Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 1:
[[Berkas:Rumah Tinggal Dokter Hasmo Sugiarto.jpg|jmpl|260x260px|Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.]]
'''Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto''' adalah salah satu bangunan [[cagar budaya]] yang terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]. Bangunan rumah ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial. Setidaknya hingga tahun [[2020]], kondisi fisik bangunan rumah tersebut terawat dengan baik
== Keadaan bangunan ==
Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto terletak di kawasan strategis, yaitu Jalan Moh. Yamin (dahulu bernama ''Julianalaan'').{{sfnp|Supangkat|2012|p=21|ps=: "(...) Itulah sebabnya mereka seakan berlomba membangun rumah-rumah dan bangunan dengan arsitektur Eropa yang berhalaman luas di kanan-kiri ''Toentangscheweg'', sampai akhirnya daerah tersebut benar-benar menjadi kawasan permukiman orang Eropa (''Europeesche Wijk'')".}}
dibangun pada awal abad ke-20 dan diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun. Adapun lokasinya berada di kawasan strategis, yaitu Jalan Diponegoro (dahulu bernama ''Toentangscheweg'').''{{sfnp|Raap|2015|p=19|ps=: "Lokasi di foto ini disebut alun-alun karena merupakan lapangan luas di tengah kota, sedangkan kawasan di sekitar kantor asisten residen yang kini menjadi rumah wali kota disebut dengan ''Toentangscheweg'' (...)"}}'' Pada masa pemerintahan ''gemeente'' (kotapraja), kawasan tersebut berkembang menjadi pusat kota yang dikenal dengan nama ''Europeesche Wijk.{{sfnp|Anwar|2019|p=147|ps=: "Untuk wilayah yang saat ini bernama Jalan Diponegoro, Jalan Yos Sudarso, Jalan Patimura, Jalan Moh. Yamin, pada masa kolonial adalah zona ''Europeesche Wijk'' dihuni oleh orang Eropa yang kaya-raya (...)"}}'' Menurut Prakosa dan Supangkat, kawasan ini hanya boleh ditempati oleh orang-orang Eropa, Timur Asing, dan masyarakat pribumi yang memiliki penghasilan setara dengan pegawai Eropa, yaitu kategori golongan gaji A (gaji tertinggi).{{sfnp|Prakosa|2017|p=16|ps=: "Selain diskriminasi dalam lapangan politik, ekonomi, sosial, dan hukum, pemerintah kolonial juga membedakan penduduk dalam pola permukiman. Mereka dikelompokkan dalam lokasi tertentu berdasarkan golongan etnis. Golongan Eropa, misalnya, bermukim di sekitar ''Toentangscheweg'' (...)"}}{{sfnp|Supangkat|2014|p=35|ps=: "(...) Itulah sebabnya mereka seakan berlomba membangun rumah-rumah dan bangunan dengan arsitektur Eropa yang berhalaman luas di kanan-kiri ''Toentangscheweg'', sampai akhirnya daerah tersebut benar-benar menjadi kawasan permukiman orang Eropa (''Europeesche Wijk'')".}}
== Lihat pula ==
<gallery>
Baris 22 ⟶ 27:
'''Buku'''
* {{Cite book|title=Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917-1942|last=Prakosa|first=Abel Jatayu|date=|publisher=Sinar Hidoep|year=2017|isbn=978-602-6196-60-6|location=Semarang|page=|pages=|ref={{sfnref|Prakosa|2017}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Kota di Djawa Tempo Doeloe|last=Raap|first=Olivier Johannes|date=|publisher=Kepustakaan Populer Gramedia|year=2015|isbn=978-602-4243-61-6|location=Jakarta|pages=|ref={{sfnref|Raap|2015}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Salatiga: Sketsa Kota Lama|last=Supangkat|first=Eddy|date=|publisher=Griya Media|year=
'''Jurnal ilmiah'''
* {{Cite journal|last=Anwar|first=Muhammad Khoirul|year=Agustus 2019|title=Rekonstrusi Kota Kolonial Salatiga dan Kontribusi Teknologi ''Geographical Information System''|url=https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/50349/25831|journal=|volume=3|issue=2|pages=|doi=|issn=2549-3884|ref={{sfnref|Anwar|2019}}}}
{{refend}}
|