Seni rupa Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menghapus Kategori:Buddhisme; Menambah Kategori:Budaya Buddha menggunakan HotCat
k bentuk baku
Baris 56:
Penyebaran ajaran Buddha melalui [[Jalur Sutra]] ke Asia Tengah, Tiongkok, dan akhirnya mencapai Korea dan Jepang, dimulai pada abad pertama masehi,<ref name="Art History"/> dengan catatan semi-legendaris bahwa Kaisar Ming dari [[Dinasti Han]] Tiongkok mengirim utusan ke barat untuk memperoleh kitab suci Buddha dan membawa ajaran Buddha ke Tiongkok. Akan tetapi sepertinya penyebaran Buddha ke Tiongkok ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan [[Kekaisaran Kushan]] ke wilayah Tiongkok di [[Cekungan Tarim]] pada abad ke-2, diikuti dengan upaya misi penyebaran ajaran Buddha dari Asia Tengah ke negeri Tiongkok. Beberapa penyebar ajaran Buddha ini menerjemahkan kitab-kitab suci Buddha ke dalam [[Bahasa Tionghoa]], seperti Biksu Lokaksema, yang mungkin berasal dari [[Parthia]], [[Kushan]], [[Sogdiana]] atau [[Bahasa Tokharia|Kuchea]].
 
Misi penyebaran ajaran Buddha di sepanjang [[Jalur Sutra]] diiringi dengan menyebarnya pengaruh seni rupa, seperti terlihat dalam perkembangan seni rupa Serindia dari abad ke-2 hingga ke-11 masehi di Basin Tarim (kini wilayah [[Xinjiang]]). Seni rupa Serindia seringkalisering kali berasal dari seni Yunani-Buddha Gandhara (kini Pakistan), memadukan seni India dengan pengaruh Yunani-Romawi. Pengaruh seni Yunani-Buddha ini dapat ditemukan hingga ke Jepang, melalui motif arsitektur, citra Buddha, dan perwujudan ''[[kami (mitologi)|kami]]'' (dewata Jepang).
 
Rute utara penyebaran ajaran Buddha ini juga sangat dipengaruhi aliran Buddha [[Mahayana]],<ref name="Art History"/> cabang inklusif Buddhisme yang dicirikan dengan penerapan kitab baru sebagai tambahan agama Buddha, dan peralihan Buddhisme dari ajaran tradisional dengan ideal mencapai pembebasan dari penderitaan (''dukkha'') [[arahat]], dan lebih menekankan pada jalur [[Bodhisatwa]]. Jalur ini adalah mereka yang terdorong oleh kasih sayang yang besar untuk membantu semua makhluk, telah melahirkan ''bodhicita'' dalam jiwanya, yaitu keinginan spontan untuk mencapai tingkat kebuddhaan demi kebahagiaan semua makhluk. Buddha Mahayana mengangkat Buddha menjadi sosok ilahiah yang abadi, dan menampilkan panteon masyarakat dewa yaitu Bodhisatwa yang mengerahkan segala daya upaya untuk mencapai enam kesempurnaan (''Paramita'') dan kebijaksanaan agung ([[Prajnaparamita|Prajñāpāramitā]]), pencerahan, dan kebebasan dari kehidupan makhluk fana. Seni rupa Buddha utara cenderung dicirikan dengan panteon yang kaya dan sinkretis, dengan banyak wujud menggambarkan Buddha, Bodhisatwa, dewata, dan makhluk-makluk surgawi.
Baris 107:
Pada masa [[Dinasti Qing]], para kaisar [[Manchuria|Manchu]] mendukung dan melindungi ajaran dan praktik agama Buddha atas dasar politis dan pribadi. [[Kaisar Shunzi]] adalah penganut Buddha aliran Chan yang taat, sementara penerusnya, [[kaisar Kangxi]] mempromosikan Buddhisme Tibet, dan mengaku bahwa dirinya adalah penitisan Bodhisatwa [[Manjusri]].<ref>{{citation | author = Weidner, Marsha Smith, & Patricia Ann Berger | title = Latter Days of the Law: Images of Chinese Buddhism, 850-1850 | place = Lawrence, [[Kansas|KS]] | publisher = Spencer Museum of Art, University of Kansas | year = 1994}}</ref> Pada masa [[Kaisar Qianlong]], perlindungan dan dukungan kekaisaran atas seni rupa Buddha mencapai puncaknya. Ia menugaskan beberapa karya religius dalam gaya Tibet; banyak diantaranya menampilkan sosok sang kaisar dalam wujud suci.<ref>Berger 1994, hal.113</ref>
 
Karya yang dihasilkan pada periode ini bercirikan paduan unik antara pendekatan artistik Tiongkok dan Tibet, menggabungkan ketelatenan akan detail ikonografi Tibet dengan elemen dekorasi Tiongkok. Tulisan kadang ditulis dalam bahasa Tionghoa, Manchu, Tibet, Mongolia, dan Sanskerta, sementara lukisan seringkalisering kali dibuat dengan warna-warna cerah.<ref>Berger 1994, hal.114-118</ref>
 
Sebagai tambahan, Kaisar Qianlong memulai beberapa proyek besar; pada tahun 1744 ia mendedikasikan Kuil Yonghe sebagai biara Buddhisme Tibet utama di Beijing; menyumbangkan banyak lukisan, patung, tekstil, dan prasasti untuk kuil ini.<ref>Berger 1994, pg.114</ref> Kuil Xumi Fushou, dan karya seni yang tersimpan di dalamnya dibangun oleh Kaisar Qianlong yang menampilkan perpaduan gaya artistik Tibet dan Manchu yang menjadi ciri seni rupa Buddha pada masa Kaisar Qianlong.