Negara Pasundan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Faldi00 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
}}
 
'''Negara Pasundan''' adalah salah satu negara bagian dari negara federal [[Republik Indonesia Serikat]] ([[RIS]]) yang didirikan oleh [[Belanda]] pada tanggal [[24 April]] [[1948]]. Letaknya di bagian barat [[Pulau Jawa]] (sekarang [[DKI Jakarta]], [[Provinsi Jawa Barat]] dan [[Banten]]) dan beribu kota di [[Bandung]]. Presiden pertama dan terakhirnya adalah [[Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema]]. Berdirinya Negara ini sangat tergantung akan bantuan Belanda, tampak terlihat saat [[RadenMusa SoeriakartaSuria LegawaKertalegawa|Soeria Kartalegawa]] akan memproklamasikan pendirian negara ini di Bandung tahun 1947, Raden[[Musa Suria Kertalegawa|Soeria Kartalegawa]] menunggu terlebih dahulu Pasukan Divisi Siliwangi yang hijrah ke Yogyakarta pergi.<ref>''Ensiklopedi Umum (Edisi Kedua dengan EYD)'', Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1977, hlm. 142, ISBN 978-979-413-522-8</ref>
 
Pada konferensi ketiga pembentukan Negara Pasundan terdapat banyak peserta yang pro republik yang dipimpin oleh Raden Soejoso, eks Wedana Senen, Jakarta. Dari tiga kali hasil konferensi, sebagai wali negara, pertama dan terakhir, Wiranatakusumah. Namun ada versi lain Negara Pasundan yang berdiri 9 Mei 1947, dengan pemimpinnya Soeria Kartalegawa.
 
== Negara Pasundan Federalis ==
[[Berkas:RAA SoeriaMuh. Musa Suria KartalegawaKertalegawa.jpg|jmpl|ka|lurus|RAA SoeriaMusa Suria KartalegawaKertalegawa]]
Saat Letnan Gubernur Jenderal Van Mook melakukan tahap-tahap awal pembentukan Indonesia Serikat, eks [[Bupati Garut]] [[Musa Suria Kertalegawa|Soeria Kartalegawa]] yang feodal, dan tidak bersimpatik pada pergerakan nasional, mendirikan [[Partai Rakyat Pasundan]] (PRP) di Bogor, atas ide eks Perwira [[KNIL]], Kolonel Santoso, penasehat politik [[Van Mook]]. Pelaksanaannya dibantu oleh intel militer Belanda, [[NEVIS]].
 
Namun karena reputasi Kartalegawa sangat buruk, Van der Plas bahkan menjulukinya ''fraudeur'' alias koruptor, sehingga bukan dia yang menjadi ketuanya, melainkan Raden Sadikin, pegawai pusat distribusi pangan milik Belanda di Bandung Utara. Sebagai sekretaris dan bendahara, ditunjuk dua orang yang sebelum perang menjadi sopir, dan di Era Pendudukan Jepang menjadi mandor kebun. Keanggotaan dilakukan dengan ‘paksaan halus’.