Danau Mawang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Oemar Sabri (bicara | kontrib) tambah pranala |
Oemar Sabri (bicara | kontrib) edit legenda |
||
Baris 15:
== Legenda ==
Menurut kepercayaan orang Gowa, danau ini mempunyai legenda. Bermula pada abad Ke-16 di Kampung [[Tanrara]], hidup seorang lelaki [[Panrita]] (Sakti) yang bisa dipanggil dengan nama “Panre Tanrara”. Waktu itu, Panre Tanrara memegang kekuasaan pemerintahan yang disebut Dampang. Beliau sangat dicintai rakyatnya karena memerintah secara adil dan bijaksana. Kehidupan Panre sewaktu memegang jabatan pemerintahan, hidupnya serba ada, demikian pula rakyatnya hidup makmur. Kalau orang lain diberi rezeki kekayaan senang akan tetapi, bagi Panre justru sebaliknya Ia tidak mau lagi hidup dalam kemewahan karena khawatir kalau harta terlalu banyak, ia akan lupa diri dan memerintah secara sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Pada suatu saat, Panre berubah pikiran. Ia tak ingin kaya dan ingin hidupnya menjadi orang yang termiskin agar dapat merasakan penderitaan rakyatnya dan ternyata keinginannya itu terkabul, jadilah ia orang termiskin.
Pada suatu hari, Panre yang sudah jatuh miskin itu, sedang duduk seorang diri digubuknya pada tengah malam sambil bertafakkur dan memohon Kepada dewata agar rakyat yang dipimpinnya memperoleh kemakmuran dan negeri yang dipimpinnya tetap aman dan tentram. Dalam kondisi tafakkur itu, Panre lalu menengok ke dindingnya, tiba-tiba dilihatnya seberkas cahaya lalu didekatinya. Ternyata cahaya tersebut tak lain adalah sebuah kalung emas. Setelah kalung emas itu didapatkan, Panre lalu berfikir, “Mau diapakan kalung ini. Kalau untuk menebus kemiskinan saya tak mau lagi karena usia sudah tua” Setelah lama merenung, akhirnya ia memutuskan untuk menukar kalung emas itu dengan seekor kerbau. Keesokan harinya, Panre lalu berangkat ke [[Kabupaten Jeneponto|Jeneponto]] dan mengunjungi temannya bernama Karaeng Tolok yang memiliki banyak kerbau.
Setelah sampai di Jeneponto, Panre lalu mengutarakan maksudnya untuk membeli seekor kerbau dengan cara membarter kalung emas dengan seekor kerbau. Melihat kilauan kalung emas tersebut, terang saja Karaeng Toloksangat tertarik. Tanpa basa basi, Karaeng Tolok langsung mengambil kalung itu dan mempersilakan Panre untuk mengambil beberapa ekor kerbau. Tetapi bagi Panre, tak ingin kerbaunya banyak, cukup satu saja.
Baris 25:
Ketika ia memasuki kandang kerbau, Panre lalu memilih. Ia melihat seekor kerbau yang sedang menengok padanya, kerbau itu lalu diambilnya, dan dibawa pulang Ke Tanrara. Rupanya kerbau yang diambil Panre itu adalah kerbau kesayangan Karaeng Tolok. Pengawal disuruh menyusul Panre. Jauh sebelum pengawal menyusul, rupanya lewat kepanritaanya Panre sudah tahu bahwa dirinya disusul, sedang kerbau yang dibawanya itu lewat kepanritaanya pula disuruh mati. Dalam sekejap kerbau itu membusuk dan dikerumuni lalat besar (Laulung). Begitu pengawal istana datang, dilihatnya kerbau itu dalam keadaan mati, akhirnya pengawal itu kembali ke istana. Begitu kembali, Panre kemudian menghidupkan kerbau itu dan berubah menjadi kerbau yang besar yang diberi nama I Tambak Laulung. (Tambak berasal dari kata Tabbala artinya banyak sedang laulung berarti lalat besar).
I Tambak yang sudah terlalu lama tinggal di Maros dan ingin pulang ke [[Tanrara]], I Tambak Laulung bersama teman-temannya melakukan perjalanan yang jauh. Dalam perjalanan menuju Tanrara, I Tambak Laulung lalu menelusuri persawahan, hutan belantara, serta beberapa sungai yang dilewati. Perjalanan yang melelahkan itu sampailah disuatu tempat, namanya Mawang. Disana, I Tambak Laulung dan kawan- kawannya menemukan sebuah telaga. I Tambak Laulung dan kawan-kawannya itu kemudian berkubang di telaga itu. Karena banyak, akhirnya telaga itu berubah menjadi sebuah danau.▼
▲Dalam perjalanan menuju Tanrara, I Tambak Laulung lalu menelusuri persawahan, hutan belantara, serta beberapa sungai yang dilewati. Perjalanan yang melelahkan itu sampailah disuatu tempat, namanya Mawang. Disana, I Tambak Laulung dan kawan- kawannya menemukan sebuah telaga. I Tambak Laulung dan kawan-kawannya itu kemudian berkubang di telaga itu. Karena banyak, akhirnya telaga itu berubah menjadi sebuah danau.
Saat kerbau itu berkubang, banyak kerbau yang tak ingin melanjutkan perjalanan menuju Tanrara. Kerbau-kerbau itu istirahat sambil berkubangan di telaga itu dan membuat sebagian kerbau itu membangkang dan tak mau melanjutkan perjalanan ke Tanrara. I Tambak Laulung marah atas pembangkangan itu, kemudian menunduk kerbau yang membangkan itu. Banyak kerbau yang mati di telaga itu dan bangkainya terapung di atas telaga yang luas itu. Itulah sebabnya danau tersebut dinamakan “Danau Mawang” (Mawang artinya terapung). Setelah itu I Tambak Laulung dan pengikutnya yang setia menuju Tanrara. Sampai di Tanrara, I Tambak Laulung disambut hangat oleh Panre dan masyarakat Tanrara dan karena banyaknya kerbau, Panre lalu membagi-bagikan kerbau itu pada warganya.
Tak lama kemudian, datanglah seekor kerbau sakti dari Bone menemui I Tambak Laulung. Kemudian kerbau sakti itu masing-masing ingin menguji kesaktiannya itu. Begitu bertemu, pertengkaran tak terelakkan, akhirnya kedua kerbau sakti itu adu tanduk selama 7 hari 7 malam. Karena lelah, akhirnya kerbau dari Bone itu tertusuk tanduk Tambak Laulung yang membuat ia mati. Begitu pula I Tambak Laulung menderita luka parah, dan tak lama kemudian mati saat perjalanan pulang di telaga tempat dia menanduk para pengikutnya yang membangkang. Setelah beberapa saat Tambak Laulung tewas, muncullah banyak kembang indah yang
== Referensi ==
|