Sulawesi Tengah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hidayat44 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Hidayat44 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 62:
 
=== Pengaruh Hindia Belanda ===
Wilayah sepanjang pesisir barat Sulawesi Tengah, dari Kaili hingga [[Tolitoli]], ditaklukkan oleh [[Kerajaan Gowa]] sekitar pertengahan abad ke-16 di bawah kepemimpinan Raja [[Tunipalangga]].{{sfnm|1a1=Druce|1y=2009|1pp=232–235|2a1=Druce|2y=2009|2p=244}} Wilayah di sekitar [[Teluk Palu]] merupakan pusat dan rute perdagangan yang penting, produsen [[minyak kelapa]], dan "pintu masuk" ke pedalaman Sulawesi Tengah.{{sfn|Henley|2005|p=72}} Di sisi lain, daerah Teluk Tomini sebagian besar berada di bawah kekuasaan [[Kerajaan Parigi]]. Pada tahun 1824, perwakilan [[Kerajaan Banawa]] dan [[Kerajaan Palu]] menandatangani ''Korte Verklaring'' (Perjanjian Pendek) dengan pemerintah kolonial.{{sfn|Henley|2005|p=232}} Kapal-kapal Belanda mulai sering berlayar di bagian selatan Teluk Tomini setelah tahun 1830.,{{sfn|Henley|2005|p=222}} ,dan tahun 1902 dimulainya pemakaian gelar '''Raja''' di [[Kerajaan Tojo]] oleh Mokole Laroe '''(Raja Tojo Lariu)''' sekaligus '''Korte Verklaring''' pengerjaan jalan di [[Tambarana, Poso Pesisir Utara, Poso|Tambarana]] oleh [[Kerajaan Tojo]] yang diawasi oleh pejabat [[Hindia Belanda]] [[Arie Jacob Nicolaas Engelenberg|AJN. Engelenberg]].
 
Sulawesi Tengah baru benar-benar "diperhatikan" oleh Pemerintah Hindia Belanda pada periode tahun 1860-an. Seorang pejabat pemerintah bernama [[Johannes Cornelis Wilhelmus Diedericus Adrianus van der Wyck]], berhasil mengunjungi [[Danau Poso]] pada tahun 1865—menjadi orang Eropa dan Belanda pertama yang melakukannya. Langkah ini diikuti oleh pejabat pemerintah lainnya, [[Willem Jan Maria Michielsen]], pada tahun 1869.{{sfn|Henley|2005|p=222}} Wacana untuk menduduki wilayah ini ditolak—merujuk kepada kebijakan anti-ekspansi yang dikeluarkan pemerintah kolonial pada zaman itu.{{sfn|Coté|1996|p=93}} Baru pada tahun 1888, sebagian besar wilayah ini mulai menjalin hubungan dengan pemerintah di [[Batavia]] melalui perjanjian pendek yang ditandatangani oleh para raja dan penguasa lokal, sebagai tindakan antisipasi pemerintah terhadap kemungkinan tersebarnya pengaruh politik dan ekonomi [[Britania Raya]] di wilayah ini.{{sfn|Coté|1996|p=93}}
 
Pada periode tersebut, Sulawesi Tengah berada di bawah yurisdiksi [[Afdeling Gorontalo]], yang berpusat di Gorontalo. [[G. W. W. C. Baron van Höevell]], [[Afdeling Gorontalo|Asisten Residen Gorontalo]], khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki [[agama samawi]], dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut [[animisme]], dan memeluk agama suku. Baginya, agama Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam.{{sfn|Noort|2006|p=28}} Ia menghubungi lembaga misionaris Belanda, ''[[Nederlandsch Zendeling Genootschap]]'' (NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini. Pada tahun 1892, NZG kemudian mengirimkan misionaris bernama [[Albertus Christiaan Kruyt]], yang ditempatkan di Poso [[Tojo, Tojo Una-una|Tojo]]. Langkah ini dilanjutkan pada tahun 1894, ketika pemerintah mengangkat [[Eduard van Duyvenbode Varkevisser]], sebagai [[Kontrolir]] atau pejabat pemerintah yang akan menjadi pengawas dan pemimpin wilayah di Poso.{{sfnm|Coté|1996|1p=93|Henley|2005|2p=222}}
 
=== Penaklukan militer Sulawesi Tengah ===