Kadipaten Jipang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 45:
=== Jipang pada masa Majapahit dan Demak ===
Status Jipang adalah [[Kerajaan vazal]] Majapahit yang lazim disebut [[Kadipaten]]. Adipati Jipang pertama adalah [[Ratu Ayu Retno Komolo]]
=== Tentang nama Jipang dan Jipang Panolan ===
Baris 57:
Daerah-daerah dan [[kerajaan-kerajaan]] ini berperan penting dalam legenda [[sejarah Jawa Tengah dan Jawa Timur]]. Dalam riwayat-riwayat diberitakan bahwa Blora ialah tempat tinggal seorang pandai dari zaman bahari, [[Arung Bondan]] namanya. Rupanya, ia seorang ahli bangunan, nenek moyang patih-patih dan pejabat-pejabat raja-raja di zaman kuno. Menurut beberapa pembawa cerita, [[Mendang Kamulan]], sebuah negeri asal dalam dunia dongeng, terletak di daerah [[Blora]] ini. [[Bojonegoro]] konon tempat tinggal seorang putra raja, bernama [[Angling Darma]], yang mengerti bahasa hewan. Matahun ialah nama salah satu [[tanah mahkota]] (langsung dikuasai raja) [[Kerajaan Majapahit]] pada abad ke-14, yang terletak di pedalaman Karesidenan Rembang yang sekarang. Tetapi, menurut [[Dr. Noorduyn]], daerah itu tidak dapat seluruhnya disamakan dengan [[Kerajaan Jipang]] dahulu; nama kota Matahun belum dijumpai.
Ibu kota daerah yang sekarang, [[Rembang]], terletak di pantai utara, antara [[Juwana]] dan [[Lasem]]. Lasem ialah nama salah satu “tanah mahkota” kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Ada kemungkinan bahwa Gunung Lasem, yang sekarang terletak di garis pantai, lima abad yang lalu merupakan sebuah tanjung yang agak besar. Juwana sudah digambarkan sebagai kota pelabuhan yang, menurut [[Tome Pires]], pada permulaan abad ke-16 diperebutkan oleh [[Gusti Pate]], panglima terakhir kerajaan Majapahit. Tome Pires memberitakan juga bahwa di [[Pati]] dan [[Juwana]] dibuat garam dalam empang-empang sepanjang pantai; garam ini merupakan barang ekspor. Diberitakan oleh musafir Portugis itu bahwa pada waktu kunjungannya, Rembang mempunyai galangan kapal, tempat pembuatan kapal-kapal dagang Demak.
Daerah Rembang yang sekarang, yang membentang ke timur melewati Tuban, terkenal karena mehghasilkan kayu jati.
Berita [[Tome Pires]] tentang pembangunan kapal-kapal di kota pelabuhan Rembang menguatkan dugaan bahwa sudah sejak dahulu hutan-hutan di pedalaman mendatangkan hasil. Bahkan menurut perkiraan, sebelum zaman Islam di sana-sini sudah ditanam kayu jati untuk menjamin persediaan kayu yang bermanfaat ini. Pada zaman Kompeni (VOC) dan pemerintahan Hindia Belanda, hutan-hutan jati di Rembang mendapat perhatian sepenuhnya.
Dalam hubungan ini baiklah kita ingat akan kaum [[Kalang]], kelompok orang-orang Jawa, yang sekalipun beragama Islam masih menaati kebiasaan-kebiasaan yang aneh dan giat dalam perhutanan, khususnya di daerah [[Rembang]]. Pada abad ke-17 sudah diberitakan bahwa kaum Kalang di daerah-daerah yang banyak hutannya di Jawa Tengah dan Jawa Timur mempunyai pemimpin-pemimpin sendiri. Mungkin mereka sudah sejak zaman pra-Islam mendiami hutan-hutan dan mengusahakannya. Dan mungkin juga bahwa beberapa dongeng, yang terdapat dalam buku-buku cerita Jawa, berdasarkan cerita mitos mereka. Dalam kesusastraan pra-Islam hingga kini baru sedikit saja ditemukan penggambaran yang jelas tentang kaum “Kalang” ini.
Baris 63:
=== Arya Penangsang Penguasa Kerajaan Demak di Jipang ===
Menurut tambo Jawa, seperti diuraikan sebelum ini, raja Demak yang keempat, Susuhunan Prawata, dibunuh oleh Rangkud orang yang setia pada [[Arya Penangsang]], kira-kira pada tahun 1547. Arya Penangsang memerintah di Jipang sebagai [[raja bawahan]], kemudian menjadi [[raja Demak kelima]] dan memindahkan Pusat Kerajaan Demak dari Prawoto ke Jipang, masa itu dikenal dengan sebutan Demak Jipang. Mungkin juga tujuannya untuk membalas dendam kematian ayahnya, yang sebelumnya telah dibunuh oleh Susuhunan Prawata demi untuk menaikkan Trenggana, Bapak nya, menjadi Raja Demak ketiga. Mungkin juga Arya Penangsang menganggap dirinya berwenang menduduki tahta Demak selanjutnya.
Tetapi rupanya 7 tahun kemudian pada th 1554 [[Arya Penangsang]] dikalahkan dan dibunuh dalam pertempuran melawan laskar perusuh dari Jawa pedalaman, yaitu laskar Jaka Tingkir, penguasa Pajang. Jaka Tingkir bertindak merebut kekuasaan Arya Penangsang sebagai raja Demak dengan alasan sebagai pembalas dendam, atas kematian Kiai Kalinyamat dari Jepara, ipar Susuhunan Prawata, yang telah menemui ajalnya juga karena perseteruan dengan Arya Panangsang. Akhirnya Jaka Tingkir, sebagai Raja Pajang berhasil merubuhkan kedaulatan Kerajaan
Episode sejarah Jipang ini telah mendapat perhatian secukupnya dari [[Dr. Noorduyn]]. Dengan tepat dinyatakannya bahwa [[tidak ada alasan untuk meragukan kebenaran sejarah tindakan kekerasan dan berakhirnya riwayat Arya Panangsang]] menurut cerita tutur Jawa, seperti dilakukan [[Prof. Berg]] sebelumnya. Suatu berita dalam sebuah surat berbahasa Belanda mungkin menyangkut pendekar Jipang yang semangat tempurnya menyala-nyala. Anehnya, masih lama juga ia hidup dalam cerita-cerita rakyat setempat. Orang masih percaya bahwa ia akan hidup kembali jika potongan-potongan tubuhnya, yang telah dipencarkan ke mana-mana pada waktu ia meninggal, dikumpulkan dan disatukan lagi. Cerita rakyat ini mungkin semula beredar di kalangan umat Islam yang masih menganggap bahwa cucu raja besar Raden Patah itu adalah pengganti tahta kerajaan di Demak yang sah.
Baris 78:
=== Hubungan keturunan penguasa Jipang dengan Palembang ===
Nama [[Jipang]] tampak dicantumkan pada Plakat yang diumumkan pada tanggal [[1 September 1818]] oleh komisaris Belanda [[Muntinghe]], yang isinya menjamin bahwa bagi Palembang pemerintah Hindia Belanda akan mempertahankan undang-undang, terkenal dengan nama [[Piagam Pangeran Jipang]] dalam bahasa Belanda [[de wet, bekend onder de naam van Pejagem van dan Pangerang van Djiepan]]. Dalam riwayat Palembang yang bersifat sejarah, berkali-kali terdapat kata-kata yang menunjuk pada hubungan dengan Jawa, khususnya dengan Jawa Timur.
Suatu undang-undang yang terkenal sebagai [[Piyagem Pangeran ing Jipang]] tidak dikenal dalam kesusastraan Jawa. Yang pasti ialah bahwa di berbagai daerah Sumatera Selatan telah dipakai buku-buku hukum Jawa yang disusun di [[keraton raja-raja Demak]]. Salah satu di antaranya, yang paling terkenal, dikarang oleh [[Senapati Jimbun]]; ini salah satu dari nama Raden Fatah. Besar sekali kemungkinan kitab hukum Senapati Jimbun, atau yang lain, seperti buku [[Jugul Mudha]], juga telah dipakai di [[Keraton Djipang]] masa [[Arya Panangsang]] (kerabat Sultan Tranggana). Konon, sesudah jatuhnya [[Kerajaan Jipang]] pada pertengahan abad ke-16, keturunan atau pengikut pangeran yang terakhir ( [[
=== Referensi ===
Baris 114:
- Manuskrip Jipang Kitab Kapunggawan
- Kontestan Representasi
Tokoh Arya Penangsang Ringkasan Disertasi Sukarjo Waluyo, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Studi Ilmu Susastra, 2019.
|