Maria Catarina Sumarsih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Akuindo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Arupako (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 18:
Ia menamatkan pendidikan [[Sekolah Rakyat]] pada tahun 1963 dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) dan akhirnya menyelesaikan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Negeri di [[Salatiga]] tahun 1969.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=1}}</ref> Ia menikah dengan Arief Priyadi pada tanggal 5 Desember 1976 dan dikarunia dua orang anak yaitu Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan dan Benedicta Rosalia Irma Normaningsih. Pada tahun 1977 ia pindah ke [[Jakarta]]. Hingga tahun 1983 ia mengajar di [[SMP Budi Murni]] [[Jakarta Barat]], sampai akhirnya ia diterima bekerja di [[Sekretariat Jendral DPR RI|Sekretariat Jendral DPR-RI]].
 
== Kehidupan Pribadipribadi ==
Sumarsih merupakan anak pertama dari enam bersaudara yang dibesarkan di keluarga berbudaya Jawa dan orang tua Sumarsih menganut aliran [[Kejawen]].<ref name=":0">{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=2}}</ref> Didorong oleh dampak dari peristiwa pada tahun 1965-1966, warga negara Indonesia diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui negara, atau akan dicap sebagai komunis.<ref name=":0" /> Berdasarkan hal tersebut, Sumarsih memutuskan untuk memeluk agama Katolik. Pada tahun 1976, Sumarsih menikah dengan Arief Priyadi dan dikaruniai 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan yang diberi nama Bernardinus Realino Norma Irawan (Wawan) yang lahir pada tanggal 15 Mei 1978 dan Benedicta Rosalia Irma Normaningsih (Irma) yang lahir pada tanggal 14 Januari 1980.<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=2-3}}</ref> Pada tahun 1980-an, Sumarsih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Jenderal DPR-RI, dan Arief, sang suami, bekerja sebagai peneliti di ''[[Centre for Strategic and International Studies (Indonesia)|Centre for Strategic and International Studies]]'' (CSIS).<ref>{{Cite book|title=Ingatan Yang Menjadi Peluru; Sumarsih, Keluarga Korban Peristiwa Semanggi I|last=-|first=KontraS|publisher=KontraS|year=2009|isbn=|location=Jakarta|pages=3}}</ref>