Hak menentukan nasib sendiri: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k bentuk baku |
k replaced: moderen → modern (2) |
||
Baris 1:
'''Hak menentukan nasib sendiri''' ({{lang-en|right to self-determination}}) adalah hak setiap orang untuk secara bebas menentukan kehendaknya sendiri, khususnya dalam hal prinsip mengenai status [[politik]] dan kebebasan mengejar kemajuan di bidang [[ekonomi]], [[sosial]], serta [[budaya]]. Kepentingan akan menentukan nasib sendiri, oleh sebab itu terletak pada adanya [[kebebasan]] dalam membuat pilihan.<ref name=":0">{{Cite web|url=http://www.unpo.org/article/4957|title=UNPO: Self-determination|website=www.unpo.org|language=en|access-date=2017-12-06}}</ref> Namun demikian, dewasa ini, penggunaan menentukan nasib sendiri lebih mengacu pada hak untuk menentukan nasib politik. Namun dalam acuan tersebut, tidak ada kriteria hukum yang menjelaskan siapa orang/pihak yang dimaksud, atau kelompok mana yang dapat secara sah membuat klaim terhadap hak tersebut dalam kasus tertentu, yang menjadikannya salah satu di antara isu kompleks yang dihadapi para pembuat kebijakan.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://web.archive.org/web/20080220083041/http://findarticles.com/p/articles/mi_gx5215/is_2002/ai_n19132482|title=Self-Determination {{!}} Encyclopedia of American Foreign Policy {{!}} Find Articles at BNET.com|date=2008-02-20|access-date=2017-12-06}}</ref>
[[Berkas:Zuid-Molukkers demonstreren bij Indonesische Ambassade in Den Haag tegen schendi, Bestanddeelnr 933-7169.jpg|jmpl|Protes terhadap perlakuan pemerintah Suharto terhadap Timor Timur, 1986]]
Istilah ''right to self determination'' atau hak untuk menentukan nasib sendiri mendapat perhatian yang cukup besar di Indonesia pada proses penyelesaian konflik yang sangat sensitif, termasuk peristiwa referendum [[Timor Timur]] pada tahun 1999 dan perundingan [[Aceh]] yang kemudian melahirkan [[Otonomi Khusus]].<ref name=":12">{{Cite web|url=http://nasional.kompas.com/read/2017/09/01/23091381/hak-menentukan-nasib-sendiri-alternatif-penyelesaian-konflik-rohingya|title=Hak Menentukan Nasib Sendiri, Alternatif Penyelesaian Konflik Rohingya Halaman all|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|access-date=2017-12-10}}</ref> Pada mulanya prinsip menentukan nasib sendiri merupakan pedoman dalam pembangunan ulang [[Eropa]] pasca-[[Perang Dunia I]].<ref name=":0" /> Ketika sistem Eropa terdahulu mulai hancur setelah berakhirnya Perang Dunia I, prinsip menentukan nasib sendiri mendapat pembelaan dari tokoh internasional yang memiliki landasan [[ideologi]] berbeda, yakni [[Vladimir Lenin]] (dari 1903 sampai 1917)<ref name=":2">http://etheses.lse.ac.uk/923/1/Knudsen_Moments_of_Self-determination.pdf</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1914/self-det/ch01.htm|title=Lenin: 1914/self-det: 1. WHAT IS MEANT BY THE SELF-DETERMINATION OF NATIONS?|last=Lenin|first=V.I.|website=www.marxists.org|access-date=2017-12-07}}</ref> dan presiden [[Woodrow Wilson]] (pada 1918)<ref name=":2" />.<ref name=":3">{{Cite web|url=http://www.austlii.edu.au/au/journals/MqLJ/2003/3.html|title=SELF-DETERMINATION, INTERNATIONAL SOCIETY AND WORLD ORDER - [2003] MqLJ 3; (2003) 3 Macquarie Law Journal 29|website=www.austlii.edu.au|access-date=2017-12-06}}</ref> Pidato Lenin bersifat lebih universal, meskipun pada akhirnya kurang berpengaruh. Sebaliknya, [[14 Pokok Wilson]] menguraikan sejumlah prinsip berkenaan dengan menentukan nasib sendiri,<ref name=":11">{{Cite journal|title=Self|url=http://opil.ouplaw.com/view/10.1093/law:epil/9780199231690/law-9780199231690-e873|language=en|doi=10.1093/law:epil/9780199231690/law-9780199231690-e873}}</ref> namun hanya diterapkan untuk orang-orang Eropa,<ref name=":4">{{Cite news|url=https://www.beyondintractability.org/essay/self-determination|title=Self-Determination Procedures|last=corissajoy|date=2016-07-13|newspaper=Beyond Intractability|language=en|access-date=2017-12-06}}</ref> dimana gagasan menentukan nasib sendiri tersebut berkembang secara berbeda di [[Eropa Tengah]] dan [[Eropa Timur]], dengan di [[Eropa barat]].<ref>Thomas D. Musgrave, Self-Determination and National Minorities (New York: Oxford University Press, 1997), chr. 1.</ref> Berkembangnya negara-negara
Lingkup prinsip menentukan nasib sendiri dianalisis oleh dua kelompok ahli internasional yang ditunjuk oleh ''League of Nations'' ([[liga bangsa-bangsa]] – LBB) untuk memeriksa kasus [[pulau Aland]], wilayah yang secara budaya dan bahasa termasuk wilayah orang-orang [[Swedia]], dan wilayah tersebut menginginkan kembali bersatu dengan pulau induk Swedia daripada tetap menjadi bagian negara [[Finlandia]] yang baru merdeka dari [[kekaisaran Rusia]] pada Desember 1917.<ref name=":5">{{Cite web|url=https://pesd.princeton.edu/?q=node/254|title=Legal Aspects of Self-Determination {{!}} Encyclopedia Princetoniensis|website=pesd.princeton.edu|access-date=2017-12-06}}</ref> Kelompok ahli yang pertama berpendapat bahwa menentukan nasib sendiri jelas tidak mendapat status hukum internasional karena meskipun prinsip menentukan nasib sendiri berperan penting dalam pandangan politik
== Varian interpretasi ==
|