Narakasura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Krishna Narakasura.jpg|right|thumb|300px|Ilustrasi dari kitab ''[[Bhagawatapurana]]'' yang menggambarkan adegan [[Kresna]] dan [[Satyabama]] menyerang pasukan Narakasura.]]
'''
Ayah dari Naraka adalah [[Waraha]], salah satu [[awatara]] [[Wisnu]] saat menolong bumi dari bencana yang disebabkan oleh [[Hiranyaksa]]. Akan tetapi karena kejahatannya, Naraka kemudian tewas di tangan awatara Wisnu lainnya, yaitu [[Kresna|Sri Kresna]].
Kisah kematian Narakasura di tangan [[Kresna]] juga ditemukan dalam sastra [[bahasa Jawa Kuna|Jawa Kuna]] berjudul ''[[Kakawin Bhomakawya]]'', yang ditulis pada zaman kerajaan-kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]]. Selain itu, Boma Narakasura juga dikenal dalam [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]] sebagai raja Kerajaan Trajutrisna, yang tewas di tangan Kresna.▼
▲
== Versi ''Bhagawatapurana'' ==
Beberapa sumber dari [[India]]
Setelah peristiwa tersebut, Waraha menikahi Pertiwi (perwujudan Bumi). Dari perkawinan itu lahir Naraka yang berwujud ''[[asura]]''. Ditinjau dari wujudnya, muncul pendapat lain bahwa Naraka bukan putra Wisnu, melainkan putra Waraha.
Menurut kitab ''[[Bhagawatapurana]]'', Narakasura memerintah Kerajaan Pragjyotisha dengan kejam dan mengalahkan banyak raja serta menawan puteri mereka, bahkan juga para [[Dewa (Hindu)|dewa]]. Karena merasa resah, [[Indra]] raja kahyangan melaporkan kejadian tersebut kepada [[Kresna]]. Kresna berhasil mengalahkan Narakasura dengan menggunakan senjata [[Cakra Sudarsana]]. Setelah itu ia pun membebaskan para raja dan putri yang ditawan oleh Narakasura. ▼
▲
Kresna kemudian mengangkat putera Narakasura yang bernama [[Bhagadatta]] untuk menjadi raja Pragjyotisha yang selanjutnya. tokoh Bhagadatta ini memihak [[Korawa]] ketika meletus [[perang di Kurukshetra|perang besar di Kurukshetra]]. Ia akhirnya tewas di tangan [[Arjuna]].▼
▲Kresna kemudian mengangkat putera
== Versi Pewayangan Jawa ==▼
Menurut [[wayang|pewayangan]] [[Jawa]], Boma Narakasura adalah putra [[Wisnu|Batara Wisnu]] dengan [[Pertiwi|Batari Pertiwi]]. Ia dilahirkan di Kahyangan Ekapratala tempat tinggal Batara Ekawarna, kakeknya dari pihak ibu. Nama kecil Boma adalah Sitija, dan memiliki adik perempuan bernama Sitisundari.▼
== Versi ''Bhomakawya'' ==
Setelah dewasa, Sitija diminta para dewa untuk mengalahkan pamannya sendiri, bernama Bomantara yang berani menyerang kahyangan. Dalam pertempuran tersebut Sitija berhasil membunuh Bomantara. Roh Bomantara kemudian bersatu dalam diri Sitija sehingga menambah kekuatannya. ▼
Kisah kematian Naraka dalam naskah ''[[Bhagawatapurana]]'' disadur dan dimodifikasi oleh pujangga [[Jawa]] dengan judul ''[[Kakawin Bhomakawya|Bhomakawya]]'', atau "Kematian Boma". Naskah ini menggunakan [[bahasa Jawa Kuna]] dan ditulis pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]] di Jawa.
Naraka atau Boma dikisahkan sebagai raja kejam dari [[Kerajaan Pragjyotisha]] yang suka mengganggu para pertapa. Ia memiliki seorang istri cantik bernama Yadnyawati, reinkarnasi seorang bidadari kahyangan. Perkawinan keduanya kurang harmonis karena Yadnyawati selalu berusaha menghindari suaminya itu.
[[Kresna]] raja [[Dwaraka|Kerajaan Dwarawati]] mengirim putra sulungnya yang bernama [[Samba (tokoh Mahabharata)|Samba]] untuk melindungi para pertapa dari serangan para prajurit Boma. Dengan bantuan seorang bidadari bernama Tilottama, Samba berhasil menyusup ke dalam istana Pragjyotisha dan menemui Yadnyawati.
Kisah selanjutnya ialah Boma menyerang Kerajaan Dwarawati karena Samba telah membawa lari Yadnyawati. Dalam suatu pertempuran Boma berhasil menewaskan Samba. Namun ia sendiri akhirnya tewas di tangan Kresna.
Setelah perang berakhir, Kresna menghidupkan Samba kembali. Samba kemudian menikahi Yadnyawati dan keduanya hidup bahagia.
▲== Versi Pewayangan Jawa ==
▲
▲Setelah dewasa, Sitija diminta para dewa untuk mengalahkan pamannya sendiri,
Sitija kemudian menjadi raja Kerajaan Surateleng bergelar Boma Narakasura. Negeri peninggalan Bomantara tersebut kemudian diganti namanya menjadi Trajutrisna. Boma mendengar bahwa ayahnya, yaitu Wisnu, telah terlahir ke dunia sebagai manusia bernama [[Kresna]] raja Dwarawati. Setelah melalui perjuangan panjang, Boma pun mendapat pengakuan sebagai putra sulung Kresna.▼
▲Setelah kematian Bomantara, Sitija
Boma dalam pewayangan dilukiskan sebagai sosok antagonis yang sering terlibat persaingan dengan [[Gatutkaca]] dari keluarga [[Pandawa]]. Meskipun demikian kematian Boma dalam pewayangan tetap dikisahkan oleh tangan Kresna, "ayahnya" sendiri.▼
▲Boma dalam pewayangan dilukiskan sebagai sosok antagonis yang sering terlibat persaingan dengan [[Gatutkaca]] putra [[Bimasena]] dari keluarga
Kematian Boma dalam pewayangan dimodifikasi dari ''[[Kakawin Bhomakawya]]'' oleh para [[dalang]], terutama [[Ki Narto Sabdo]] sehingga lebih terkesan dramatis. Peristiwa tersebut dinamakan ''Gojalisuta'' atau perang antara ayah melawan anak.▼
▲Kematian Boma dalam pewayangan
Dikisahkan Boma memiliki istri bernama Agnyanawati yang tidak mencintai dirinya. Ia bersedia melayani Boma sebagai suami asalkan dibuatkan jalan raya lurus tanpa berbelok dari Trajutrisna menuju negeri kelahirannya, yaitu Giyantipura. Boma merasa bimbang karena jalan tersebut pasti menerobos bukit Gandamadana, tempat leluhur Kresna dimakamkan.▼
▲
Atas pertimbangan ibunya, Boma akhirnya memutuskan untuk menolak permintaan Agnyanawati, bahkan ia bersedia menceraikan istrinya itu. Ternyata Agnyanawati telah dilarikan [[Samba]], putra Kresna yang lahir dari Jembawati. Namun Boma merelakannya. Bahkan ia berencana untuk menikahkan keduanya.▼
▲Atas pertimbangan ibunya, Boma akhirnya memutuskan untuk menolak permintaan Agnyanawati, bahkan ia bersedia menceraikan istrinya itu. Ternyata Agnyanawati telah dilarikan oleh [[Samba (tokoh Mahabharata)|Samba]], putra Kresna yang lahir dari [[Jembawati]]. Namun Boma merelakannya
Utusan Boma yang bernama Pancadnyana datang meminta kepada Kresna supaya menyerahkan Samba dan Agnyanawati. Kresna merestuinya, namun [[Arjuna]] mencurigai keputusan Boma. Tanpa sepengetahuan Kresna, Arjuna mengirim surat tantangan agar Boma merebut Samba dan Agnyanawati dengan pertempuran.▼
▲
Boma marah membaca surat tantangan Arjuna. Ia pun memimpin pasukan menyerbu Kerajaan Dwarawati. Karena dihasut kendaraannya yang berwujud burung raksasa bernama Wilmana, Boma pun tega membunuh Samba dan Agnyanawati dengan cara memotong-motong tubuh mereka.▼
▲Boma marah membaca surat tantangan Arjuna. Ia pun memimpin pasukan menyerbu Kerajaan Dwarawati.
Perang besar pun meletus. Arjuna mundur setelah dipermalukan di depan umum karena pakaiannya robek terkena senjata Boma. Boma kemudian terlibat pertempuran sengit melawan Gatutkaca yang memihak Dwarawati.▼
▲
Kresna muncul dan menyesali terjadinya perang. Ia pun melepaskan senjata [[Cakra Sudarsana]] ke angkasa agar para prajurit yang sedang berperang mengetahui kehadirannya dan segera menghentikan perang. Namun Boma justru mengalami kecelakaan. Burung Wilmana yang dikendarainya silau melihat kilauan Cakra Sudarsana sehingga ia terbang menabrak senjata tersebut. Akibatnya, Wilmana sekaligus Boma sama-sama tewas dengan tubuh hancur karena menabrak senjata Cakra.▼
▲Kresna muncul dan menyesali terjadinya perang. Ia pun melepaskan senjata [[Cakra Sudarsana]] ke angkasa agar para prajurit yang sedang berperang mengetahui kehadirannya dan segera menghentikan
Berbeda dengan ''Bhomakawya'', dalam versi ini Kresna tidak menghidupkan Samba kembali. Ia merelakan kedua putranya tersebut tewas sebagai korban Perang Gojalisuta.
[[Kategori:Tokoh yang
[[en:Narakasura]]
|