Kasus Mortara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
k bentuk baku
Baris 27:
== Pengambilan paksa ==
=== Pemicu ===
Pada bulan Oktober 1857, [[Inkuisitor]] Bologna, seorang padri [[Ordo Dominikan|Dominikan]] yang bernama Pier Gaetano Feletti, mendengar selentingan bahwa seorang pelayan Katolik pernah [[pembaptisan|membaptis]] seorang kanak-kanak Yahudi secara diam-diam di Bologna.{{sfn|Kertzer|1998|p=83}} Menurut pandangan Gereja, kanak-kanak tersebut sudah sah menjadi pemeluk agama Kristen Katolik, andaikata desas-desus ini memang benar. Keadaan semacam ini dapat menimbulkan dampak-dampak yang bersifat sekuler maupun agamawi. Gereja berpendirian bahwa kanak-kanak Kristen tidak boleh diasuh oleh umat beragama lain, dan oleh karena itu kanak-kanak Yahudi yang sudah dibaptis harus dipisahkan dari kedua orang tuanya.{{sfn|Kertzer|1998|pp=33, 147}} Kasus-kasus semacam ini bukannya tidak lumrah terjadi di Italia pada abad ke-19, dan seringkalisering kali berkisar seputar tindakan pembaptisan terhadap seorang kanak-kanak Yahudi oleh seorang pelayan Kristen.{{sfn|Kertzer|1998|p=34}} Secara resmi, Gereja tidak membenarkan umat Katolik membaptis kanak-kanak Yahudi tanpa persetujuan orang tuanya, kecuali jika si kanak-kanak sudah dalam sakratulmaut. Gereja menganggap syarat meminta persetujuan orang tua boleh ditangguhkan demi [[keselamatan (Kristen)|menyelamatkan]] jiwa kanak-kanak yang sudah dalam sakratulmaut, agar jiwa kanak-kanak yang bersangkutan dibenarkan masuk [[surga (Kekristenan)|surga]].{{sfn|Kertzer|1998|p=97}} Banyak keluarga Yahudi khawatir anak-anak mereka dibaptis secara diam-diam oleh para pelayan Kristen mereka, sehingga beberapa di antaranya mewajibkan karyawan-karyawan Kristen, yang hendak berhenti mengabdi pada mereka, untuk menandatangani akta notaris berisi pernyataan tidak pernah membaptis anak-anak majikan mereka.{{sfn|Kertzer|1998|pp=34–39}}
 
[[Berkas:San Domenico75.jpg|jmpl|Serambi wisma tarekat Dominikan di lingkungan [[Basilika San Domenico]], Bologna, foto tahun 2006]]
Baris 78:
=== Skandal internasional; muslihat politik ===
[[Berkas:Adolphe Yvon - Portrait of Napoleon III - Walters 3795.jpg|jmpl|lurus|Kaisar Prancis, [[Napoleon III]], adalah salah seorang tokoh dunia yang dibuat gusar oleh tindakan-tindakan Negara Gereja dalam kasus Mortara.]]
Karena tidak ada kemajuan di Roma, Momolo dan Marianna Mortara akhirnya pulang ke Bologna pada awal bulan Desember 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=116–118}} Tak lama kemudian, keluarga Mortara pindah ke kota [[Turin]] di Kerajaan Sardinia.{{sfn|Kertzer|1998|p=184}} Kasus Mortara, yang dijuluki "impian humas" [[anti-Katolik]] oleh David Kertzer, ketika itu sudah menghebohkan Eropa dan Amerika Serikat. Desakan kepada Sri Paus agar memulangkan Edgardo kepada kedua orang tuanya terus-menerus disuarakan oleh banyak pihak dari segala lapisan masyarakat.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1p=154 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2pp=116–118}} Kasus Mortara menjadi ''[[cause célèbre]]'' bukan hanya di kalangan umat Yahudi melainkan juga di kalangan umat Kristen Protestan, khususnya di Amerika Serikat, negara yang sarat dengan [[anti-Katolik di Amerika Serikat|sentimen anti-Katolik]]. Selama bulan Desember 1858 saja, harian ''[[The New York Times]]'' sudah memuat lebih dari 20 artikel tentang Kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=126–127}} Di Inggris, mingguan ''[[The Spectator]]'' mengedepankan Kasus Mortara sebagai bukti bahwa pemerintah Negara Gereja adalah "pemerintah terburuk sejagat, yang paling bobrok dan yang paling angkuh, yang paling kejam dan yang paling zalim".<ref>{{cite magazine |date=13 November 1858 |title=Analogues of the Mortara Case |url=http://archive.spectator.co.uk/article/13th-november-1858/14/analogues-of-the-mortara-case |work=The Spectator |issue=1585 |location=London |pages=13–14}}</ref> Media massa Katolik di Italia maupun di luar Italia bersikukuh membela tindakan-tindakan Sri Paus.{{sfn|Kertzer|1998|p=128}} Artikel-artikel pro-Gereja seringkalisering kali terang-terangan menampakkan semangat [[antisemitisme|antisemit]], misalnya dengan menuduh bahwa pemberitaan Kasus Mortara yang penuh dengan kecaman terhadap Sri Paus di Inggris, Prancis, atau Jerman tidaklah mengherankan "karena banyak surat kabar Eropa belakangan ini memang sudah dikuasai Yahudi".{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=264 |2a1=Kertzer |2y=1998 |2p=135}} Sabatino Scazzocchio merasa serangan media massa terhadap Gereja sesungguhnya merugikan perjuangan keluarga Mortara, karena serangan-serangan itu membangkitkan murka Sri Paus sehingga semakin berkeras untuk tidak berkompromi.{{sfn|Kertzer|1998|p=162}}
 
Tidak jelas apakah Paus Pius IX terlibat atau tidak terlibat secara pribadi dalam pengambilan keputusan untuk memisahkan Edgardo Mortara dari kedua orang tuanya, dan tidak jelas pula apakah ia pernah atau belum pernah sebelumnya ditentang dengan sedemikian sengitnya lewat media massa, yang jelas ia benar-benar dibuat kaget oleh letupan kemarahan internasional terkait kasus Mortara. Atas dasar bula ''Postremo Mense'', ia berpendirian bahwa tindakan mengembalikan anak yang sudah dibaptis kepada orang tua non-Kristen adalah perbuatan yang menyalahi doktrin Gereja.{{sfnm |1a1=De Mattei |1y=2004 |1pp=155–156 |2a1=Jodock |2y=2000 |2p=41 |3a1=Kertzer |3y=1998 |3pp=83–85}} Kendati pemerintah negara-negara asing dan berbagai cabang [[keluarga Rothschild]] satu demi satu melaknat tindakan-tindakannya, Paus Pius IX tetap berpegang teguh pada apa yang ia anggap sebagai urusan prinsip.{{sfn|Kertzer|1998|pp=87–90}} Salah seorang pemimpin dunia yang ikut berang adalah [[Napoleon III|Kaisar Prancis, Napoleon III]]. Kaisar Napoleon III menganggap kasus ini cukup mengkhawatirkan, mengingat sintasnya pemerintah Negara Gereja adalah jasa garnisun Prancis di kota Roma.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar mendukung pemerintahan duniawi Sri Paus secara acuh tak acuh karena didukung sebagian besar warga Katolik Prancis, tetapi kasus Mortara telah menyurutkan dukungan. Menurut sejarawan Roger Aubert, kasus Mortara juga merupakan peristiwa yang memicu perubahan sikap Prancis.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Pada bulan Februari 1859, Kaisar Napoleon III diam-diam bermufakat dengan Kerajaan Sardinia. Ia menjanjikan pengerahan bala tentara Prancis ke Italia untuk membantu Kerajaan Sardinia mengusir penjajah Austria dan mempersatukan seluruh Italia dengan mencaplok wilayah Negara Gereja, wilayah Kerajaan Dua Sisilia, dan wilayah negara-negara kecil lainnya.{{sfn|Kertzer|1998|p=167}}{{#tag:ref|Pakta ini dibuat menyusul perjanjian serupa yang disepakati Kaisar dengan [[Camillo Cavour|Bupati Cavour]], Perdana Menteri Raja Victor Emmanuel, pada tanggal 21 Juli 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}} Kaisar Napoleon III diberi tahu mengenai kasus Mortara oleh ''Marquis'' Gioacchino Napoleone Pepoli, saudara sepupunya yang tinggal di Bologna, sebelum perwakilan komunitas Yahudi Prancis mengajukan permohonan tertulis pada bulan Agustus 1858.{{sfn|Kertzer|1998|pp=85–87}}|group=lower-alpha|name="napoleonreport"}}
Baris 151:
== Tinggalan sejarah ==
Kalaupun tercatat, kasus Mortara tidak banyak diulas dalam sebagian besar catatan sejarah Risorgimento.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}}
Karya tulis ilmiah pertama dalam bentuk buku yang mengulas kasus Mortara adalah ''The American Reaction to the Mortara Case: 1858–1859'' (1957) karangan Rabi [[Bertram Korn]]. Isi buku ini secara khusus menyoroti opini masyarakat di Amerika Serikat, kendati David Kertzer berpandangan bahwa detail-detail kasus Mortara di dalamnya seringkalisering kali tidak tepat.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} Sumber sejarah utama mengenai kasus Mortara sampai dengan era 1990-an adalah serangkaian artikel dari cendekiawan Italia, Gemma Volli, yang terbit dalam kurun waktu 1958–1960, kira-kira 100 tahun sesudah timbulnya kasus Mortara.{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} Saat baru mulai mendalami kasus Mortara, David Kertzer terkejut mendapati banyak rekan seprofesinya di Italia tidak begitu tahu akan kasus ini, sementara para pakar kajian Yahudi di seluruh dunia, menurut David Kertzer, telah melengserkan kasus Mortara "dari arus utama sejarah Italia ke ruang lingkup khusus sejarah bangsa Yahudi".{{sfn|Kertzer|1998|pp=299–302}} David Kertzer mendalami banyak sumber yang belum pernah dikaji, dan akhirnya menerbitkan buku ''The Kidnapping of Edgardo Mortara'' (1997), yang kini menjadi sumber rujukan utama mengenai kasus Mortara.<ref name="Benton 2013"/><ref>{{cite web |last=Levitan |first=Dov |date=27 November 2010 |title='I Was Kidnapped from the Land of the Hebrews' (Gen. 40:15): The Kidnapping of Edgardo Mortara |url=http://www.biu.ac.il/JH/Parasha/eng/vayeshev/839Lev.doc |url-status=dead |format=doc |location=Ramat Gan, Israel |publisher=Bar-Ilan University |page=3 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160304042222/http://www.biu.ac.il/JH/Parasha/eng/vayeshev/839Lev.doc |archive-date=4 Maret 2016 |access-date=8 Februari 2016}}</ref>{{sfnm |1a1=Green |1y=2012 |1p=485<!-- "Keterangan ini dipetik dari sumber utama sejarah kasus Mortara: David Kertzer, ''The Kidnapping of Edgardo Mortara''".--> |2a1=Grew |2y=2000}}
 
Menurut Timothy Verhoeven, kasus Mortara merupakan kontroversi terbesar seputar Gereja Katolik pada pertengahan abad ke-19, karena "dibanding kasus-kasus lain, kasus ini mampu&nbsp;... mengungkap perseteruan antara kubu pendukung dan kubu penentang Vatikan dengan lebih jelas".{{sfn|Verhoeven|2010|pp=55–57}} Abigail Green mengemukakan dalam tulisannya bahwa "perbenturan wawasan dunia khas liberal dengan wawasan dunia ala Katolik yang terjadi manakala ketegangan internasional mencapai titik genting ini&nbsp;... membuat kasus Mortara menyita perhatian dunia, dan menjadi peristiwa penting bagi umat Yahudi sedunia".{{sfn|Green|2012|p=264}} Edgardo Mortara sendiri mengemukakan pandangannya pada tahun 1893 bahwa peristiwa pengambilan paksa terhadap dirinya sempat "lebih kesohor daripada peristiwa [[Pemerkosaan Wanita Sabine|pengambilan paksa terhadap anak-anak gadis orang Sabini]]".{{sfn|De Mattei|2004|p=154}}