Kadipaten Jipang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 71:
=== Hubungan keturunan penguasa Jipang dengan Palembang ===
Nama [[Jipang]] tampak dicantumkan pada Plakat yang diumumkan pada tanggal 1 September 1818 oleh komisaris Belanda [[Muntinghe]], yang isinya menjamin bahwa bagi Palembang pemerintah Hindia Belanda akan mempertahankan undang-undang, terkenal dengan nama [[Piagam Pangeran Jipang]] dalam bahasa Belanda [[de wet, bekend onder de naam van Pejagem van dan Pangerang van Djiepan]]. Dalam riwayat Palembang yang bersifat sejarah, berkali-kali terdapat kata-kata yang menunjuk pada hubungan dengan Jawa, khususnya dengan Jawa Timur.
Suatu undang-undang yang terkenal sebagai Piyagem Pangeran ing Jipang tidak dikenal dalam kesusastraan Jawa. Yang pasti ialah bahwa di berbagai daerah Sumatera Selatan telah dipakai buku-buku hukum Jawa yang disusun di keraton raja-raja Demak. Salah satu di antaranya, yang paling terkenal, dikarang oleh Senapati Jimbun; ini salah satu dari nama Raden Fatah. Besar sekali kemungkinan kitab hukum Senapati Jimbun, atau yang lain, seperti buku [[Jugul Mudha]], juga telah dipakai di [[Keraton Djipang]] masa Arya Panangsang (kerabat Sultan Tranggana). Konon, sesudah jatuhnya Kerajaan Jipang pada pertengahan abad ke-16, keturunan atau pengikut pangeran yang terakhir ([[ Arya Mataram]]) dalam pengungsian juga membawa naskah tulisan buku hukum itu bersama dengan pusaka-pusaka lain. Mereka mengungsi ke timur, ke Surabaya lalu ke Palembang. Dengan memiliki buku yang penting itu, mereka akan dapat membuktikan hubungan keluarga mereka dengan keturunan maharaja Demak.
|