Tino Saroengallo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k →‎Latar belakang: bentuk baku
Baris 34:
Sebagai pemain film ia pernah tampil sebagai figuran, ''cameo'' ataupun peran pendukung dalam film ''Petualangan Sherina'' (Riri Riza, 2000), ''Arisan'' (Nia diNata, 2003), ''Pesan Dari Surga'' (Sekar Ayu Asmara, 2006), ''Dunia Mereka'' (Lasya Fauzia, 2006), ''Quickie Express'' (Dimas Djayadiningrat, 2007), ''Tri Mas Getir'' (Rako Prijanto, 2008), ''MBA'' (Winalda, 2008), ''Jagad X-Code'' (Herwin Novianto, 2009), ''Pintu Terlarang'' (Joko Anwar, 2009), ''Kabayan Jadi Miliuner'' (Guntur Soeharjanto, 2010), ''Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya'' (Viva Westi, 2011), ''Ketika Bung di Ende'' (Viva Westi, 2013), ''Soedirman'' (Viva Westi, 2015), ''3'' (Anggy Umbara, 2015), ''The Players'' (Monty Tiwa, 2016), ''Night Bus'' (Emil Heradi, 2016) dan ''Bali Dreamzzz'' (Julius, 2016). Ia selalu menyebut diri sebagai spesialis peran sekelebat.
 
Di dunia film dokumenter ia pernah memproduksi sebuah film dokumenter sejarah politik Indonesia berjudul ''Student Movement in Indonesia: they forced them to be violent'' yang mendapatkan penghargaan sebagai Film Pendek Terbaik dalam Asia Pacific Film Festival ke-47 di Seoul pada bulan Oktober 2002 dan Piala Citra untuk kategori Film Dokumenter Terbaik dalam Festival Film Indonesia di Jakarta pada tahun 2004. Salah satu dampak dari kemenangan ini adalah ia seringkalisering kali diundang menjadi juri festival film dokumenter seperti Festival Film Indonesia ataupun ''Eagle Awards Documentary Competition'' di Metro TV.
 
Ia juga banyak terlibat dalam pembuatan film dokumenter televisi tentang Indonesia maupun peliputan berita stasiun televisi ARD-TV Jerman di Indonesia. Bila jadwal memungkinkan, sampai sekarang ia masih mendampingi peliputan ARD-TV di Indonesia sebagai ''fixer''.