Mangai binu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Sedang ditulis}}[[Berkas:Divinatory_Skulls;_1Dyke_Bay_and_2Nias_Island_Wellcome_M0012302.jpg|al=|jmpl|Tengkorak dari Nias (kanan) yang dipasangi alat agar mudah dibawa]]'''Mangai binu''' atau '''mangani binu''' tradisi [[Pemburuan kepala|berburu kepala]] oleh [[Suku Nias|orang Nias]] di [[Pulau Nias]], [[Sumatra Utara|Sumatera Utara]]. Tradisi ini awalnya merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur namun di kemudian hari berubah fungsi sebagai penanda status sosial.{{Sfn|Afif|2018|p=175|ps="(...), di Nias juga terdapat tradisi penghormatan terhadap leluhur yang disebut mangani binu atau tradisi memburu kepala."}} Istilah lain seperti ''möi ba danö,
== Sejarah ==
Baris 6:
Menurut ''[[hoho]],'' tradisi beburu kepala di Nias pertama kali dilakukan oleh seorang pemuda bernama Awuwukha sekitar seratus lima puluh tahun lalu.{{Sfn|Afif|2018|p=176|ps="Menurut Sonjaya (2008:63), Awuwukha hidup sekitar lima generasi (setiap generasi sama dengan 25 tahun) lalu. Sementara menurut Thomsen (dalam Zebua, 2008), Awuwukha hidup jauh lebih lama, yaitu sekitar tujuh generasi yang lalu."}}
Dituturkan bahwa Awuwukha tinggal di [[Börönadu]] bersama ibu dan tujuh orang saudaranya.
Di depan ibunya, Awuwukha bersumpah akan menuntut balas dengan memenggal kepala orang-orang yang terlibat dalam pembakaran tersebut.
Sebelum meninggal, Awuwukha berpesan bahwa ia ingin ditemani oleh lima orang yang akan melayaninya di alam kubur. Masing-masing bertugas menyiapkan minum, menyiapkan makanan, membuat [[Tradisi bersirih|sirih pinang]], memijat, dan menjagai kuburnya. Anak-anaknya segera mencarikan lima kepala untuk
Orang Nias melakukan justifikasi terhadap tradisi ini dengan beranggapan bahwa manusia adalah babi peliharaan Tuhan.{{Sfn|Beatty|1992|p=247|ps="-as well as obsolete practices and ideas such as head-hunting and the notion of men being the pigs of God-"}}
Lama kelamaan, tradisi ini dipraktikkan untuk kepentingan lain seperti pembangunan [[Omo Sebua|''omo sebua'']].<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2508078/kisah-emali-pemburu-kepala-manusia-untuk-teman-di-alam-kubur|title=Kisah Emali, Pemburu Kepala Manusia untuk Teman di Alam Kubur|last=Liputan6.com|date=2016-05-27|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref>▼
=== Di Luar Nias ===
Baris 18:
== Pelaksanaan ==
=== Persiapan ===
Sebelum melakukan ekspedisi perburuan kepala manusia, para ''emali'' akan meminta perlindungan dari Adu Siraha Horö agar mendapatkan kepala yang banyak. Kemudian, setelah berburu, para emali akan kembali berdoa agar mereka bersih dari dosa akibat perburuan tersebut.<ref>{{Cite web|url=https://regional.kompas.com/read/2017/04/29/19000041/patung.pembersih.dosa.dahulu.dipakai.pemburu.kepala.manusia.di.nias|title=Patung Pembersih Dosa, Dahulu Dipakai Pemburu Kepala Manusia di Nias Halaman all|last=Halawa|first=Hendrik Yanto|date=29 April 2017|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2020-02-18|media=Kompas Cyber Media}}</ref> Para budak juga dapat dikorbankan untuk mendapat ''binu''.{{Sfn|Beatty|192|p=286|ps="The ritual category of binu, the victim of human sacrifice or head-hunting, has sometimes been mistakenly translated as 'slave'. As a rule, only slaves captured or purchased outside the village could be sacrified."}}
Para ''emali'' bergerilya ke kampung-kampung untuk mencari mangsa. Pedang yang digunakan untuk berburu adalah ''tolögu'' milik bangsawan dari [[Kabupaten Nias Selatan|Nias Selatan]]. Pada sarung pedang tersebut dilengketkan ''ragö,'' yaitu sebuah bola rotan yang dihiasi dengan benda-benda berkekuatan magis. Benda-benda itu dipercaya dapat megalirkan kekuatan dan memberikan kekebalan kepada pemiliknya dan menembus ilmu kebal yang dimiliki oleh lawan. Cara memperoleh ''binu'' adalah dengan melakukan tebasan (bacokan) ke tubuh lawan yang masih hidup atau sudah mati menggunakan ''tolögu'', mulai dari pangkal leher sebelah kiri lalu secara diagonal mengarah ke bagian bawah ketiak sebelah kanan. Tebasan ini menyisakan kepala dan bagian tangan kanan yang masih menyatu. Setelah berhasil, mereka akan pulang dengan membawa hasil tangkapan dengan menenteng potongan kepala di pundak. ‘Hasil tangkapan’ diletakkan di bahu para emali, sambil memegang tangan kanan korban dan dan mendekapkannya ke dada.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=6821|title=Emali|last=|first=|date=|website=Warisan Budaya Takbenda Indonesia|access-date=17 Februari 2020}}</ref>
=== Pantangan ===
Para ''emali'' dilarang berburu kepala sesama ''[[Daftar marga Nias|mado]]'' mereka.{{Sfn|Beatty|1992|p=31|ps="(...) in the days of head-hunting, in the ban on taking the head of fellow-clansman."}} Mereka hanya boleh memburu kepala ''niha bö'ö'', orang yang tidak memiliki pertalian saudara dengan mereka dan warga kampungnya.{{Sfn|Beatty|1992|p=75|ps="A niha bö'ö is someone with whom there are no ascribed relations, no rights or obligations, and no prescribed form of behaviour. Niha bö'ö are quintesentially strangers, outsiders who are therefore potential enemies from whom (formerly) heads may be taken, and also potential spouses."}}
== Fungsi ==
Jumlah ''binu'' yang diperoleh oleh seseorang akan menentukan [[Status sosial|status sosialnya]]. Terlebih jika dia ingin meminang seorang wanita, dia harus mempersembahkan kepala musuh kepada keluarga calon mempelai perempuan. Semakin banyak jumlah kepala yang ditunjukkan di depan calon mertua, maka semakin berharga lelaki tersebut. Bahkan, bukan hanya pelaku saja yang layak bangga, tetapi juga leluhur-leluhurnya, karena dianggap berhasil melahirkan keturunan hebat. Kaitan antara kewajiban memuliakan leluhur dan keinginan menyandang identitas sosial tinggi seolah-olah menjadi justifikasi bagi tradisi manguni binu di Nias.<ref name=":0" /> ''Binu'' juga digunakan untuk mendirikan batu ''[[Fahombo|hombo]].'' Dipercaya bahwa fondasi dengan ''binu'' dan tubuh seorang anak kecil, tumpukan batu akan berdiri kokoh.<ref name=":2" />▼
=== Pelayan roh ===
▲
=== Status sosial ===
▲Jumlah ''binu'' yang diperoleh oleh seseorang akan menentukan [[Status sosial|status sosialnya]]. Terlebih jika dia ingin meminang seorang wanita, dia harus mempersembahkan kepala musuh kepada keluarga calon mempelai perempuan. Semakin banyak jumlah kepala yang ditunjukkan di depan calon mertua, maka semakin berharga lelaki tersebut. Bahkan, bukan hanya pelaku saja yang layak bangga, tetapi juga leluhur-leluhurnya, karena dianggap berhasil melahirkan keturunan hebat. Kaitan antara kewajiban memuliakan leluhur dan keinginan menyandang identitas sosial tinggi seolah-olah menjadi justifikasi bagi tradisi manguni binu di Nias.<ref name=":0" />
=== Fondasi bangunan ===
''Binu'' juga digunakan untuk mendirikan batu ''[[Fahombo|hombo]].'' Dipercaya bahwa fondasi dengan ''binu'' dan tubuh seorang anak kecil, tumpukan batu akan berdiri kokoh. ''Binu'' juga digunakan dalam pembangunan [[Omo Sebua|''omo sebua'']].<ref name=":0" />
== Pada Masa Kini ==
Kedatangan para [[misionaris]] Nias memberi [[Fangesa Sebua|kesadaran kepada masyarakat]] untuk tidak lagi melanjutkan tradisi ini. Namun,
Ketakutan akan ''emali'' juga masih dirasakan beberapa penduduk. Beberapa keluarga melarang anak-anak kecil bermain di luar rumah pada malam hari dan beberapa pemuda Nias selalu membawa senjata tajam ketika keluar rumah di malam hari sebagai bentuk kewaspadaan.{{Sfn|Afif|2018|p=183b|ps="Hal ini juga bisa dilihat dari cara para lelaki dewasa di Nias ketika akan berpergian di malam hari. Mereka selalu membawa senjata tajam untuk jaga diri."}}
== Referensi ==
<references />
== Daftar Pustaka
{{Refbegin}}
Baris 38 ⟶ 56:
{{Cite book|title=Melacak batu, menguak mitos : petualangan antarbudaya di Nias|last=Sonjaya|first=Jajang A|date=2008|publisher=Penerbit Kanisius|isbn=9789792118155|location=Yogyakarta|pages=|ref={{sfnref|Sonjaya|2008}}|url-status=live}}
{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/24373886|title=Society and exchange in Nias|last=Beatty|first=Andrew|date=1992|publisher=Oxford University Press|isbn=0-19-827865-9|location=Oxford|pages=|language=en|oclc=24373886|ref={{sfnref|Beatty|1992}}|url-status=live}}
|