Moko (drum): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
Helena Ang (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
== '''Sejarah''' ==
Asal-usul moko telah didokumentasikan dengan baik dimana pertukaran ide budaya melalui kontak komersial perdagangan yang berkelanjutan telah mengakibatkan penyaluran beberapa [[simbolisme]] seperti
Terdapat dua sumber penting dalam sejarah yang tercatat mempengaruhi penyaluran di Indonesia timur yaitu kerajaan kembar [[Kota Makassar|Makasar]] [[:en:Kingdom_of_Tallo|Gowa]]-[[:en:Kingdom_of_Tallo|Tallo]] pada abad ke-13 hingga 16 Masehi. Khusus kerajaan [[:en:Kingdom_of_Tallo|Tallo]] yang dominan dengan sektor [[Laut|maritim]] diketahui memiliki situs [[arkeologi]] yang ternyata mencatat semua kontak lama yang telah terjadi sepanjang sejarah. Dengan letaknya di semenanjung barat daya pulau [[Sulawesi]], Gowa-Tallo diketahui memiliki hubungan dagang yang ekstensif dengan kepulauan barat, dimana penyaluran gagasan dari barat daya [[Sulawesi]] difasilitasi hingga lebih jauh ke bagian timur [[Nusantara]]. Selain itu, adanya perjodohan yang tercatat terjadi antara penguasa Tallo dengan [[Kota Surabaya|Surabaya]] pun turut mendukung kemajuan pesat dalam penyaluran simbolisme ini. Hal ini dikarenakan posisi kota [[Kota Surabaya|Surabaya]] merupakan pelabuhan utama [[Majapahit|Kerajaan Majapahit]] (di ujung timur pulau Jawa) yang melayani perdagangan rempah internasional.<ref name=":1" /> Penguasa Tallo dikenal sering mengunjungi partner-partner dagang di kepulauan [[Kabupaten Ende|Ende]] ([[Kabupaten Flores Timur|Flores)]], Banda dan [[Kepulauan Nusa Tenggara|Nusa Tenggara]]. Permulaan inilah yang kemudian bergulir hingga situasi politik sosial wilayah timur terkait penggunaan [[simbolisme]]
Secara umum, banyak suku tradisional di [[Pulau Alor]] percaya bahwa moko berasal dari tanah dan hanya dimiliki para bangsawan karena nilainya sangat tinggi. Namun pada masa terdahulu, moko telah difungsikan sebagai alat tukar ekonomi masyarakat pulau ini, bahkan sempat menyebabkan [[inflasi]] pada masa pemerintahan [[Hindia Belanda]] sehingga penguasa pun membuat sistem baru dengan membatasi peredaran moko di [[Pulau Alor]]. Di beberapa suku tradisional di Pulau Alor, moko juga digunakan sebagai
== Referensi ==
|