Masjid Syuhada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nuralift (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Nuralift (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 15:
Setelah terbentuk susunan panitia yang rapi, anggota panitia kemudian berunding untuk memutuskan lokasi yang cocok didirikan [[Masjid]] Syuhada. Pada waktu itu, ada tiga pilihan yang ditawarkan, yaitu lapangan Widoro yang saat ini berdiri kantor [[Telkom Indonesia]] di [[Yogyakarta]]; lapangan sebelah barat [[SMA Negeri 3 Yogyakarta]]; dan tanah yang di atasnya telah berdiri bangunan gedung dinas purbakala. Setelah berdiskusi panjang lebar, mereka akhirnya memutuskan untuk membangunnya di pilihan ke-3.
 
Bangunan Masjid Syuhada kemudian berada di antara Jalan Batanawarsa, [[Kali Code]] dan Tidar. Lebih jelasnya, di sebelah barat bersebelahan dengan [[Kali Code]], di bagian timur bersebelahan dengan Jalan Batanawarsa, dan Tidar. Dalam perkembangannya, [[Sri Sultan Hamengkubuwono VIIIX]] juga membebaskan tanah seluas 2000 m2 di depan [[masjid]] untuk dibangun asrama. Bangunan asrama tersebut juga disusul dengan berdirinya bangunan-bangunan lembaga lain di sekitar [[masjid]] yang kemudian membuat Masjid Syuhada berintegrasi dengan lembaga-lembaga yang ada.
 
Dalam perkembangan pembangunan [[masjid]], Mr. Asaat sebagai ketua panitia juga menghadap [[Presiden Soekarno]] yang pada waktu itu masih berada di [[Yogyakarta]]. Mr. Asaat menyampaikan rencana pembangunan [[Masjid]] Syuhada di Kotabaru dan disambut dengan sangat positif oleh [[Presiden Soekarno]]. Seperti yang diketahui, Presiden Soekarno selalu menginginkan kemewahan dan kemegahan. Maka, Beliau juga menginginkan agar Masjid Syuhada dibangun dengan megah. Namun demikian, Beliau menyindir Mr. Asaat terkait konsep pembangunan masjid yang menurutnya masih serupa dengan langgar kecil, bukan masjid jami’ sebagaimana yang dikatakan. Hal itu membuat Mr. Asaat beserta anggota panitia 17 lainnya bekerja lebih keras untuk mencari sumber dana serta memperbaiki konsep pembangunan [[masjid]] agar menjadi megah sebagaimana yang dikatakan oleh [[Presiden Soekarno]]. Hal itu juga diamini oleh tokoh-tokoh bangsa lainnya yang kemudian juga memberikan berbagai macam dukungan untuk kelancaran pembanguan Masjid Syuhada.<ref name=":2" />
Baris 21:
Membangun sebuah [[masjid]] yang megah sebagaimana yang dikatakan oleh [[Presiden Soekarno]] bukanlah hal yang mudah, terutama di tengah kondisi bangsa yang masih belum stabil paska-kemerdekaan. Terlebih lagi menyoal keuangan negara, [[Indonesia]] tentu belum cukup mampu untuk mendirikan bangunan masjid semacam itu. Namun demikian, para panitia bekerja keras untuk mengimpun dana dari para dermawan dan hartawan di Yogyakarta. Para tokoh-tokoh bangsa pun tidak sedikit yang memberikan harta bendanya demi lancarnya pembangunan [[Masjid]] Syuhada, termasuk Presiden Soekarno sendiri. Pada saat itu, panitia memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan Masjid Syuhada adalah sekitar 1 juta rupiah. Namun demikian, total pengeluaran yang ada ternyata lebih dari 1,2 juta rupiah. Pengeluaran itu hanya mampu mencakup bangunan masjid (material), belum termasuk perlengkapan di dalam masjid seperti sajadah, mimbar, kipas angin, dan lain sebagainya. Terlebih lagi, panitia pembangunan [[masjid]] juga tidak dibayar sedikit pun. Mereka yang kebanyakan adalah pra tokoh bangsa dan masyarakat bahkan mengeluarkan pengeluaran pribadinya untuk pembangunan Masjid Syuhada. Dalam prosesnya, pembangunan [[Masjid]] Syuhada juga tidak membayar kontraktor khusus. Seluruh proses pembangunan murni dikerjakan oleh rakyat [[Yogyakarta]] sendiri. Mereka menyadari betul, keuangan dan ekonomi negara sedang tidak kondusif. Pada saat itu, Kepala Pembangunan Nasional, Supomo, didampingi oleh penasihat teknik dari ''N.V. Associatie'' Jakarta bernama Ir. R. Feenstra bertanggung jawab untuk mengawasi pembangunan [[masjid]]. Sementara itu, H.M. Zaini W.S. dan kawan-kawan diberikan tanggung jawab untuk mencari alat, bahan, dan pekerja (tukang) yang akan mengerjakan pembangunan [[masjid]].<ref name=":1" />
 
Kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1950, dilakukan peletakan kiblat pertama yang dipimpin oleh K.H. Badawi. Peletakan kiblat menjadi sangat penting sebelum pembangunan [[masjid]] dilakukan, karena berkaitan dengan arah shalat. Pada tanggal 23 September 1950, peletakan batu pertama oleh [[Sri Sultan Hamengkubuwono VIIIX]] yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia, dilaksanakan. Peletakan batu pertama juga dihadiri oleh [[Sjafruddin Prawiranegara]] dan [[Paku Alam VIII]] yang membacakan amanat dari Presiden Soekarno yang berhalangan hadir dalam kesempatan itu. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya pada tanggal 20 September 1952, Masjid Syuhada selesai dibangun dan diresmikan. Kegiatan peresmian [[Masjid]] Syuhada dihadiri oleh [[Presiden Soekarno]], para menteri, dan para duta besar negara Islam. Setelah kegiatan peresmian berupa pengguntingan pita berlangsung, mereka melakukan Shalat Dhuhur berjamaah di dalam [[masjid]] yang dilanjutkan dengan kegiatan berjalan-jalan di sekitar [[Masjid]] Syuhada untuk menikmati kemegahan yang ada.<ref>http://eprints.uny.ac.id/21705/5/5.%20BAB%20III.pdf</ref>
 
== Falsafah Bangunan Masjid ==