Kartu pers: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
 
== Alasan ==
Banyaknya keluhan dari masyarakat mengenai wartawan dadakan atau orang-orang yang mengaku sebagai wartawan agar dapat mencari atau meliput sebuah berita hanya dengan menunjukkan sebuah kartu pengenal mulai meresahkan warga. Pasalnya orang awam tidak akan mengerti tentang hal tersebut, tentang kartu pers atau wewenang apa saja yang dimiliki oleh pers dalam meliput sebuah berita. Informasi yang merebak dimasyarakat adalah menyangkut praktik pemberian kartu pers kepada orang yang bukan wartawan, seperti kepada pejabat, pengusaha, aparat hukum, dan anggota intelijen yang hampir terjadi disemua daerah di Indonesia.Mantan Ketua Dewan Pers Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA pernah menyebutkan, bahwa pemberian kartu pers merupakan identitas khusus yang sepatutnya hanya dimiliki oleh wartawan terkait dengan profesinya. Beliau juga menambahkan, kartu pers bukan hanya berfungsi untuk pengikat hubungan kerja antara wartawan dengan perusahaan pers yang mempekerjakan, melainkan juga pengakuan terhadap kompetensi dan keprofesionalisme seorang wartawan. Maraknya pemberian kartu pers kepada non-wartawan bisa saja mengandung maksud dan tujuan yang tidak terkait dengan dunia jurnalisme dan etika jurnalismesehinggajurnalisme sehingga dapat dikategorikan sebagai pelecehan terhadap profesi wartawan, dan dapat melanggar hukum. Dewan Pers mengingatkan agar komunitas pers dan perusahaan pers menjaga profesionalitas wartawan dan menjunjung kemerdekaan pers dengan tidak memberikan kartu pers kepada pihak-pihak lain di luar wartawan.
 
== Tindak lanjut ==
 
Pers merupakan media massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam berbagai bentuk. Kegiatan jurnalistik yang dihasilkan bisa berbentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik dengan memanfaatkan media elektronik dan media cetak <ref>{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/citizen6/read/3922512/5-fungsi-pers-selain-sebagai-media-informasi-kamu-perlu-tahu|title=5 Fungsi Pers Selain Sebagai Media Informasi, Kamu Perlu Tahu|last=Liputan6.com|date=2019-03-21|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-05}}</ref>. Kegiatan jurnalistik tersebut dilakukan oleh wartawan. Wartawan atau jurnalis adalah mereka yang bisa melakukan semua kegiatan jurnalisme. Mereka juga adalah orang yang yang secara aktif dan teratur menuliskan berita (berupa laporan) dan tulisannya dimuat di media massa secara teratur untuk dipublikasi seperti koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan internet. Wartawan mencari sumber informasi dari berbagai tempat, informasi tersebut mereka olah untuk kemudia ditulis dalam laporan. Dalam kegiatan menulis mereka harus melakukan dengan seobjektif mungkin dan tidak memiliki pandangan dari sudut tertentu untuk melayani masyarakat. Dalam melaksanakan pekerjaannya biasanya seorang wartawan dilengkapi dengan kartu pers tujuannya adalah agar ia memiliki akses untuk mencari informasi lebih mendalam. Saat ini marak muncul masyarakat yang tiba-tiba berubah profesi menjadi wartawan dadakan yang meresahkan banyak pihak. Modus penipuan berkedok sebagai wartawan semakin berani. Bahkan tak hanya menjiplak ID Card Pers, namun sudah berani memalsukan seragam media yang bersangkutan <ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-2665953/waspadai-jurnalis-jurnalis-palsu|title=Waspadai Jurnalis-jurnalis Palsu|website=detiknews|language=id-ID|access-date=2020-02-05}}</ref>. Kejadian ini membuat Dewan pers mengingatkan kepada kalangan pers bahwa praktek tersebut tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran etika jurnalistik serta dapat mengancam kemerdekaan pers. Selain fenomena wartawan abal-abal, ada banyak hal yang saat ini terjadi, salah satunya adalah pelaku media mengganggap beritanya harus laku terjual dan dibaca orang sehingga terkadang media cenderung berlomba-lomba untuk menampilkan sesuatu yang justru melanggar kode etik jurnalistik. Pada akhirnya muncul banyak komplain dari masyarakat<ref>{{Cite web|url=https://dewanpers.or.id/berita/detail/1037/Wartawan-Wajib--Miliki-Kartu-Kompetensi|title=Dewan Pers|website=dewanpers.or.id|access-date=2020-02-04}}</ref>. Untuk menindak lanjuti segala kejadian tersebut maka Dewan Pers saat ini sudah membentuk satgas media ''online'' yang akan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memberantas segala macam bentuk media ''online'' abal-abal. JIka ditemukan maka satgas itu akan menutup langsung media atau website yang dinilai sudah melanggar kode etik jurnalistik <ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-4423418/berantas-jurnalis-abal-abal-dewan-pers-bentuk-satgas-media-online|title=Berantas Jurnalis Abal-abal, Dewan Pers Bentuk Satgas Media Online|last=Safitri|first=Eva|website=detiknews|language=id-ID|access-date=2020-02-05}}</ref>. Agar hal itu tidak sampai terjadi Dewan Pers terus mengingatkan agar komunitas pers dan perusahaan pers menjaga profesionalitas wartawan dan menjunjung kemerdekaan pers dengan tidak memberikan kartu pers kepada pihak-pihak lain di luar wartawan.  Penghormatan terhadap profesi wartawan harus dimulai dari kalangan pers sendiri. Tanpa penghormatan dari kalangan sendiri, profesi jurnalis tidak akan dihormati dari pihak lain.<ref>{{Cite web|url=https://dewanpers.or.id/berita/detail/349/Pemberian-Kartu-Pers-Kepada-Non-Wartawan|title=Dewan Pers|website=dewanpers.or.id|access-date=2020-02-04}}</ref>
 
 
“Penghormatan terhadap profesi wartawan harus dimulai dari kalangan pers sendiri. Tanpa penghormatan dari kalangan sendiri, profesi jurnalis tidak akan dihormati dari pihak lain,”
 
 
 
Dari sekitar 80 ribu wartawan yang ada di Indonesia, baru sekitar 10 ribu yang memiliki kartu kompetensi.  Penegasan ini disampaikan Stanley di Kantor Harian Timor Express,  Kupang, Rabu (15/6/2016).
 
 
Seperti diwartakan sebelum - nya, Menteri  Komunikasi  dan  Informatika Rudiantara menghimbau para wartawan untuk mengikuti uji kompetensi guna memperoleh sertifikat kewartawanannya. “Ini kan untuk pengembangan profesi. Jadi harus diurus sertifikasinya”, kata Rudiantara di sela-sela puncak peringatan Hari Pers Nasional  (HPN) 2016, di Mataram, NTB, Selasa (9/2/2016).
 
 
Stanley menambahkan, orang bisa dengan mudah mendapatkan kartu pers, namun kartu kompetensi yang ditandatangani dan diverifikasi (juga masuk di website Dewan Pers) tidak mudah didapatkan. Sebab, kata dia, untuk mendapatkan kartu kompetensi, wartawan harus terlebih dulu mengikuti uji kompetensi.
 
 
Dengan demikian, kata Stanley,  pada tahun 2018 nanti  Dewan Pers bisa membuat aturan  dimana semua orang bisa menolak wartawan, apabila yang bersangkutan tidak mampu menunjukkan kartu kompetensi, baik itu muda, madya dan utama. (Berdasarkan Peraturan  Dewan Pers No 1/2010, tanggal  2 Februari 2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, ada tiga jenjang  kompetensi  yakni  Wartawan Muda, Wartawan Madya dan Wartawan Utama – red).
 
 
Lebih lanjut  Stanley menyatakan, wartawan profesional dibentuk dalam suatu proses latihan menulis dan tidak sekali jadi. Dia mengerti etika jurnalisme. Tetapi sekarang situasinya rawan, karena munculnya media abal-abal.
 
 
Diakui Stanley, Dewan Pers tidak bisa menangani semua pelaksanaan etik untuk semua wartawan, apalagi wartawan media abal-abal. Untuk itu, saat ini pihaknya berkonsentrasi pada media profesional.
 
 
Dan kepada media profesional, kata Stanley, Dewan Pers meminta untuk menjaga standar perilaku dan etika profesi dengan baik. “Kita juga melarang  media untuk menggunakan nama atau tupoksi dari lembaga negara, seperti KPK, Tipikor dan lain-lain. Karena modusnya lebih untuk menakutnakuti masyarakat”, ujarnya.
 
 
Selain fenomena abal-abal, ada banyak hal yang membuat media ini teledor. Hal ini dikarenakan pelaku media mengganggap beritanya  harus laku terjual dan dibaca orang. Akibatnya media cenderung berlomba-lomba untuk menampilkan sesuatu yang justru melanggar kode etik jurnalistik. Pada akhirnya muncul banyak komplain dari masyarakat. “Ini realitas miris yang terjadi saat ini”, pungkas Stanley.<ref>{{Cite web|url=https://dewanpers.or.id/berita/detail/1037/Wartawan-Wajib--Miliki-Kartu-Kompetensi|title=Dewan Pers|website=dewanpers.or.id|access-date=2020-02-04}}</ref>
 
 
 
Dewan Pers mendapat banyak laporan menyangkut praktek pemberian kartu pers kepada orang-orang bukan wartawan, seperti pejabat, pengusaha, aparat hukum, petugas intelijen dan lain-lain. Kami ingin mengingatkan kepada kalangan pers bahwa praktek tersebut tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran etika jurnalistik serta dapat mengancam kemerdekaan pers.
 
Kartu pers merupakan identitas khusus yang sepatutnya hanya dimiliki oleh wartawan terkait dengan profesinya. Pemberian kartu pers kepada individu non-wartawan bukan saja tidak patut, melainkan juga dapat melahirkan penyalahgunaan dan merugikan profesi wartawan. Kartu pers bukan hanya berfungsi untuk pengikat hubungan kerja antara wartawan dengan perusahaan pers yang mempekerjakan, melainkan juga pengakuan terhadap kompetensi dan profesionalisme seorang wartawan.
 
Dengan demikian pemberian kartu pers kepada non-wartawan dapat diduga mengandung maksud dan tujuan yang tidak terkait dengan jurnalisme, dapat dikategorikan sebagai pelecehan terhadap profesi wartawan, dan dapat melanggar hukum.
 
Oleh karena itu, Dewan Pers  mengingatkan agar komunitas pers dan perusahaan pers menjaga profesionalitas wartawan dan menjunjung kemerdekaan pers dengan tidak memberikan kartu pers kepada pihak-pihak lain di luar wartawan.  Penghormatan terhadap profesi wartawan harus dimulai dari kalangan pers sendiri. Tanpa penghormatan dari kalangan sendiri, profesi jurnalis tidak akan dihormati dari pihak lain.<ref>{{Cite web|url=https://dewanpers.or.id/berita/detail/349/Pemberian-Kartu-Pers-Kepada-Non-Wartawan|title=Dewan Pers|website=dewanpers.or.id|access-date=2020-02-04}}</ref>
 
== Referensi ==