Sunan Bayat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
JOKO YULIYANTO (bicara | kontrib)
menambah artikel dan menambah rujukan
Baris 8:
 
Pangeran Mangkubumi kemudian berpindah ke selatan (entah karena diperintah sultan Demak Bintara ataupun atas kemauan sendiri, sumber-sumber saling berbeda versi), didampingi isterinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan [[Salatiga]], [[Boyolali]], [[Mojosongo, Boyolali|Mojosongo]], [[Sela Gringging]] dan [[Wedi, Klaten|Wedi]], menurut suatu babad. Konon sang pangeran inilah yang memberi nama tempat-tempat itu). Ia lalu menetap di Tembayat hingga akhir hayatnya, yang sekarang bernama [[Bayat, Klaten]], dan menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.
 
== Berguru pada Sunan Kalijaga ==
Sultan Demak Bintara, yang mengetahui hal ini. Mengutus Sunan Kalijaga dari Kadilangu, [[Kabupaten Demak|Demak]], untuk menyadarkannya. Semula Ki Ageng Pandanaran adalah orang yang selalu mendewakan harta keduniawian. Berkat bimbingan dan ajaran-ajaran Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran bisa disadarkan dari sifatnya yang buruk itu. Akhirnya Ki Ageng Pandanaran berguru kepada Sunan Kalijaga yang menyamar sebagai penjual rumput. Sang bupati menyadari kelalaiannya. Memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan duniawi dan menyerahkan kekuasaan Semarang kepada adiknya.
 
Sunan Kalijaga menyarankan Ki Ageng Pandanaran untuk berpindah ke selatan. Tanpa membawa harta, didampingi istrinya, melalui daerah yang sekarang dinamakan [[Kota Salatiga|Salatiga]], [[Kabupaten Boyolali|Boyolali]], dan Wedi. Namun, diam-diam tanpa sepengetahuannya, sang istri membawa tongkat bambu yang di dalamnya dipenuhi permata. Dalam perjalanan mereka dihadang oleh kawanan perampok yang dipimpin oleh yang namanya sekarang disebut Syaikh Domba.
 
Maka terjadilah perkelahian dan untung saja pasangan suami istri ini berhasil mengatasinya. Akhirnya dia berubah menjadi sebuah makhluk dengan perawakan manusia tetapi berkepala domba. Setelah terjadi demikian, akhirnya dia menyadari dan menyesal dengan segala perbuatannya. Kemudian menyatakan diri sebagai pengikut Sunan Pandanaran yang kemudian dibawa oleh Sunan Pandanaran ke gurunya yaitu [[Sunan Kalijaga]]. Kepala dia berubah kembali menjadi kepala manusia seperti semula. Setelah itu Syekh Domba diberi tugas untuk mengisi tempat wudu pada padasan atau gentong pada masjid yang berada pada puncak bukit Jabalkat, Bayat.
 
== Kehidupan di Tembayat ==
Ki Ageng Pandanaran berhasil sampai dan menetap di Tembayat, yang sekarang bernama Bayat, dan menyiarkan Islam dari sana kepada para pertapa dan pendeta di sekitarnya. Karena kesaktiannya ia mampu meyakinkan mereka untuk memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia disebut sebagai Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.
 
Di Tembayat Sunan mendirikan sebuah masjid di atas Gunung Jabalkat yang sekaligus difungsikan sebagai tempat pendidikan agama. Tempat itu akhirnya menjadi pesantren pertama atau sekolah asrama pertama di Jawa Tengah. Dekat makam Sunan Pandanaran ada masjid kuno bernama Masjid Golo. Meskipun sangat kuno dan menyimpan sejarah panjang, masjid ini masih difungsikan umat setempat. Takmir Masjid Golo adalah murid-murid Sunan Pandanaran yang diangkatnya selama perjalanan dari Semarang ke Bayat, [[Kabupaten Klaten|Klaten]]. Salah satu muazin yang bertugas adalah Syeikh Domba.
 
Tujuan Sunan Pandanaran tak lain hanya untuk menyebarkan agama Islam. Namun usaha yang dilakukan Sunan tidaklah semudah itu. Setelah memilih jalan agama dan melakoni perjalanan yang penuh petualangan ternyata hambatan masih saja ada saat dia berada di Tembayat. Salah satunya adalah perlawanan dari para pemimpin mistis Jawa.
 
Selain cerita tentang kesaktian yang dimiliki Sunan untuk menghadapi perlawanan para pemimpin mistis Jawa beredar juga cerita tentang kebesaran yang lainnya. Dikisahkan adalah suara adan yang terlalu kuat dan keras yang didengar oleh salah satu Wali yang berada di Demak. Suara adan tadi ternyata adalah suara dari panggilan salat Sunan Pandanaran dari Tembayat, ratusan kilometer jaraknya. Tentu saja suara yang terlalu keras itu mengganggu masyarakat hingga kemudian salah seorang wali meminta Sunan untuk menurunkan suara azan yang dibuatnya. Menyaguhi permintaan Wali tadi, Sunan kemudian memindahkan masjid yang berada di puncak Jabalkat.
 
== Lokasi Makam Sunan Pandanaran ==
Makam beliau terletak di perbukitan Gunung Jabalkat (berasal dari kata Jabal Katt artinya Gunung yang tinggi dan jauh) di wilayah Kecamatan Bayat, Klaten, [[Jawa Tengah]]
 
== Rujukan ==
* Budiman, Amen. ''Semarang, Riwayatmu Dulu''. Penerbit Satya Wacana, Semarang.
*[https://senimannu.com/makam-sunan-pandanaaran-tembayat/ Sunan Pandanaran Tembayat]
 
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah|Bayat]]