Jawanisasi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 78:
 
== Sejarah modern ==
[[Berkas:Masjid Suharto di dekat Museum Imam Bonjol.jpg|al=|jmpl|250x250px|Sebuah masjid di [[Bonjol, Pasaman|Bonjol]], [[Sumatra Barat]]. Rezim Orde Baru Soeharto menyeponsori pembangunan berbagai [[masjid di Indonesia]] dengan gaya atap masjid tradisional Jawa.|kiri]]
Setelah kemerdekaan dan [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|revolusi fisik Indonesia]] (1945-1949) dan kemerdekaan Indonesia, banyak simbol nasional Indonesia yang berasal dari warisan [[Majapahit]], sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa pada ke-14 sampai abad ke-15. [[Bendera Indonesia]] menampilkan warna Majapahit, merah dan putih, semboyan nasional [[Bhinneka Tunggal Ika]] dan ideologi negara [[Pancasila]] juga menunjukkan warisan Majapahit. Bapak pendiri Indonesia, terutama [[Soekarno]] memang menggali ke sejarah Indonesia untuk mencari filsafat dan kearifan lokal untuk merumuskan kebangsaan baru bangsa Indonesia. Tentu saja, budaya Jawa sebagai salah satu elemen yang paling berpengaruh dalam budaya Indonesia turut menyumbangkan pengaruhnya.
 
Selama rezim Orde Baru [[Soeharto]] (1966-1998), budaya politik Indonesia agak dianggap telah "dijawakan". Tingkat administrasi juga diatur dalam gaya dan idiom Jawa, seperti ''[[Kabupaten]]'' dan ''desa'', istilah yang awalnya tidak akrab di beberapa provinsi di Indonesia, seperti [[Sumatra Barat]] (menggunakan istilah "nagari") dan [[Papua]] (menggunakan istilah "distrik"). Dalam kehidupan politik Indonesia pasca-kemerdekaan, istilah "penjawaan" digunakan untuk menggambarkan proses dimana [[suku Jawa]] dan individu yang dijawakan, secara bertahap menjadi mayoritas dan tidak proporsional dari elit pemerintahan di era pascakemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite web