Hak properti wanita: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k bentuk baku
HsfBot (bicara | kontrib)
k replaced: moderen → modern (2)
Baris 34:
 
== Hak primogenetur ==
Hukum umum Inggris pertama yang berdampak pada hak properti wanita pada masa moderenmodern awal ialah [[hak primogenetur]] (''primogeniture'') atau [[hak anak sulung]]. Hak tersebut berlaku secara efektif terutama selama masa gadis seorang wanita. Hak primogenetur menetapkan bahwa harta peninggalan diberikan sepenuhnya kepada anak laki-laki tertua dalam keluarga, dan sering kali meninggalkan anggota keluarga yang perempuan dengan sedikit atau tidak ada samasekali [[harta]] peninggalan. Alasan dibalik peraturan tersebut dapat diterima untuk sebuah negara dengan keterbatasan lahan seperti Inggris, yakni untuk menjaga tanah agar tidak terpecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil akibat pernikahan dan pewarisan berulang-ulang, oleh sebab itu anak laki-laki pertama dalam keluarga yang mewarisinya. Apabila seorang wanita diberikan tanah sebagai [[mahar]] atau [[warisan]], maka akibat pernikahan itu, tanah tersebut tidak lagi menjadi tanah keluarga, sehingga dapat menurunkan harga tanah tersebut. Sedangkan apabila anak laki-laki termuda yang mendapatkan tanah melalui warisan, maka tanah tersebut akan menjadi cepat berkurang karena pembagian dengan masing-masing generasi baru. Selain [[tanah]], benda-benda lain diturunkan kepada semua anak, seperti barang yang dapat dipindahkan, misalnya [[furnitur]] dan [[pakaian]], atau sejumlah [[uang]]: namun tanah, karena merupakan penentu kekayaan dan kekuasaan di Inggris, maka harus dipertahankan dengan segala cara. Hak primogenetur mempertahankan golongan aristokrasi melalui penjagaan terhadap tanah dan juga gelar ke[[bangsawan]]<nowiki/>an, serta menjaga peruntungan keluarga untuk kelangsungan anak cucu dan keturunan selanjutnya.<ref name=":1" />
 
Meski demikian, dalam realita yang terjadi, wanita dapat pula semakin memiliki pertambahan harta melalui warisan, yang terkadang termasuk di dalamnya berupa tanah. Wanita pada umumnya mendapatkan warisan properti yang dapat dipindahkan sebagaimana yang lebih dapat diterima berdasarkan hukum umum; namun hukum menyediakan kondisi dimana anak perempuan dapat menerima warisan berupa tanah. Apabila ayah wanita tersebut tidak mempunyai anak laki-laki, namun menginginkan agar tanah yang dimilikinya dapat tetap berada dalam kepemilikan keluarga langsungnya (''immediate family'') daripada diberikan kepada keluarga laki-laki jauh, maka anak perempuannya dapat mewarisi tanah tersebut.<ref name=":1" /> Di samping itu, apabila seorang ayah memiliki beberapa anak perempuan dan tidak memiliki anak laki-laki, tanah yang dimilikinya dapat dibagi secara merata di antara anak-anak perempuannya. Diperkirakan sekitar 33% wanita menerima warisan properti tanah di bawah peraturan hukum umum tersebut.<ref>Eileen Spring, Law, Land, and Family: Aristocratic Inheritance in England, 1300 to 1800 (Chapel Hill: University of North Carolina Press, 1993) 10–11</ref> Tanah warisan untuk wanita juga bervariasi menurut wilayah. Sebagai contoh, catatan dari [[Yorkshire]] mengindikasikan sekitar 26% pria yang memiliki anak laki-laki dan anak perempuan memberikan warisan tanah kepada anak dengan kedua gender tersebut, sementara di [[Sussex]], laju pemberian warisan kepada anak perempuan ialah serendah 5%. Gagasan memberikan tanah kepada wanita dibandingkan kepada keluarga laki-laki benar adanya, bahkan di dalam lingkup keluarga inti. Sebagai contoh, dalam kasus Tuan [[John Shelton]], ia mengatur agar tanah yang dimilikinya dapat diberikan kepada tiga anak perempuannya karena saudara laki-lakinya, satu-satunya laki-laki yang dapat mewarisi tanah tersebut, meninggal sebelum dirinya.<ref>Barbara J. Harris, British Aristocratic Women, 1450–1550: Marriage and Family, Property and Careers (Oxford: Oxford University Press, 2002), 21</ref> Sementara hukum umum idealnya memberikan warisan tanah kepada anak laki-laki tertua, namun pada praktiknya dalam [[Periode modern awal|periode moderen awal]] Inggris memberikan pula kepada wanita warisan berupa tanah, meskipun lebih jarang terjadi.<ref name=":1" />
Baris 48:
 
====== ''Separate estate'' ======
Cara kedua keluar dari pembatasan ''couverture'' (kedudukan wanita bersuami) ialah melalui bentuk kontrak pernikahan yang disebut dengan ''[[separate estate]]'' (lahan terpisah). Kontrak pernikahan ini memungkinkan wanita memiliki sepenuhnya tanah selama masa pernikahan. Hal ini berarti bahwa pengantin wanita menjaga sepenuhnya hak atas pemilikan properti tanah yang dimilikinya selama pernikahan (tanah tidak menjadi milik suami setelah pernikahan). Gagasan ini serupa dengan perjanjian moderenmodern sebelum masa pernikahan (''pre-nuptial''), diakibatkan karena berakhirnya pernikahan oleh perceraian ataupun kematian, wanita dapat menjaga properti mahar tertentu dan juga harta istri (''jointure''). Namun demikian, bentuk kontrak pernikahan ini hanya digunakan oleh anggota masyarakat yang paling kaya untuk melindungi kekayaan keluarga, dan lahan terpisah (''separate estate'' ) ini termasuk salah satu di antara hal yang paling sulit untuk mendapat pembelaan secara hukum karena hanya berlaku berdasarkan hukum kewajaran (''[[law of equity]]'').<ref>Amy Louise Erickson, Women and Property in Early Modern England, (New York: Routledge, 1993), 103</ref>
 
''Equity'' (hak menurut keadilan) merupakan bentuk hukum yang cenderung berpihak pada hak-hak properti wanita. Pengadilan ''equity'', tidak seperti pengadilan hukum pada umumnya, memandang tidak hanya pada benda-benda seperti [[akta]], naskah resmi, dan berkas-berkas bukti hukum dalam sebuah kasus, tetapi juga mempertimbangkan keadaan dan penyebab yang meliputi serta mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Di bawah ''equity'', seorang wanita dapat menuntut anak laki-laki mereka sendiri, laki-laki lain, bahkan suami mereka.<ref>Tim Stretton, Women Waging Law in Elizabethan England (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), 28</ref> Sebagai contoh, apabila seorang janda hendak menuntut anak laki-lakinya untuk sebagian tanah yang menjadi warisan anak laki-lakinya tersebut, [[pengadilan hukum umum]] akan melihat kontrak pernikahan asli janda tersebut untuk memastikan ia memenuhi syarat yang memenuhi bagiannya dalam perjanjian. Pengadilan kemudian akan melihat pula berkas-berkas yang relevan dengan tanah tersebut, misalnya keinginan ayah dari wanita tersebut atau naskah resmi. Berdasarkan perihal dokumen tersebut, pengadilan akan membuat keputusan. Namun disebabkan karena sulitnya bagi wanita untuk membuktikan secara hukum atas tanah melalui keinginan seseorang ataupun melalui berkas resmi, pengadilan hukum umum lebih cenderung berpihak dan mendukung hak properti bagi pria. [[Pengadilan equity|Pengadilan ''equity'']], pada sisi lain, melihat tidak hanya pada ketersediaan dokumen-dokumen, tetapi juga pada penjelasan wanita mengapa ia tidak memiliki berkas resmi atau dokumen lainnya, serta argumen mengapa ia pantas mendapatkan tanah yang bersangkutan. Hukum ''equity'' biasanya dipergunakan oleh wanita janda untuk melindungi harta istri (''jointure''), lahan terpisah (''separate estate''), atau properti lain yang secara hukum dapat menjadi milik mereka.<ref>Mary Beard, Woman as Force in History: A Study in Traditions and Realities (New York: The Macmillan Company, 1946)</ref>