Kedudukan akal dalam Islam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Syahramadan (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Syahramadan (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
== Sejarah ==
Perdebatan tentang posisi akal dalam agama Islam bukanlah sebuah masalah yang baru, sebab sejak [[Muhammad|Rasulullah]] meninggal, terjadi perpecahan dalam umat Islam ketika memandang posisi akal dalam beragama. Contoh terkenal dalam kasus ini yaitu perdebatan antara [[Ahlur Ra’yi]] dengan [[Ahlul Hadits]]. [[Ahlur Ra’yi]] berpandangan bahwa penggunaan akal itu merupakan sebuah kebaikan dan dianggap bisa memecahkan masalah<ref>{{Cite book
Selain itu, contoh yang lebih ekstrem terjadi pada masa [[Kekhalifahan Abbasiyah]] antara [[Muktazilah]] dengan sebagian golongan [[Sunni]]. Ketika Khalifah [[Al-Ma'mun]] memegang jabatan Khalifah, dia memerintahkan [[Muktazilah]] sebagai mazhab resmi negara dan memerintahkan mihnah. Hal itu kemudian menimbulkan banyak tentangan dari sebagian golongan [[Sunni]] kepada Khalifah [[Al-Ma'mun]] sehingga beberapa orang dari golongan [[Sunni]] mengalami penindasan<ref>{{Cite journal|date=2020-01-09|title=Al-Ma'mun|url=https://en.wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Al-Ma%27mun&oldid=935009307|journal=Wikipedia|language=en}}</ref>. Keadaan kemudian cepat berbalik ketika Khalifah [[Al-Mutawakkil]] naik takhta menggantikan [[Al-Watsiq]]. Khalifah [[Al-Mutawakkil]] kemudian memerintahkan untuk pemurnian kembali agama [[Islam]] dengan melakukan [[inkuisisi]] paksa kepada seluruh umat Islam untuk memeluk aliran [[Sunni]] dan sempat melarang praktek ilmiah dalam kegiatan umum<ref>{{Cite journal|date=2013-05-17|title=Al-Mutawakkil|url=https://wiki-indonesia.club/w/index.php?title=Al-Mutawakkil&oldid=6846180|journal=Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas|language=id}}</ref>.
|