfn|Kertzer|1998|pp=191–194}}
Baris 135:
Pada permulaan tahun 1865, saat berumur 13 tahun, Edgardo menjadi novis (anggota pemula) paguyuban [[Kanonik Regular Lateran|imam-imam reguler Lateran]]. Ia menambahkan nama Sri Paus di depan namanya sendiri sehingga menjadi Pio Edgardo Mortara.{{#tag:ref|Di lingkungan religius, ia juga kadang-kadang dikenal dengan nama Pio Maria Mortara.{{sfn|Canestri|1966|p=46}}|group=lower-alpha|name="piomaria"}} Menurut Edgardo, ia berulang kali menyurati kaum keluarganya "menyangkut soal agama, dan berusaha semampu saya untuk meyakinkan mereka akan kebenaran iman Katolik", tetapi tidak pernah menerima balasan sampai dengan bulan Mei 1867. Kedua orang tuanya, yang kala itu sudah tinggal di [[Firenze]], mengabarinya lewat surat bahwa mereka masih sangat menyayanginya, tetapi tidak dapat merasakan kehadiran putra mereka dalam surat-surat yang mereka terima.{{sfn|Kertzer|1998|pp=260–261}} Pada bulan Juli 1870, tepat sebelum Edgardo genap berumur 19 tahun, garnisun Prancis ditarik mundur dari Roma untuk selamanya sesudah [[Perang Prancis-Prusia]] meletus. Pasukan Italia [[Penaklukan Roma|merebut kota itu]] pada tanggal 20 September 1870.{{sfn|Kertzer|1998|pp=260–261}}
 
Momolo Mortara mengikuti [[Angkatan Darat Italia]] memasuki Roma dengan harapan dapat membawa pulang putranya. Menurut beberapa keterangan, Riccardo, abang Edgardo, sudah tiba di Roma mendahului ayahnya. Riccardo adalah perwira infanteri dalam angkatan bersenjata Kerajaan Italia. Riccardo Mortara berjuang sampai berhasil masuk ke San Pietro in Vincoli dan menemukan bilik adiknya. Edgardo memejamkan mata dan menuding Riccardo sambil berteriak, "enyah kau, Setan!"{{sfn|Kertzer|1998|pp=262–263}} Ketika Riccardo mengaku sebagai abangnya, Edgardo malah menjawab, "jangan dekat-dekat sebelum kau tanggalkan pakaian seragam pembunuh itu."{{sfn|Kertzer|1998|pp=262–263}}{{#tag:ref|Keterangan ini tercantum dalam ''Il caso Mortara nel primo centario'', tulisan Gemma Volli mengenai kasus Mortara yang disusun pada tahun 1960. David Ketzner mengemukakan dalam tulisannya bahwa "sebagai sebuah drama, jalan ceritanya terlalu muluk untuk dipercaya... sayang sekali, saya tidak menemukan bukti pendukung yang kuat, kendati kita tahu bahwa Riccardo Mortara memang berkarier sebagai seorang perwira angkatan darat."{{sfn|Kertzer|1998|p=327}}|group=lower-alpha|name="volli"}} Seperti apa pun kejadiannya, yang pasti Edgardo sangat panik saat Roma direbut pasukan Italia. Kemudian hari Edgardo meriwayatkan dalam tulisannya bahwa, "sesudah pasukan-pasukan Piemonte memasuki Roma... mereka secara paksa mengambil si mualaf Coen dari Collegio degli Scolopi, [lalu] berbalik menuju San Pietro in Vincoli untuk mengambil aku juga."{{sfn|Kertzer|1998|pp=262–263}} Kepala Kepolisian Roma meminta Edgardo untuk kembali kepada kaum keluarganya menuruti opini masyarakat, tetapi Edgardo menolak. Selanjutnya ia berjumpa dengan panglima pasukan Italia, Jenderal [[Alfonso Ferrero La Marmora]]. Sang jenderal menyampaikan kepadanya bahwa ia sudah berumur 19 tahun sehingga bebas menuruti kemauan sendiri. Edgardo diselundupkan keluar dari Roma bersama-sama dengan seorang padri saat larut malam tanggal 22 Oktober 1870. Keduanya mengenakan pakaian sehari-hari masyarakat biasa sebagai samaran. Edgardo bertolak menuju kawasan utara Italia dan berhasil lolos ke Austria.{{sfn|Kertzer|1998|pp=263–265}}{{#tag:ref|Giuseppe Coen, yang kala itu berumur 16 tahun, dipulangkan ke keluarganya di luar kemauannya sendiri setelah pengadilan memutuskan bahwa ia belum cukup umur sehingga ayahnya masih berhak mengambil keputusan bagi dirinya. Giuseppe Coen kembali ke Roma begitu keadaan memungkinan dan akhirnya menjadi seorang imam.{{sfn|Kertzer|1998|pp=262–263}}|group=lower-alpha|name="coen"}}
 
=== Padri Pio Edgardo Mortara ===