Mangai binu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Swarabakti (bicara | kontrib)
k menyusun ulang bagian, kalau kurang tepat boleh dibalikkan
Baris 3:
'''Mangai binu''' atau '''mangani binu''' adalah tradisi [[Pemburuan kepala|berburu kepala]] oleh ''emali'' di [[Pulau Nias]], [[Sumatra Utara|Sumatera Utara]]. Tradisi ini awalnya merupakan bentuk penghormatan terhadap leluhur namun di kemudian hari berkembang sebagai penanda [[status sosial]].{{Sfn|Afif|2018|p=175|ps=: "(...), di Nias juga terdapat tradisi penghormatan terhadap leluhur yang disebut mangani binu atau tradisi memburu kepala."}} Istilah lain seperti ''möi ba danö, mofanö ba danö, mangai hög''ö'', ''dan ''möi emali'' juga digunakan selain ''mangai binu''. Orang yang menjalankan tradisi ini disebut ''emali.'' Tradisi ini telah ditinggalkan oleh masyarakat Nias seiring dengan masuknya pengaruh [[Kekristenan]] ke daerah Nias.
 
== DekskripsiEtimologi ==
''Mangai'' (atau ''mangani'' dalam dialek selatan) dalam [[bahasa Nias]] berarti 'mengambil', sementara ''binu'' dahulu adalah istilah untuk segala benda yang berhubungan dengan pesta ''owasa'', namun mengalami [[Perubahan makna|penyempitan arti]] sebagai kepala manusia hasil buruan (yang juga digunakan dalam pelaksanaan ''owasa'')''.''{{Sfn|Suzuki|1959|p=105|ps=: "Now the term BINU in Nias is applied to mean a slave who is sacrified for the OWASA and other important ceremonies, and also refers to the head taken for this same purpose by professional headhunters, but at the same time, means "property in general!!"}} ''Högö'' adalah istilah untuk kepala manusia secara umum. Istilah kiasan seperti ''möi ba danö'' 'pergi ke ladang''', mofanö ba danö'' 'berangkat ke ladang' digunakan untuk memperhalus. Istilah ''möi'' 'pergi melakukan' ''emali'' juga digunakan.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://tirto.id/cerita-memburu-kepala-di-nias-cycj|title=Cerita Memburu Kepala di Nias|last=Raditya|first=Iswara N.|website=tirto.id|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref> ''Emali'' yang berarti 'berteriak dalam ketakutan' adalah sebutan untuk pelaku tradisi ini, menggambarkan teror yang disebabkan olehnya.{{Sfn|Beatty|2019|p=71|ps=: "(...), was the headhunter, emali. (In Niasan, to scream in terror," fa'emali, means "to shout headhunter.")"}}
 
== Latar belakang ==
Suku Nias secara tradisional gemar berperang meskipun pertanian telah berkembang. Masyarakat lebih mementingkan budaya perang dan membuat perlengkapan senjata seperti tombak, pedang, [[Baluse|perisai]], [[Baru Öröba|baju besi]] daripada bertani dan membuat peralatan pertanian. Mereka melindungi banua dengan membangun rumah-rumah mereka di atas bukit dan menanam semak-semak beracun di sekeliling atau di parit. Gerbang banua biasanya ditutup pada malam hari dan rutin diadakan pengawasan karena kekhawatiran akan serangan musuh. Lingkungan yang penuh bahaya ini meresap ke seluruh struktur sosial dan politik orang Nias.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Viaro|first=Mario Alain|year=2001|title=Ceremonial Sabres of Nias Headhunters in Indonesia|url=https://archive-ouverte.unige.ch/unige:26443|journal=Arts et cultures|language=en|volume=3|issue=|page=150-171|pages=150|doi=|issn=1264-5265}}</ref> Salah satu alasan untuk berperang melawan banua lain adalah untuk mendapatkan budak dan menjarah harta mereka, terlebih perhiasan [[emas]]. Seseorang yang memiliki emas (''so'aya'') dianggap berstatus tinggi sampai-sampai mereka dianggap setara dengan dewa (''So'aya'').{{Sfn|Hämmerle|2008|p=12|ps=: "Das niassische Wort so' aya, womit nun in den christlichen Kirchen Gott, der HERR bezeichnet wird, bedeutet im Grunde genommen nur dies: jener, der Goldschmuck hat ( aya: Schmuck)."}} Prajurit musuh yang kalah akan dipenggal kepalanya atau dijadikan budak. Para penjelajah yang datang ke Nias selalu menceritakan keadaan perang abadi di sana.<ref name=":4" /> Kebiasaan orang Nias membangun banua di perbukitan yang susah dijangkau bisa jadi sebagai upaya untuk melindungi dan menghindari diri dari jangkauan para ''emali''.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=53|ps=: "Tradisi mangani binu (memburu kepala) makin mengukuhkan sikap ini sehingga masing-masing kampung terisolir oleh emali (pemburu kepala).}}
 
Dahulu, pendidikan berpusat pada perang dan kekerasan. Di selatan pulau, para pemuda berlatih sejak kecil untuk melompati [[Fahombo|batu ''hombo'']] setinggi dua meter atau membersihkan selokan yang diisi dengan bambu yang tajam.<ref name=":4" /> Seorang laki-laki baru dianggap dewasa dan boleh masuk ke dalam ''osali'' setelah dia menjadi ''iramatua''.{{Sfn|UCLA|1985|p=76|ps=: "In order to st in the bale a person must have the title fobinu, which means "owner of a head."}} ''Iramatua'' adalah gelar yang diberikan kepada seorang pemuda setelah dia berhasil memperoleh setidaknya satu kepala untuk digantung di ''osali.''{{Sfn|Skira|2000|p=44|ps=: "In such circumstances the skulls were hung under the house, before being put up in the men's assembly house (bale or osali)."}} Seorang pemuda yang kembali membawa kepala manusia akan dielu-elukan sebagai seorang pahlawan melalui sebuah pesta yang mengorbankan banyak babi. Pada kesempatan tersebut, kepala banua akan memberikan ''[[kalabubu]]'' kepada si pemuda sebagai tanda bahwa dia sudah menjadi seorang ''Iramatua''.{{Sfn|Marschall|2013|p=128|ps=: "Ihre Berichte von den Kopfjägern von Nias und den kakabubu als Zeichen eines erfolgreichen Kopfjägers, (...)"}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=214|ps=: "Almeno una vittima devono essi avere sulla coscienza ed almeno un cranio devono aver appeso sotto la tettoia dell'osalè per arricchire la colezzion del villagio, prima di potersi chiamare guerrieri, Iramatúa, "}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=215|ps=: "Una gran festa, nella quale soglionsi uccidere molti maiali, deve celebrare quel fausto avvenimento ed il Capo villagio nell'ammettere il giovane tra gli Iramatua, gli da in dono il Calabubu , collare d'onore di cui d'ora innanzi egli può fregiarsi al pari dei più anziani guerrieri"}} Para [[misionaris]] yang datang ke Nias nantinya mengakali kebiasaan uji kedewasaan tersebut dengan cara lain, seperti olahraga ''[[fahombo]]''.{{efn|name=fahombo}}<ref name=":1" />
 
Orang Nias percaya bahwa ada [[kehidupan setelah kematian]], sehingga kematian seseorang perlu disiapkan sebaik mungkin. Agar dapat hidup dengan nyaman, maka orang yang meninggal membutuhkan pelayan. Dipercaya, ''binu'' memiliki jiwa dan orang yang memilikinya adalah tuan atas jiwa pemilik kepala tersebut.{{Sfn|Modigliani|1890|p=214b|ps=: "I selvaggi che cacciano teste credono che " il padrone del cranio è nell'altra vita padrone della persona, o meglio dell' anima dell'ucciso „3). Il conservarne il cranio quindi non è che il segno esterno del possesso (...)"}} Tengkorak yang disertakan dalam penguburan dipercaya akan menjadi pelayan di alam baka.{{Sfn|Modigliani|1890|p=214c|ps=: (...), che da un vivo in favore di se stesso e sempre dev'essere inteso come modo di procurare dei servi nella vita futura al morto oa sè stesso, (...)}} Orang Nias melakukan justifikasi terhadap tradisi ini dengan beranggapan bahwa manusia adalah babi peliharaan Tuhan.{{Sfn|Baaren|1955|p=6|ps=: "On the Island Nias the people call themselves the pigs of Lature. Every time the god kills a pig, a man dies."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=247|ps=: "-as well as obsolete practices and ideas such as head-hunting and the notion of men being the pigs of God-"}} Hal yang sama terlihat pada tradisi [[ngayau]] [[Suku Dayak]].{{Sfn|Sonjaya|2008|p=41|ps=: "Konon, yang tampak di depan orang Dayak, suku buruannya adalah binatang yang sudah selayaknya dipenggal."}} Tradisi perburuan kepala juga terlihat pada suku-suku [[Rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]], kerabat suku Nias, lainnya.{{Sfn|UCLA|1985|p=36|ps=: "Among all Austronesians the head is the locus power in the human body; it was there for the most potent offering possible."}}
 
== Deskripsi ==
=== Persiapan ===
[[Berkas:Adu Siraha Horö.jpeg|jmpl|Adu Siraha Horö, patung pembersih dosa|pra=Special:FilePath/Adu_Siraha_Horö.jpeg]]
Baris 24 ⟶ 32:
Jika ''binu'' diperoleh dari hasil perang, maka kepala kelompok musuh akan dipasang di atas sebuah monumen batu tinggi sementara kepala para prajuritnya akan dikubur.{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=49|ps=: "(…), biasanya kepala yang digantung adalah kepala dari pemimpin musuh dan yang dikubur adalah kepala dari kelompok masyarakat biasa."}} Dalam kasus lain, ''binu'' musuh yang tewas saat perang atau sempat menjadi tawanan digantung di rumah pertemuan dan ibadah, ''osali'' (di selatan Nias disebut ''bale'').{{Sfn|Modigliani|1890|p=210|ps=: "Quando un nemico è fatto prigioniero o ucciso in guerra; la sua testa viene allora appesa sotto l'osalè."}} Sebuah ''binu'' yang digantung akan terlebih dulu dihias dengan serabut daun [[enau]] yang ditempel sebagai rambut dan janggut beserta dua potong bambu dengan potongan [[spiral]] untuk dikaitkan sebagai anting.{{Sfn|Modigliani|1890|p=217|ps=: "(...)al quale sono stati apposti i capelli e la barba ben imitati con filamenti di Arenga saccharifera e due pezzi di legno fregiati di una linea a spirale che furono infitti nella regione dell'orecchio(...)}}<!-- diisi; gaje --> Bagian tubuh korban lainnya digunakan prajurit sebagai hiasan diri dan peralatan mereka. Mereka menggulung dan mengikat rambut korban ke tombak besi mereka dan menggunakan tulang lengannya untuk menghiasi anting mereka.{{Sfn|Modigliani|1890|p=217b|ps=: "(...)e si pavoneggiano di poter tornare uno dei loro orecchini (fig. 123) con sezioni d' osso (forse d'omero) molto probabil- mente umano."}}
 
== Latar BelakangTujuan ==
Tradisi ''mangai binu'' awalnya terlaksana atas beberapa alasan, yaitu alasan magis dan pendirian fondasi bangunan.
Suku Nias secara tradisional gemar berperang meskipun pertanian telah berkembang. Masyarakat lebih mementingkan budaya perang dan membuat perlengkapan senjata seperti tombak, pedang, [[Baluse|perisai]], [[Baru Öröba|baju besi]] daripada bertani dan membuat peralatan pertanian. Mereka melindungi banua dengan membangun rumah-rumah mereka di atas bukit dan menanam semak-semak beracun di sekeliling atau di parit. Gerbang banua biasanya ditutup pada malam hari dan rutin diadakan pengawasan karena kekhawatiran akan serangan musuh. Lingkungan yang penuh bahaya ini meresap ke seluruh struktur sosial dan politik orang Nias.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Viaro|first=Mario Alain|year=2001|title=Ceremonial Sabres of Nias Headhunters in Indonesia|url=https://archive-ouverte.unige.ch/unige:26443|journal=Arts et cultures|language=en|volume=3|issue=|page=150-171|pages=150|doi=|issn=1264-5265}}</ref> Salah satu alasan untuk berperang melawan banua lain adalah untuk mendapatkan budak dan menjarah harta mereka, terlebih perhiasan [[emas]]. Seseorang yang memiliki emas (''so'aya'') dianggap berstatus tinggi sampai-sampai mereka dianggap setara dengan dewa (''So'aya'').{{Sfn|Hämmerle|2008|p=12|ps=: "Das niassische Wort so' aya, womit nun in den christlichen Kirchen Gott, der HERR bezeichnet wird, bedeutet im Grunde genommen nur dies: jener, der Goldschmuck hat ( aya: Schmuck)."}} Prajurit musuh yang kalah akan dipenggal kepalanya atau dijadikan budak. Para penjelajah yang datang ke Nias selalu menceritakan keadaan perang abadi di sana.<ref name=":4" /> Kebiasaan orang Nias membangun banua di perbukitan yang susah dijangkau bisa jadi sebagai upaya untuk melindungi dan menghindari diri dari jangkauan para ''emali''.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=53|ps=: "Tradisi mangani binu (memburu kepala) makin mengukuhkan sikap ini sehingga masing-masing kampung terisolir oleh emali (pemburu kepala).}}
 
Kepala manusia biasanya dimintakan oleh seorang ayah kepada putra sulungnya untuk diletakkan di sebelah mayatnya sebagai pelayan di alam baka. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa putranya tersebut akan menerima roh kepemimpinan setelah ayahnya meninggal. Jika putra sulung tidak bisa, maka sang ayah akan memilih putra lain untuk menjalankan tugas tersebut.{{Sfn|Frazer|1922|p=294|ps=: "But it from any bodily or mental defect the eldest son is disqualified for ruling, the father determines in his lifetime which of his son shall succeed him.}} Dalam [[Upacara pemakaman|upacara kematian]] tradisional, orang tua tidak dikubur dan tubuhnya rutin dibersihkan. Ketika daging yang melekat pada tubuh mayat telah habis, tengkoraknya akan ditanam di bawah sebuah [[megalit]] yang didirikan di depan rumahnya. Mukanya diletakkan menghadap rumah dan dikuburkan bersama ''binu''.{{Sfn|Beatty|1992|p=43|ps=: "(..) were in the care of the eldest son. It was usually he who was instructed by the dying father to obtain human heads for the funeral ceremony."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=230|ps=: "(...), a head might be taken for a funeral ovasa at which a stone was erected by the deceased man's successor."}}{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=156|ps=: "Setelah daging yang melekat pada mayat itu habis, (…), lalu ditanam di bawah ''behu'' (batu berdiri). (…). Muka tengkorak itu menghadap ke depan rumah dan di antara tengkorak itu diletakkan binu untuk keperluan sebagai bantal, pembantu, penjaga."}} Jika pemimpin banua meninggal, tubuhnya akan dibiarkan sampai ahli warisnya telah mengumpulkan jumlah babi yang diperlukan untuk pemakaman.{{Sfn|Modigliani|1890|p=209|ps=: "E la che si depone il corpo di un Capo defunto finche l'erede non abbia riunito il numero di maiali necessari alla festa funebre (...)"}} Mereka beranggapan ''mangai binu'' adalah cara untuk mengambil jiwa atau kekuatan hidup korban dan untuk menawarkannya sebagai hadiah kepada roh-roh. Dengan cara ini, kepala banua memperoleh semacam jaminan untuk kehidupan setelah kematiannya. Jiwa korban juga berfungsi sebagai pengganti jiwa orang sakit sebagai hadiah yang menenangkan roh pendendam, yang diduga menyebabkan penyakit.{{Sfn|Schröder|1917|p=|ps=: "}}{{Sfn|Kruijt|1906|p=294-295}}{{Sfn|Zwaan|Pieter|p=110|ps=: "}} Dengan alasan magis pula, seorang budak dipenggal dan kemudian dikubur bersama tubuhnya ketika tuannya mengadakan sumpah sakral.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210c|ps=: "Per dare maggiore forza ad un giuramento inviolabile, nel quale caso si decapita uno schiavo e la sua testa viene poi sotterrata insieme al corpo."}}<!-- diisi --><!-- diisi -->
Dahulu, pendidikan berpusat pada perang dan kekerasan. Di selatan pulau, para pemuda berlatih sejak kecil untuk melompati [[Fahombo|batu ''hombo'']] setinggi dua meter atau membersihkan selokan yang diisi dengan bambu yang tajam.<ref name=":4" /> Seorang laki-laki baru dianggap dewasa dan boleh masuk ke dalam ''osali'' setelah dia menjadi ''iramatua''.{{Sfn|UCLA|1985|p=76|ps=: "In order to st in the bale a person must have the title fobinu, which means "owner of a head."}} ''Iramatua'' adalah gelar yang diberikan kepada seorang pemuda setelah dia berhasil memperoleh setidaknya satu kepala untuk digantung di ''osali.''{{Sfn|Skira|2000|p=44|ps=: "In such circumstances the skulls were hung under the house, before being put up in the men's assembly house (bale or osali)."}} Seorang pemuda yang kembali membawa kepala manusia akan dielu-elukan sebagai seorang pahlawan melalui sebuah pesta yang mengorbankan banyak babi. Pada kesempatan tersebut, kepala banua akan memberikan ''[[kalabubu]]'' kepada si pemuda sebagai tanda bahwa dia sudah menjadi seorang ''Iramatua''.{{Sfn|Marschall|2013|p=128|ps=: "Ihre Berichte von den Kopfjägern von Nias und den kakabubu als Zeichen eines erfolgreichen Kopfjägers, (...)"}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=214|ps=: "Almeno una vittima devono essi avere sulla coscienza ed almeno un cranio devono aver appeso sotto la tettoia dell'osalè per arricchire la colezzion del villagio, prima di potersi chiamare guerrieri, Iramatúa, "}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=215|ps=: "Una gran festa, nella quale soglionsi uccidere molti maiali, deve celebrare quel fausto avvenimento ed il Capo villagio nell'ammettere il giovane tra gli Iramatua, gli da in dono il Calabubu , collare d'onore di cui d'ora innanzi egli può fregiarsi al pari dei più anziani guerrieri"}} Para [[misionaris]] yang datang ke Nias nantinya mengakali kebiasaan uji kedewasaan tersebut dengan cara lain, seperti olahraga ''[[fahombo]]''.{{efn|name=fahombo}}<ref name=":1" />
 
''Binu'' disertakan dalam pembangunan fondasi banyak bangunan seperti rumah seorang pemimpin ([[Omo Sebua|''omo sebua'']]) dan ''bale/osali.'' Pendirian megalit seperti bangku batu di depan rumah pemimpin (''darodaro''), batu tempat pengadilan (''harefa''), dan batu ''[[Fahombo|hombo]]'' juga sama''.'' Dipercaya bahwa dengan fondasi ''binu'' dan tubuh seorang anak kecil, tumpukan batu akan berdiri kokoh.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2508078/kisah-emali-pemburu-kepala-manusia-untuk-teman-di-alam-kubur|title=Kisah Emali, Pemburu Kepala Manusia untuk Teman di Alam Kubur|last=Liputan6.com|date=2016-05-27|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref> Pendirian megalit paling jelas terlihat pada ''owasa'' pemberian gelar pelaksana pesta.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210b|ps=: "Quando un Capo assume un nome più glorioso, che lo debba rendere maggiormente conosciuto.(...)}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=477|ps=: "Le feste con le quali si esalta il nuovo titolo che il Capo si attribuisce, si bandiscono anche quando si erigono per la prima volta le pietre d'onore che ogni potente fa innalzare a testimonianza della propria importanza , (...)"}} Dalam ''owasa'' tersebut, didirikan megalit sejumlah satu hingga enam sekaligus. Pendirian ini mengharuskan tersedianya perhiasan emas dan dua ''binu'', satu pria dan satu wanita, dikuburkan di kaki batu terbesar untuk menghormati pelaksana pesta dan menurut tradisi, untuk "mencegah megalit jatuh". Di Nias tengah, jumlah kepala yang dibutuhkan untuk pendirian megalit bisa lebih banyak.<ref name=":4" /> Tidak luput pula, penetapan ''[[fondrakö]]'' pendirian suatu banua memerlukan ''binu''.<ref name=":4" />
Orang Nias percaya bahwa ada [[kehidupan setelah kematian]], sehingga kematian seseorang perlu disiapkan sebaik mungkin. Agar dapat hidup dengan nyaman, maka orang yang meninggal membutuhkan pelayan. Dipercaya, ''binu'' memiliki jiwa dan orang yang memilikinya adalah tuan atas jiwa pemilik kepala tersebut.{{Sfn|Modigliani|1890|p=214b|ps=: "I selvaggi che cacciano teste credono che " il padrone del cranio è nell'altra vita padrone della persona, o meglio dell' anima dell'ucciso „3). Il conservarne il cranio quindi non è che il segno esterno del possesso (...)"}} Tengkorak yang disertakan dalam penguburan dipercaya akan menjadi pelayan di alam baka.{{Sfn|Modigliani|1890|p=214c|ps=: (...), che da un vivo in favore di se stesso e sempre dev'essere inteso come modo di procurare dei servi nella vita futura al morto oa sè stesso, (...)}} Orang Nias melakukan justifikasi terhadap tradisi ini dengan beranggapan bahwa manusia adalah babi peliharaan Tuhan.{{Sfn|Baaren|1955|p=6|ps=: "On the Island Nias the people call themselves the pigs of Lature. Every time the god kills a pig, a man dies."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=247|ps=: "-as well as obsolete practices and ideas such as head-hunting and the notion of men being the pigs of God-"}} Hal yang sama terlihat pada tradisi [[ngayau]] [[Suku Dayak]].{{Sfn|Sonjaya|2008|p=41|ps=: "Konon, yang tampak di depan orang Dayak, suku buruannya adalah binatang yang sudah selayaknya dipenggal."}} Tradisi perburuan kepala juga terlihat pada suku-suku [[Rumpun bahasa Austronesia|Austronesia]], kerabat suku Nias, lainnya.{{Sfn|UCLA|1985|p=36|ps=: "Among all Austronesians the head is the locus power in the human body; it was there for the most potent offering possible."}}
 
Tujuan ''mangai binu'' kemudian berkembang menjadi penanda status sosial karena memiliki ''binu'' berarti memiliki kemampuan tempur yang baik, atau jika hasil membeli berarti seseorang memiliki sarana finansial yang memadai karena ''binu'' adalah komoditas yang mahal.{{Sfn|Sundermann|1905|p=345–54, 408–31, 442–60|ps=: "}}<!-- diisi --> Jika seorang pria ingin meminang seorang wanita, dia harus menunjukkan kepala buruannya kepada keluarga calon istri. Keberhasilannya mendapatkan ''binu'' akan dikaitkan dengan keberhasilan orang tua dan leluhurnya dalam membesarkannya sehingga status sosial keluarga juga turut terangkat.<ref name=":0" />
 
== Sejarah ==
Baris 43 ⟶ 53:
Ketika [[Elio Modigliani]] menjelajahi Nias pada tahun 1886, praktik berburu kepala sudah ditinggalkan di utara Nias meskipun banyak masyarakatnya yang menjadi korban ''emali'' dari selatan.{{Sfn|Puccioni|2016|p=180|ps=: "Pada zaman itu juga, masyarakat Nias Utara telah meninggalkan budaya pemburuan manusia, walaupun sering menjadi korban para prajurit Nias Selatan."}}
 
== TujuanPeninggalan ==
Tradisi ''mangai binu'' awalnya terlaksana atas beberapa alasan, yaitu alasan magis dan pendirian fondasi bangunan.
 
Kepala manusia biasanya dimintakan oleh seorang ayah kepada putra sulungnya untuk diletakkan di sebelah mayatnya sebagai pelayan di alam baka. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa putranya tersebut akan menerima roh kepemimpinan setelah ayahnya meninggal. Jika putra sulung tidak bisa, maka sang ayah akan memilih putra lain untuk menjalankan tugas tersebut.{{Sfn|Frazer|1922|p=294|ps=: "But it from any bodily or mental defect the eldest son is disqualified for ruling, the father determines in his lifetime which of his son shall succeed him.}} Dalam [[Upacara pemakaman|upacara kematian]] tradisional, orang tua tidak dikubur dan tubuhnya rutin dibersihkan. Ketika daging yang melekat pada tubuh mayat telah habis, tengkoraknya akan ditanam di bawah sebuah [[megalit]] yang didirikan di depan rumahnya. Mukanya diletakkan menghadap rumah dan dikuburkan bersama ''binu''.{{Sfn|Beatty|1992|p=43|ps=: "(..) were in the care of the eldest son. It was usually he who was instructed by the dying father to obtain human heads for the funeral ceremony."}}{{Sfn|Beatty|1992|p=230|ps=: "(...), a head might be taken for a funeral ovasa at which a stone was erected by the deceased man's successor."}}{{Sfn|Wiradnyana|2010|p=156|ps=: "Setelah daging yang melekat pada mayat itu habis, (…), lalu ditanam di bawah ''behu'' (batu berdiri). (…). Muka tengkorak itu menghadap ke depan rumah dan di antara tengkorak itu diletakkan binu untuk keperluan sebagai bantal, pembantu, penjaga."}} Jika pemimpin banua meninggal, tubuhnya akan dibiarkan sampai ahli warisnya telah mengumpulkan jumlah babi yang diperlukan untuk pemakaman.{{Sfn|Modigliani|1890|p=209|ps=: "E la che si depone il corpo di un Capo defunto finche l'erede non abbia riunito il numero di maiali necessari alla festa funebre (...)"}} Mereka beranggapan ''mangai binu'' adalah cara untuk mengambil jiwa atau kekuatan hidup korban dan untuk menawarkannya sebagai hadiah kepada roh-roh. Dengan cara ini, kepala banua memperoleh semacam jaminan untuk kehidupan setelah kematiannya. Jiwa korban juga berfungsi sebagai pengganti jiwa orang sakit sebagai hadiah yang menenangkan roh pendendam, yang diduga menyebabkan penyakit.{{Sfn|Schröder|1917|p=|ps=: "}}{{Sfn|Kruijt|1906|p=294-295}}{{Sfn|Zwaan|Pieter|p=110|ps=: "}} Dengan alasan magis pula, seorang budak dipenggal dan kemudian dikubur bersama tubuhnya ketika tuannya mengadakan sumpah sakral.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210c|ps=: "Per dare maggiore forza ad un giuramento inviolabile, nel quale caso si decapita uno schiavo e la sua testa viene poi sotterrata insieme al corpo."}}<!-- diisi --><!-- diisi -->
 
''Binu'' disertakan dalam pembangunan fondasi banyak bangunan seperti rumah seorang pemimpin ([[Omo Sebua|''omo sebua'']]) dan ''bale/osali.'' Pendirian megalit seperti bangku batu di depan rumah pemimpin (''darodaro''), batu tempat pengadilan (''harefa''), dan batu ''[[Fahombo|hombo]]'' juga sama''.'' Dipercaya bahwa dengan fondasi ''binu'' dan tubuh seorang anak kecil, tumpukan batu akan berdiri kokoh.<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2508078/kisah-emali-pemburu-kepala-manusia-untuk-teman-di-alam-kubur|title=Kisah Emali, Pemburu Kepala Manusia untuk Teman di Alam Kubur|last=Liputan6.com|date=2016-05-27|website=liputan6.com|language=id|access-date=2020-02-17}}</ref> Pendirian megalit paling jelas terlihat pada ''owasa'' pemberian gelar pelaksana pesta.{{Sfn|Modigliani|1890|p=210b|ps=: "Quando un Capo assume un nome più glorioso, che lo debba rendere maggiormente conosciuto.(...)}}{{Sfn|Modigliani|1890|p=477|ps=: "Le feste con le quali si esalta il nuovo titolo che il Capo si attribuisce, si bandiscono anche quando si erigono per la prima volta le pietre d'onore che ogni potente fa innalzare a testimonianza della propria importanza , (...)"}} Dalam ''owasa'' tersebut, didirikan megalit sejumlah satu hingga enam sekaligus. Pendirian ini mengharuskan tersedianya perhiasan emas dan dua ''binu'', satu pria dan satu wanita, dikuburkan di kaki batu terbesar untuk menghormati pelaksana pesta dan menurut tradisi, untuk "mencegah megalit jatuh". Di Nias tengah, jumlah kepala yang dibutuhkan untuk pendirian megalit bisa lebih banyak.<ref name=":4" /> Tidak luput pula, penetapan ''[[fondrakö]]'' pendirian suatu banua memerlukan ''binu''.<ref name=":4" />
 
Tujuan ''mangai binu'' kemudian berkembang menjadi penanda status sosial karena memiliki ''binu'' berarti memiliki kemampuan tempur yang baik, atau jika hasil membeli berarti seseorang memiliki sarana finansial yang memadai karena ''binu'' adalah komoditas yang mahal.{{Sfn|Sundermann|1905|p=345–54, 408–31, 442–60|ps=: "}}<!-- diisi --> Jika seorang pria ingin meminang seorang wanita, dia harus menunjukkan kepala buruannya kepada keluarga calon istri. Keberhasilannya mendapatkan ''binu'' akan dikaitkan dengan keberhasilan orang tua dan leluhurnya dalam membesarkannya sehingga status sosial keluarga juga turut terangkat.<ref name=":0" />
 
== Peningalan ==
[[Fangesa Sebua|Masuknya Kekristenan di Nias]] membuat masyarakat enggan melanjutkan tradisi ini, terlebih ketika Belanda akhirnya mampu memaksakan kekuasaannya di Nias. Para ''emali'' tidak melanjutkan perburuan karena takut berbuat ''horö'' '[[Dosa (Kristen)|dosa]]' dan hukuman dari pihak kolonial.{{Sfn|Beatty|2019|p=77|ps=: "Translation preempted the present by rewriting the past. (...) Horö "war," "enmity," "crime," becomes "sin." "}}{{Sfn|Suzuki|1959|p=3|ps=: "The usual reasons for sending apunitive force to Nias was in order to put down skirmishes which arose out of headhunting parties or slave raids."}} Kasus ''mangai binu'' terakhir dicatat oleh Puccioni pada tahun 1998.{{Sfn|Puccioni|2016|p=346|ps=: "Kasus terakhir yang saya dengar terjadi tahun 1998 (...)."}} Namun, pemenggalan kepala dengan motif perebutan [[harga diri]] masih terjadi.{{Sfn|Afif|2018|p=183c|ps=: "(...), pemenggalan kepala saat ini lebih banyak disebabkan oleh pertikaian dalam mempertahankan harga diri."}} Sonjaya dalam bukunya ''Melacak batu menguak mitos'' menceritakan bahwa dia masih mendengar berita pembunuhan dengan pemenggalan kepala korban di Gomo hingga tahun 2008.{{Sfn|Sonjaya|2008|p=71|ps=: "Dalam minggu pertama di Börönadu, saya mendengar ada pemenggalan kepala di desa tetangga hanya gara-gara memperebutkan pohon rambutan. Setelah mencoba menggali informasi mengenai kejadian itu, ternyata pembunuhan itu lebih berlatar belakang harga diri ketimbang pohon rambutan itu sendiri."}} Ketakutan akan ''emali'' di zaman dulu juga menyisakan kebiasaan pada beberapa penduduk. Beberapa keluarga melarang anak-anak kecil bermain di luar rumah dan beberapa pemuda Nias selalu membawa senjata tajam ketika keluar rumah pada malam hari sebagai bentuk kewaspadaan.{{Sfn|Afif|2018|p=183b|ps=: "Hal ini juga bisa dilihat dari cara para lelaki dewasa di Nias ketika akan berpergian di malam hari. Mereka selalu membawa senjata tajam untuk jaga diri."}}<ref>{{Cite journal|last=Laiya|first=Juang Solala|date=2017/12|title=Discourse Analysis on the Representation of Poverty in Southern Nias Culture|url=https://www.atlantis-press.com/proceedings/icosop-17/25892140|language=en|publisher=Atlantis Press|doi=10.2991/icosop-17.2018.87|isbn=978-94-6252-477-4}}</ref>