Mangai binu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 6:
 
== Dekskripsi ==
''Mangai'' (atau ''mangani'' dalam dialek selatan) dalam [[bahasa Nias]] berarti 'mengambil' sementara ''binu'' dahulu adalah isitlah untuk segala benda yang berhubungan dengan pesta ''owasa'', namun mengalami penyempitan arti sebagai kepala buruan (yang juga digunakan dalam pelaksanaan ''owasa'')''.''{{Sfn|Suzuki|1959|p=105|ps="Now the term BINU in Nias is applied to mean a slave who is sacrified for the OWASA and other important ceremonies, and also refers to the head taken for this same purpose by professional headhunters, but at the same time, means "property in general!!"}} ''Högö'' adalah istilah untuk kepala manusia secara umum. Istilah kiasan seperti ''möi ba danö'' 'pergi ke ladang''', mofanö ba danö'' 'berangkat ke ladang' digunakan untuk memperhalus. Istilah ''möi'' 'pergi melakukan' ''emali'' juga digunakan.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://tirto.id/cerita-memburu-kepala-di-nias-cycj|title=Cerita Memburu Kepala di Nias|last=Raditya|first=Iswara N.|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref>
 
=== Persiapan ===
Baris 21:
== Latar Belakang ==
=== Sejarah ===
Pemerintah [[Hindia Belanda]] melarang tradisi ini bersamaan dengan tradisi tidak beradab lainnya seperti [[perbudakan]] dan [[pengorbanan manusia]] lewat sebuah [[dekret]] yang dikeluarkan pada Desember 1856.{{Sfn|Puccioni|2016|p=52-53|ps="Pada Desember 1856 pemerintah Belanda merasa cukup berkuasa untuk menerapkan hukum. Mereka mengundang para raja untuk menginformasikan dekrit mereka.(...) Perbudakan, pemburuan, dan pengorbanan manusia diancam hukuman mati."}} Namun, dekrit ini kurang efektif karena pemerintahan Belanda atas Nias di saat itu hanya bisa berlaku di daerah pesisir Gunungsitoli yang banyak dihuni pemukim [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Tionghoa]] yang menjalin perdagangan dengan orang lokal. Hubungan para pendatang dengan kolonial cukup baik dan mereka mendapat perlindungan dari tentara Belanda terhadap ancaman ''emali.{{Sfn|Modigliani|1890|p=71|ps="Intanto (1876) arrivavano di sovente a Sitoli i reclami dei villagi malesi stabiliti lungo la costa orientale presso G. Lembui, perchè gli abitanti del vicino distretto di Iraòno lasse, nelle loro scorrerie a caccia di teste umane erano scesi a compire i loro assassinî su gente di quei pacifici villaggi."}}'' Di daerah pedalaman yang sulit dijangkau, terlebih di Nias bagian selatan, para prajurit lokal selalu mengadakan perlawanan atas kedatangan mereka di pulau.{{Sfn|Puccioni|2016|p=55|ps="Pada tahun-tahun berikutnya, Nias Selatan kembali pada kondisi tahun 1840 karena pemerintah Belanda tidak mampu menegakkan kekuasaan dengan cara apapun."}} Pada penjelajahan [[Elio Modigliani]] di Nias pada tahun 1886, praktik berburu kepala sudah ditinggalkan di Nias bagian utara, meskipun banyak masyarakat yang menjadi korban ''emali'' dari selatan.{{Sfn|Puccioni|2016|p=180|ps="Pada zaman itu juga, masyarakat Nias Utara telah meninggalkan budaya pemburuan manusia, walaupun sering menjadi korban para prajurit Nias Selatan."}}
 
Orang Nias melakukan justifikasi terhadap tradisi ini dengan beranggapan bahwa manusia adalah babi peliharaan Tuhan.{{Sfn|Beatty|1992|p=247|ps="-as well as obsolete practices and ideas such as head-hunting and the notion of men being the pigs of God-"}} Hal ini juga terlihat seperti pada tradisi [[ngayau]] [[Suku Dayak]].{{Sfn|Sonjaya|2008|p=41|ps="Konon, yang tampak di depan orang Dayak, suku buruannya adalah binatang yang sudah selayaknya dipenggal."}}
Baris 33:
{{Rquote|right|Ketika salah seorang dari mereka ingin menikah, dia hanya dapat melakukannya jika dia memiliki tengkorak seorang laki-laki dari antara musuh-musuhnya. Jika dia membunuh dua musuh, dia menikahi dua [wanita]; jika dia telah membunuh dua musuh, dia menikahi dua wanita; jika dia telah membunuh lima puluh musuh, dia menikahi lima puluh wanita [sukunya] untuk lima puluh tengkorak [musuh].|[[Sulaiman at-Tajir]]|Voyage du marchand arabe Sulaymân en Inde et en Chine, rédigé en 851, suivi de remarques par Abû Zayd Hasan (vers 916){{Sfn|Sirafi|Sulayman|p=34|ps=(terjemahan bebas)}}}}
 
== Fungsi ==
=== Pelayan roh ===
Kepala manusia biasanya dimintakan oleh seorang ayah kepada putra sulungnya untuk disertakan ke dalam kubur sebagai pelayannya.{{Sfn|Beatty|1992|p=43|ps="(..) were in the care of the eldest son. It was usually he who was instructed by the dying father to obtain human heads for the funeral ceremony."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=230|ps="(...), a head might be taken for a funeral ovasa at which a stone was erected by the deceased man's successor."}}
Baris 51:
Beberapa [[Hoho|kisah]] tentang perburuan kepala menyebar di masyarakat Nias.
 
Di Nias selatan, terdapat kisah tentang Awuwkha yang [[menhir]] kuburnya berdiri di [[Sifalago Gomo, Boronadu, Nias Selatan|Sifalagö Gomo]]{{Sfn|Sonjaya|2008|p=63|ps="Di antara batu-batu itu, yang paling menarik perhatian saya adalah sebuah behu berukuran sangat besar. (...) Oleh karena ukurannya yang besar itu, saya sangat tertarik untuk menelusuri asal-usulnya. (...), bernama Awuwukha.}}{{Sfn|Horor|2011|p=80|ps="Menhir Awuwukha merupakan situs yang terbuat dari batu."}} Dituturkan bahwa seorang pemuda tinggal bersama ibu dan tujuh orang saudaranya di [[Börönadu]] sekitar seratus lima puluh tahun lalu.{{Sfn|Afif|2018|p=176|ps="Menurut Sonjaya (2008:63), Awuwukha hidup sekitar lima generasi (setiap generasi sama dengan 25 tahun) lalu. Sementara menurut Thomsen (dalam Zebua, 2008), Awuwukha hidup jauh lebih lama, yaitu sekitar tujuh generasi yang lalu."}} Pada suatu hari, seorang pemuda dari kampung Susua mengajak warga Börönadu untuk menghadiri pelaksanaan pesta ''owasa'' di kampung mereka. Saat melewati rumah Awuwukha, ibu Awuwukha meneriaki pemuda tersebut dengan menghina kemaluannya. Pembawa pesan tersebut marah lalu kembali ke Börönadu. Beberapa hari kemudian, dia datang lagi ke Börönadu bersama beberapa pemuda kampungnya untuk membalas kemarahannya dengan membakar rumah sang pemuda dan saudaranya. Mereka juga membakar lumbung padi milik seorang tokoh adat bernama Laimba. Si pemuda hanya bisa menyaksikan kejadian tersebut tanpa berbuat apa-apa.<ref name=":1" /> Di depan ibunya, pemuda tersebut bersumpah akan memenggal kepala orang-orang yang terlibat dalam pembakaran tersebut. Meski tidak disetujui ibunya dan Laimba, dia nekat pergi untuk memenuhi janjinya menuju Susua. Beberapa hari kemudian, si pemuda pulang dengan membawa karung berisi belasan kepala manusia. Hal ini membuat Laimba takut akan terjadi pertumpahan darah selanjutnya. Para penduduk Susua menyusun rencana untuk membunuh sang pemuda, namun selalu gagal karena kekuatannya dalam bertarung. Kehebatan si pemuda pun tersiar di seluruh Nias dan dia dikukuhkan sebagai tokoh melalui ''owasa'', upacara tertinggi di masyarakat Nias. Dia diberi gelar ''Awuwukha'' yang berarti 'jurang yang terjal'.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=65|ps="Awuwukha adalah gelar yang diperoleh saat penyelenggaraan pesta tersebut. Nama itu berarti "jurang yang terjal" (...)"}} Perkataan seseorang yang telah menunaikan ''owasa'' secara otomatis akan menjadi hukum.<ref name=":1" /> Menjelang kematiannya, Awuwukha berpesan bahwa ia ingin dikuburkan bersama lima orang yang akan melayaninya di alam kubur. Masing-masing bertugas menyiapkan minum, menyiapkan makanan, membuat [[Tradisi bersirih|sirih pinang]], memijat, dan menjagai kuburnya. Anak-anaknya segera mencarikan lima kepala untuk penguburan Awuwukha.{{Sfn|Afif|2018|p=179|ps="Hal ini berarti anak-anak Awuwukha harus melakukan mangai binu, karena tak kuasa menolak wasiat leluhur."}}<ref name=":1" />
 
Sementara itu, di Nias bagian utara terdapat kisah tentang bersaudara Gondiu dan Latitia. Gondiu lahir di Boto Niha Yöu, sementara Latitia di Mazingö. Ketika mereka beranjak dewasa, mereka berselisih dan berencana untuk saling memburu kepala. Pada suatu hari, mereka berjanji untuk berduel di Gunung Botombawo yang terletak di tengah pulau. Mereka saling menyerang dari jarak jauh namun gagal. Ketika mereka berdua mendekat untuk saling menyerang lagi, entah bagaimana, tubuh mereka saling menempel sehingga tidak dapat bergerak. Mereka memutuskan untuk berdamai dan beristirahat. Mereka kemudian menanam pinang dan sirih untuk membuat campuran yang bisa dikunyah. Tanaman tesebut berbuah lebat dan mereka berhenti memburu kepala dengan beralih profesi sebagai petni.{{Sfn|Modigliani|1980|p=212-213|ps=}}
Baris 59:
Orang Nias memahat patung berbentuk ''binu'' guna menghormati arwah para korban buruan. Patung ini disebut ''adu mbinu''. ''Adu'' berarti patung dan ''mbinu'' adalah bentuk mutasi dari kata ''binu.''{{efn|name=mutasi}}
 
== Catatan ==
=== Catatan kaki ===
{{notes