Kebijakan Satu Peta Nasional: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k bentuk baku using AWB |
||
Baris 14:
==== Undang-Undang Informasi Geospasial ====
''One Map Policy'' adalah amanat [http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/UU_IG/UU%20NO%204%20THN%202011%20TENTANG%20INFORMASI%20GEOSPASIAL.pdf Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG)]. Informasi Geospasial diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterpaduan, keterbukaan, kemutakhiran, keakuratan, kemanfaatan, dan demokratis. Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan Informasi Geospasial yang berdaya guna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan mendorong penggunaan Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. BIG sebagai penyelenggara Informasi Geospasial Dasar yaitu Jaring Kontrol Geodesi dan Peta Dasar yang menjadi acuan untuk menjamin keterpaduan informasi nasional. BIG mengintegrasikan berbagai peta yang dimiliki sejumlah instansi pemerintah ke dalam satu peta dasar (''One Map'').<ref name="agengwsp.blogspot.co.id">[http://agengwsp.blogspot.co.id/2015/12/tentang-one-map-policy-omp-indonesia.html]</ref>
Konsep One Map Policy adalah untuk menyatukan seluruh informasi peta yang diproduksi oleh berbagai sektor ke dalam satu peta secara integratif, dengan demikian tidak terdapat perbedaan dan tumpang tindih informasi dalam peta yang mana ditetapkan oleh satu lembaga dalam hal ini BIG untuk ditetapkan sebagai one reference, one standard, one database, dan one geoportal.<ref
Kepala BIG mengatakan bahwa ''"One Map Policy"'' diyakini akan dapat mendukung kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien termasuk di dalamnya pengawasan dan pengelolaan lingkungan. Deforestasi yang tidak terkendali salah satunya adalah karena tidak tersedianya peta atau informasi geospasial yang terintegrasi pada setiap kementerian dan lembaga, sehingga terjadi tumpang tindih dalam pemberian ijin usaha. Permasalahan ini sangat terkait dengan pemetaan tataruang daerah. Keterbatasan ketersediaan informasi geospasial dan sumberdaya manusia yang memahami informasi geospasial dan analisis keruangan menjadi salah satu penyebab utama dari rendahnya kualitas penataan ruang.<ref
Kebijakan Open Map Policy juga bertujuan untuk mewujudkan tata kelola hutan yang baik (''good forest governance''), informasi geospasial untuk MP3EI ([[Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia]]), mengkoordinasikan proyek-proyek MP3EI serta mendukung disaster management (penanganan bencana).<ref>[http://thepresidentpostindonesia.com/2014/09/12/hasil-seminar-geospasial-kebijakan-satu-peta-untuk-kemajuan-bangsa/ "Hasil Seminar Geospasial, Kebijakan Satu Peta untuk kemajuan bangsa"]</ref>
Baris 45:
[[Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia|Kementerian Lingkungn Hidup]] bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) meluncurkan peta dan deskripsi ekoregion 1: 500.000 di Jakarta, Selasa, 4 Mei 2013. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Saat ini sudah disusun peta dan deskripsi ekoregion pulau, kepulauan dan laut yang merupakan satu kesatuan dengan skala 1:500.000 mencakup Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Kepulauan Bali, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku serta dikelilingi 18 ekoregion laut. Namun KLH masih menyusun peta ekoregion hingga skala lebih rinci yakni 1:50.000.<ref>[http://www.beritasatu.com/nusantara/117803-peta-ekoregion-rujukan-penyusunan-tata-ruang.html "Peta Ekoregion rujukan penyusunan tata ruang"]</ref>
Pemerintah daerah diingatkan agar menggunakan informasi geospasial dasar dalam pembuatan peta tematik untuk menghindari tumpang tindih menyangkut batas wilayah dan lahan. Kebijakan one map one policy mengamanatkan semua informasi geospasial bersumber pada peta BIG. Adapun peta bersumber pada informasi geospasial. Misalnya saja garis pantai dan pembuatan perizinan harus mengambil acuan dari geospasial dasar bukan dari sumber lain. Dalam rakorda yang dihadiri 600 peserta dari 33 provinsi tersebut hadir pula [[Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia|Menteri Riset dan Teknologi]] (menristek) [[Gusti Muhammad Hatta]]. Menurut Menristek, dalam pematangan pemanfaatan informasi geospasial dasar dibutuhkan sumber daya manusia (tenaga ahli),
=== 2014 ===
Baris 56:
==== Informasi Geospasial Tematik Penutupan Lahan Nasional ====
Satu Peta untuk Penutupan Lahan Nasional dengan skala kecil (skala 1:250.000
==== Peta Sektor Kelautan ====
|