Kebanyakan sejarawan mendukung cerita meskipun ''Victorious'' justru berlayar melalui Selat Lombok dan bukan Sunda, Inggris dengan gamblang menang dalam unjuk kekuatan selama Krisis Selat Sunda. Banyak laporan, termasuk ''History of Counterinsurgency ''Gregory Fremont-Barnes, setuju dengan versi sederhana bahwa Indonesia menutup selat tersebut karena alasan tertentu dan kedatangan satuan tugas di sekeliling kapal induk tersebut mengintimidasi Soekarno untuk membukanya kembali.<ref>Fremont-Barnes 2015, p. 112.</ref> Argumen yang umum adalah pas tersebut merupakan unjuk kekuatan yang efektif dan berani, seringkalisering kali mengabaikan masalah Selat Sunda sama sekali; sentimen yang ditunjukkan oleh awak ''Victorious ''sendiri, yang selama perjalanan melalui Selat Lombok berada di pos aksi saat melihat kapal selam Indonesia dan siap untuk menembak jika ada tanda-tanda permusuhan, percaya bahwa orang Indonesia memilih untuk menahan diri karena takut terhadap kekuatan mereka. Pandangan tersebut dipertahankan oleh laporan resmi Inggris, menggambarkan hasil krisi sebagai kompromi dari masyarakat Indonesia, yang dalam istilah ''brinksmanship'', "berkedip pertama" setelah Inggris menolak untuk mundur. Departemen Luar Negeri bahkan habis-habisan mengklaim bahwa Selat Lombok sama saja dengan Selat Sunda, meskipun terdapat jarak yang lebih jauh antara Singapura dan Australia.<ref>Boon Kwan 2005, p. 411.</ref> Setidaknya, kekalahan Indonesia kemudian hari di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kesepakatan Tunku untuk menjauhkan diri dari pembalasan adalah hasil yang sangat positif bagi Inggris dari insiden ini.