Pembicaraan:Kesultanan Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Baris 2:
Dengan meneruskan informasi terkait rencana pemasangan Carakan gaya Djoharuddin di beberapa artikel bertopik Cirebon, saya menemukan satu hal yang cukup janggal mengenai daftar Raja-raja yang bertakhta di Kesultanan Kasepuhan.
 
Tadi saya sempat membaca ''e-paper'' harian ''[[Pikiran Rakyat]]'' edisi 23 November 2017 yang berjudul "Sultan Sepuh VII Cirebon, Joharidin atau Samsudin?" yang memuat tentang sepucuk surat yang ditulis oleh Sultan Sepuh Cirebon kepada Gubernur Jenderal Raffles. Tulisan tersebut menjadi acuan dari Carakan Cirebon gaya Djoharuddin yang dikatakan mas {{pengguna|Reynan}}. Kisah ini juga dicopas ke halaman [http://www.manassa.id/2018/04/sultan-sepuh-vii-cirebon-joharidin-atau.html blog ini]. Nah ini yang menyebabkan akurasi tulisan Kesultanan Kasepuhan menjadi bias dan hanya bertumpu pada sumber-sumber sekunder yang terkadanghampir semuanya belum diperbaiki. Perlunya menyertakan sumber yang paling lawas itu penting.
 
Surat itu ditulis oleh Sultan Sepuh VIII Djoharuddin pada tahun 1744 Jawa. Dalam tulisan di artikel ini, '''Sultan Sepuh VII Sultan Sepuh Djoharudin (bertahta dari 1791 - 1815)''' Pertanyaannya, siapakah yang menulis surat ini? Tahun 1744 Jawa ini kalau dikonversi, adalah 1816 Masehi. Hal ini terbukti dari kalimat terakhir surat tersebut: "Sinerat ing dinten Senen sasi Jumadilakir tanggal pisan nahun 1744." Pada baris ke-13 hingga ke-16 nama Sultan Sepuh Syamsuddin disebut: "...ing salamining kaula katilar dhéning sadhérék kaula, Kanjěng Sultan Sěpuh Mukamadh Samsudhdin punika..." Artinya, "Saya merasa ditinggal oleh saudara saya, Kanjeng Sultan Sepuh Muhammad Syamsuddin..." Hal ini juga menjelaskan bahwa Djoharuddin jelas menulis surat ini pada tahun sesudah Syamsuddin mangkat.
Kembali ke halaman "Kesultanan Kasepuhan".