Kesultanan Palembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SadeniHarfin (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
SadeniHarfin (bicara | kontrib)
Perubahan kosmetika
Baris 35:
[[Malthe Conrad Bruun]] (1755-1826) seorang petualang dan ahli geografi dari [[Prancis]] mendeskripsikan keadaan masyarakat dan kota kerajaan waktu itu, yang telah dihuni oleh masyarakat yang heterogen terdiri dari Tiongkok, Siam, Melayu dan Jawa serta juga disebutkan bangunan yang telah dibuat dengan batu bata hanya sebuah vihara dan istana kerajaan.
 
== Pendirian ==
[[Berkas:Sultan of Palembang throne.JPG|256px|ka|jmpl|Replika takhta sultan Palembang]]
Berdasarkan kisah ''Kidung Pamacangah'' dan [[Babad Arya Tabanan]]<ref>Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), ''Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan'', Denpasar: Upada Sastra.</ref> disebutkan seorang tokoh dari Kediri yang bernama [[Arya Damar]] sebagai ''bupati Palembang'' turut serta menaklukan Bali bersama dengan [[Gajah Mada]] Mahapatih [[Majapahit]] pada tahun 1343. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan [[Adityawarman]].<ref>Berg, C.C., (1985), ''Penulisan Sejarah Jawa'', (terj.), Jakarta: Bhratara.</ref> Begitu juga dalam [[Nagarakretagama]], nama Palembang telah disebutkan sebagai daerah jajahan Majapahit serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat dalam [[Pararaton]] juga telah menyebutkan Palembang sebagai sebuah kawasan yang akan ditaklukannya.
Baris 58:
Perang Palembang 1821 dan dibubarkannya institusi Kesultanan pada 7 Oktober 1823, bangunan Kuto Tengkuruk diratakan dengan tanah. Di atas runtuhan Kuto Tengkuruk, atas perintah van Sevenhoven kemudian dibangun rumah Regeering Commissaris yang sekarang menjadi Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.
 
== Ekonomi ==
Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil rempah-rempah dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tambang timah dan telah diperdagangankan sejak abad ke-18.<ref>{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|authorlink=Merle Calvin Ricklefs|title=A history of modern Indonesia since c. 1300|page= 139}}</</ref>
 
== Peperangan ==
{{Further|Perang Menteng}}
Pada tahun 1811, Sultan Mahmud Badaruddin II menyerang pos tentara [[Belanda]] yang berada di Palembang, tetapi ia menolak bekerja sama dengan [[Inggris]], sehingga [[Stamford Raffles|Thomas Stamford Bingley Raffles]] mengirimkan pasukan menyerang Palembang dan Sultan Mahmud Badaruddin II terpaksa melarikan diri dari istana kerajaan, kemudian Raffles mengangkat Sultan Ahmad Najamuddin II adik Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai raja. Pada tahun 1813 Sultan Mahmud Badaruddin II kembali mengambil alih kerajaan namun satu bulan berikutnya diturunkan kembali oleh Raffles dan mengangkat kembali Sultan Ahmad Najamuddin II, sehingga menyebabkan perpecahan keluarga dalam kesultanan Palembang.<ref name="Ricklefs140">{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C.|authorlink=Merle Calvin Ricklefs|title=A history of modern Indonesia since c. 1300|page= 140}}</ref>
Baris 67:
Pada tahun 1818 Belanda menuntut balas atas kekalahan mereka sebelumnya dan menyerang Palembang serta berhasil menangkap Sultan Ahmad Najamuddin II dan mengasingkannya ke Batavia. Namun Kesultanan Palembang kembali bangkit melakukan perlawanan yang kemudian kembali dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Lalu pada tahun [[1819]], Sultan mendapat serangan dari pasukan Hindia yang antara lain dikenal sebagai [[Perang Menteng]] (diambil dari kata Mungtinghe). Pada tahun 1821 dengan kekuatan pasukan lebih dari 4000 tentara, Belanda kembali menyerang Palembang dan berhasil menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II yang kemudian diasingkan ke Ternate.<ref name="Ricklefs140"/> Kemudian pada tahun 1821 tampil Sultan Ahmad Najamuddin III anak Sultan Ahmad Najamuddin II sebagai raja berikutnya, tetapi pada tahun 1823 Belanda menjadikan kesultanan Palembang berada dibawah pengawasannya, sehingga kembali menimbulkan ketidakpuasan di kalangan istana. Puncaknya pada tahun 1824 kembali pecah perang, tetapi dapat dengan mudah dipatahkan oleh Belanda, pada tahun 1825 Sultan Ahmad Najamuddin III menyerah kemudian diasingkan ke Banda Neira.<ref name="Ricklefs140"/>
 
== Para Penguasa Palembang (1455-1823)<ref>{{Cite book|title=“Kesultanan Palembang” Perang Palembang Melawan VOC|last=Soetadji|first=Nanang S.|publisher=Pemerintah Kotamadya Palembang|year=1996|isbn=|location=Palembang|pages=27-30|url-status=live}}</ref> ==
{| class="wikitable"
|+