Mangai binu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 44:
Tradisi ''mangai binu'' awalnya terlaksana atas beberapa alasan, yaitu alasan magis dan pendirian fondasi bangunan.
 
Kepala manusia biasanya dimintakan oleh seorang ayah kepada putra sulungnya untuk diletakkan di sebelah mayatnya sebagai pelayan di alam baka. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa putranya tersebut akan menerima roh kepemimpinan setelah ayahnya meninggal. Jika putra sulung tidak bisa, maka sang ayah akan memilih putra lain untuk menjalankan tugas tersebut.{{Sfn|Frazer|1922|p=294|ps="But it from any bodily or mental defect the eldest son is disqualified for ruling, the father determines in his lifetime which of his son shall succeed him.}} Dalam [[Upacara pemakaman|upacara kematian]] tradisional, orang tua tidak dikubur dan tubuhnya rutin dibersihkan. Ketika daging yang melekat pada tubuh mayat telah habis, tengkoraknya akan ditanam di bawah sebuah [[megalit]] yang didirikan di depan rumahnya. Mukanya diletakkan menghadap rumah dan dikuburkan bersama ''binu''.{{Sfn|Beatty|1992|p=43|ps="(..) were in the care of the eldest son. It was usually he who was instructed by the dying father to obtain human heads for the funeral ceremony."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=230|ps="(...), a head might be taken for a funeral ovasa at which a stone was erected by the deceased man's successor."}}{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=156|ps="Setelah daging yang melekat pada mayat itu habis, (…), lalu ditanam di bawah ''behu'' (batu berdiri). (…). Muka tengkorak itu menghadap ke depan rumah dan di antara tengkorak itu diletakkan binu untuk keperluan sebagai bantal, pembantu, penjaga."}} Kepala banua meninggal {{Sfn|Modigliani|1890|p=282|ps="}}<!-- diisi -->Tujuan dari pengayauan''mangai binu'' adalah untuk mengambil jiwa orang mati, atau kekuatan hidup, korban dan untuk menawarkannya sebagai hadiah kepada roh-roh. Dengan cara ini, kepala sukukeluarga memperoleh semacam jaminan untuk kehidupan setelah kematiannya. Jiwa korban juga berfungsi sebagai pengganti jiwa orang sakit dan digunakan untuk menyembuhkan yangorang sakit dan menenangkan roh pendendam, yang diduga menyebabkan penyakit.{{Sfn|Schröder|1917|p=|ps="}}{{Sfn|Kruijt|1906|p=294-295}}{{Sfn|Zwaan|1913|p=110|ps="}}<!-- diisi --><!-- diisi -->
 
''Binu'' juga disertakan dalam pembangunan fondasi banyak bangunan seperti rumah seorang pemimpin ([[Omo Sebua|''omo sebua'']]) dan ''bale/osali.'' Pendirian megalit seperti bangku batu di depan rumah pemimpin (''darodaro''), batu tempat pengadilan (''harefa''), dan batu ''[[Fahombo|hombo]]'' juga sama''.'' Dipercaya bahwa fondasi dengan ''binu'' dan tubuh seorang anak kecil, tumpukan batu akan berdiri kokoh.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2508078/kisah-emali-pemburu-kepala-manusia-untuk-teman-di-alam-kubur|title=Kisah Emali, Pemburu Kepala Manusia untuk Teman di Alam Kubur|last=Liputan6.com|date=2016-05-27|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref> Pendirian megalit paling jelas terlihat pada ''owasa'' pemberian gelar pelaksana pesta.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210b|ps="Quando un Capo assume un nome più glorioso, che lo debba rendere maggiormente conosciuto.(...)}} Dalam ''owasa'' tersebut, didirikan megalit sejumlah satu hingga enam sekaligus. Pendirian ini mengharuskan persediaan perhiasan emas dan dua ''binu'', satu pria dan satu wanita, dikuburkan di kaki batu terbesar untuk menghormati pelaksana pesta dan menurut tradisi, untuk "mencegah megalit jatuh". Di Nias tengah, jumlah kepala yang dibutuhkan untuk pendirian megalit bisa lebih banyak.<ref name=":4" /> Seorang budak dipenggal dan kemudian dikubur bersama tubuhnya ketika tuannya mengadakan sumpah sakral.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210c|ps="Per dare maggiore forza ad un giuramento inviolabile, nel quale caso si decapita uno schiavo e la sua testa viene poi sotterrata insieme al corpo."}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=477|ps="}}<!-- diisi -->Tak luput pula, penetapan ''[[fondrakö]]'' pendirian suatu banua memerlukan ''binu''.<ref name=":4" />
 
Tujuan ''mangai binufbinu'' kemudian berkembang menjadi penunjukpenanda status sosial. Jumlah ''binu'' yang diperoleh oleh seorang pria menentukan status sosial seorang lelakisosialnya. Terlebih jika dia ingin meminang seorang wanita, dia harus menunjukkan kepala buruannya kepada keluarga calon istri. Keberhasilannya mendapatkan ''binu'' akan dikaitkan dengan keberhasilan orang tua dan leluhurnya dalam membesarkannya sehingga status sosial keluarga juga turut terangkat.<ref name=":0" /> Kepemilikan kepala terkait dengan kekuasaan dan, secara tradisional, pertunjukan kekuasaan berhubungan langsung dengan pelaksanaan ''owasa''. ''Binu'' adalah komoditas yang mahal sehingga kepemilikan dan penggunaannya berada di luar jangkauan orang banyak. Pengambilan kepala adalah praktik yang secara langsung mengarah pada unjuk status sosial karena, seperti memiliki budak, kepemilikan ''binu'' berarti seseorang memiliki sarana finansial untuk memperolehnya.{{Sfn|Sundermann|1905|p=345–54, 408–31, 442–60|ps="}}<!-- diisi -->
 
== Peningalan ==
[[Fangesa Sebua|Masuknya Kekristenan di Nias]] menyadarkan masyarakat untuk tidak lagi melanjutkan tradisi ini, terlebih ketika Belanda akhirnya mampu memaksakan kekuasaannya di Nias. Para ''emali'' tidak melanjutkan perburuan karena takut berbuat ''horö'' '[[Dosa (Kristen)|dosa]]' dan hukuman dari pihak kolonial.{{Sfn|Beatty|2019|p=77|ps="Translation preempted the present by rewriting the past. (...) Horö "war," "enmity," "crime," becomes "sin." "}}{{Sfn|Suzuki|1959|p=3|ps="The usual reasons for sending apunitive force to Nias was in order to put down skirmishes which arose out of headhunting parties or slave raids."}} Kasus ''mangai binu'' terakhir dicatat oleh Puccioni pada tahun 1998.{{Sfn|Puccioni|2016|p=346|ps="Kasus terakhir yang saya dengar terjadi tahun 1998 (...)."}} Namun, pemenggalan kepala dengan motif perebutan [[harga diri]] masih terjadi.{{Sfn|Afif|2018|p=183c|ps="(...), pemenggalan kepala saat ini lebih banyak disebabkan oleh pertikaian dalam mempertahankan harga diri."}} Sonjaya dalam bukunya ''Melacak batu menguak mitos'' menceritakan bahwa dia masih mendengar berita pembunuhan dengan kepala korban dibelah di Gomo hingga tahun 2008.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=71|ps="Dalam minggu pertama di Börönadu, saya mendengar ada pemenggalan kepala di desa tetangga hanya gara-gara memperebutkan pohon rambutan. Setelah mencoba menggali informasi mengenai kejadian itu, ternyata pembunuhan itu lebih berlatar belakang harga diri ketimbang pohon rambutan itu sendiri."}} Ketakutan akan ''emali'' di zaman dulu juga menyisakan kebiasaan pada beberapa penduduk. Beberapa keluarga melarang anak-anak kecil bermain di luar rumah pada malam hari dan beberapa pemuda Nias selalu membawa senjata tajam ketika keluar rumah di malam hari sebagai bentuk kewaspadaan.{{Sfn|Afif|2018|p=183b|ps="Hal ini juga bisa dilihat dari cara para lelaki dewasa di Nias ketika akan berpergian di malam hari. Mereka selalu membawa senjata tajam untuk jaga diri."}}<ref>{{Cite journal|last=Laiya|first=Juang Solala|date=2017/12|title=Discourse Analysis on the Representation of Poverty in Southern Nias Culture|url=https://www.atlantis-press.com/proceedings/icosop-17/25892140|language=en|publisher=Atlantis Press|doi=10.2991/icosop-17.2018.87|isbn=978-94-6252-477-4}}</ref>