Budaya Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 281:
Lukisan Indonesia sebelum abad ke-19 sebagian besar terbatas pada seni dekoratif, dianggap sebagai kegiatan religius dan spiritual, sebanding dengan seni Eropa pra-1400. Nama-nama seniman pada kala itu anonim, sebab pencipta manusia dipandang jauh lebih penting daripada kreasi mereka untuk menghormati dewa atau roh. Beberapa contoh adalah seni dekoratif ''[[kenyah]]'', yang didasarkan pada motif alam endemik seperti [[pakis]] dan [[rangkong]], umumnya ditemukan pada dinding rumah panjang Kenyah untuk tujuan estetika. Seni tradisional yang terkenal lainnya adalah [[ukiran kayu Toraja]] yang geometris. Lukisan Bali pada awalnya merupakan gambar narasi untuk menggambarkan adegan legenda Bali dan skrip [[agama Hindu]]. Lukisan-lukisan Bali klasik sering menghiasi manuskrip lontar dan juga langit-langit paviliun [[pura]] dan [[kuil]].
 
Di bawah pengaruh kekuasaan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]], seni lukis yang cenderung ke arah lukisan gaya Barat muncul—pada abad ke-19. Di [[Belanda]], istilah "Lukisan Indonesia" diterapkan pada lukisan-lukisan yang diproduksi oleh Belanda atau seniman asing lainnya yang tinggal dan bekerja di—bekas—Hindia Belanda. Pelukis asli Indonesia abad ke-19 yang paling terkenal adalah [[Raden Saleh]] (1807–1877), seniman [[pribumi-Nusantara|pribumi]]—bercampur darah [[Arab-Indonesia|Arab]]—pertama yang belajar di [[Eropa]]. Seninya sangat dipengaruhi oleh [[romantisisme]]. Pada tahun [[1920]], [[Walter Spies]] menetap di [[Bali]], ia sering dikreditkan dengan menarik perhatian tokoh budaya Barat ke budaya dan kesenian Bali. Karya-karyanya telah mempengaruhi seniman dan pelukis Bali. Kini, Bali memiliki salah satu tradisi melukis yang paling jelas dan paling kaya di Indonesia.
 
[[1920]]-an hingga [[1940]]-an adalah masa pertumbuhan [[nasionalisme]] di Indonesia. Periode sebelumnya gerakan [[romantisme]] tidak dilihat sebagai gerakan murni Indonesia dan tidak berkembang. Pelukis mulai melihat dunia alami untuk [[inspirasi]]. Beberapa contoh pelukis Indonesia selama periode ini adalah [[Bali Ida Bagus Made]] dan realis [[Basuki Abdullah]]. Asosiasi Pelukis Indonesia (Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia atau [[PERSAGI]], [[1938]]–[[1942]]1938–1942) dibentuk selama periode ini. PERSAGI menetapkan [[filosofi]] [[seni kontemporer]] yang melihat karya seni sebagai refleksi dari pandangan individu atau pribadi seniman serta ekspresi pemikiran budaya nasional.
 
Sejak tahun [[1940]]-an, para seniman mulai menggabungkan teknik-teknik Barat dengan citra dan budaya di Asia Tenggara. Pelukis yang berakar dalam gerakan revolusioner [[Perang Dunia]] dan periode pasca Perang Dunia mulai muncul selama periode ini, seperti [[Sudjojono]], [[Affandi]], dan [[Hendra]]. Selama tahun 1960-an, unsur-unsur baru ditambahkan ketika abstrak ekspresionisme dan [[seni Islam]] mulai diserap oleh komunitas seni. Juga selama periode ini, kelompok pelukis yang lebih peduli tentang realitas [[orang Indonesia|masyarakat Indonesia]] mulai muncul, mengambil inspirasi dari masalah sosial seperti pembagian antara orang kaya dan orang miskin, [[polusi]], dan [[penggundulan hutan]]. Identitas nasional Indonesia ditekankan oleh para pelukis ini melalui penggunaan gaya dokumenter yang realistis. Selama periode [[Soekarno]], seni yang terlibat secara sosial ini secara resmi dipromosikan, tetapi setelah tahun 1965, popularitasnya menurun karena kecenderungan yang diduga [[PKI|komunis]].
Selama tahun [[1960]]-an, unsur-unsur baru ditambahkan ketika abstrak ekspresionisme dan [[seni Islam]] mulai diserap oleh komunitas seni. Juga selama periode ini, kelompok pelukis yang lebih peduli tentang realitas [[orang Indonesia|masyarakat Indonesia]] mulai muncul, mengambil inspirasi dari masalah sosial seperti pembagian antara orang kaya dan orang miskin, [[polusi]], dan [[penggundulan hutan]]. Identitas nasional Indonesia ditekankan oleh para pelukis ini melalui penggunaan gaya dokumenter yang realistis. Selama periode [[Soekarno]], seni yang terlibat secara sosial ini secara resmi dipromosikan, tetapi setelah tahun [[1965]], popularitasnya menurun karena kecenderungan yang diduga [[PKI|komunis]].
 
Tiga akademi seni yang menawarkan pelatihan formal yang luas dalam seni visual adalah [[Institut Teknologi Bandung]] yang didirikan pada [[1947]]; [[Akademi Seni Rupa Indonesia]] (ASI) atau ASRI, sekarang dikenal sebagai ISI, di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] diresmikan pada [[1950]]; dan [[Institut Kesenian Jakarta]] (IKJ), dibuka pada tahun [[1970]].
 
=== Seni patung ===