Mangai binu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
k menyusun ulang bagian, kalau kurang tepat boleh dibalikkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 47:
[[Sulaiman at-Tajir|Sulaiman]] mencatat tradisi ini dalam sebuah [[naskah]] pada tahun 851. Berdasarkan catatan tersebut, ''mangai binu'' dilakukan oleh seorang laki-laki untuk memperoleh kepala yang menjadi syarat untuk menikahi seorang wanita. Banyaknya wanita yang dapat dia nikahi bergantung pada banyaknya kepala yang dia peroleh saat berburu. Menurutnya, orang Nias memilki banyak musuh sehingga tradisi ini muncul sebagai bentuk pertahanan.{{Sfn|Sirafi|Sulayman|p=34b|ps=: "La cause de cette coutume est que les gens de cette île ont un grand nombre d'enemis;(...)"}}Tradisi ini juga menimbulkan anggapan keliru terhadap beberapa penulis selanjutnya bahwa suku Nias adalah [[Kanibalisme|kanibal]]{{Sfn|Schröder|1917|p=701|ps=: "(...); ils chassent les hommes, puis les mangent"." }} meskipun faktanya, tidak pernah terjadi kanibalisme akibat tradisi ''mangai binu''.<ref name=":5">{{Cite journal|last=Hämmerle|first=Johannes M.|date=2013|title=150 Years of Ethnological Interpretation and Misinterpretation on the Example of Nias, Indonesia|url=http://www.jstor.org/stable/23510271|journal=Anthropos|volume=108|issue=1|pages=173–204|issn=0257-9774}}</ref>{{Sfn|Shahriyār|Lith|p=237|ps=: "L'argument principal de Junghuhn est baaé sur ce fait que maintenant on ne trouve pas d'anthropophages sur l'ile de Nias qui, (...).
Car il se peut que les marins arabes aient attribué ce vice aux habitants de Nia, croyant qu'il était commun à tous les pouples habitant Sumatra et les fles environnantes."}} [[Muhammad al-Idrisi|Edrisi]] yang menulis tentang struktur pemerintahan dan pernikahan di pulau 'Niyan' yang berpenduduk padat dan didiami beragam suku pada tahun 1154 juga memberitakan tradisi ini.{{Sfn|Suzuki|1959|p=2|ps=: "In 1154, Edrisi gave the first "ethnography" of the island mentioning as he did something about village structure, headhunting, and marriage."}}<ref>{{Cite web|url=https://museum-nias.org/orang-nias/|title=Orang Nias|last=|first=|date=|website=Museum Pusaka Nias|language=id-ID|access-date=5 Maret 2020}}</ref>
{{Rquote|right|Ketika salah seorang dari mereka ingin menikah, dia hanya dapat melakukannya jika dia memiliki tengkorak seorang laki-laki dari antara musuh-musuhnya. Jika dia membunuh dua musuh, dia menikahi dua [wanita]; jika dia telah membunuh lima puluh musuh, dia menikahi lima puluh wanita [sukunya] untuk lima puluh tengkorak [musuh].|[[Sulaiman at-Tajir]]|Voyage du marchand arabe Sulaymân en Inde et en Chine, rédigé en 851, suivi de remarques par Abû Zayd Hasan (vers 916){{Sfn|Sirafi|Sulayman|p=34|ps=: &nbsp;(terjemahan bebas)}}}}
 
Pemerintah [[Hindia Belanda]] melarang tradisi ini bersamaan dengan tradisi tidak beradab lainnya seperti [[perbudakan]] dan [[pengorbanan manusia]] lewat sebuah [[dekret]] yang dikeluarkan pada Desember 1856.{{Sfn|Puccioni|2016|p=52-53|ps=: "Pada Desember 1856 pemerintah Belanda merasa cukup berkuasa untuk menerapkan hukum. Mereka mengundang para raja untuk menginformasikan dekrit mereka.(...) Perbudakan, pemburuan, dan pengorbanan manusia diancam hukuman mati."}} Namun, dekrit ini kurang efektif karena pemerintahan Belanda atas Nias di saat itu hanya bisa berlaku di daerah pesisir [[Kota Gunungsitoli|Gunungsitoli]] yang banyak dihuni pemukim [[Suku Melayu|Melayu]] dan [[Tionghoa]] yang menjalin perdagangan dengan orang lokal. Hubungan para pendatang dengan kolonial cukup baik dan mereka mendapat perlindungan dari tentara Belanda terhadap ancaman ''emali.{{Sfn|Modigliani|1890|p=71|ps=: "Intanto (1876) arrivavano di sovente a Sitoli i reclami dei villagi malesi stabiliti lungo la costa orientale presso G. Lembui, perchè gli abitanti del vicino distretto di Iraòno lasse, nelle loro scorrerie a caccia di teste umane erano scesi a compire i loro assassinî su gente di quei pacifici villaggi."}}'' Di daerah pedalaman yang sulit dijangkau, terlebih di Nias bagian selatan, para prajurit lokal selalu mengadakan perlawanan atas kedatangan tentara di daerah mereka.{{Sfn|Puccioni|2016|p=55|ps=: "Pada tahun-tahun berikutnya, Nias Selatan kembali pada kondisi tahun 1840 karena pemerintah Belanda tidak mampu menegakkan kekuasaan dengan cara apapun."}}