Sakatiga, Indralaya, Ogan Ilir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
HsfBot (bicara | kontrib)
k jaman --> zaman
Baris 22:
Abdurrahman Amangkurat VI atau Sido Ing Rejek telah terjadi peperangan dengan pemerintahan Hindia Belanda. Dalam peperangan ini terjadilah ketegangan antar kedua belah pihak memaksa Susuhunan Abdurahman Sidi Ing Rejek memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Palembang ke Selatan agar lebih aman yaitu desa Sakatiga dan sekitarnya. Selama peperangan berlangsung kegiatan syi’ar agama Islam tetap dilakukan. Pusat daerah pemerintahan darurat Kesultanan Palembang Darussalam bertempat di desa Muara Meranjat, sedangkan para Putri Raja dan dayangnya diungsikan ke empat yang lebih aman yaitu di desa pondok Mandiangin dan Tanjung Dayang yang terletak lebih ke hulu sungai Ogan yang melintasi desa Muara meranjat. Di daerah itu para putri raja dan dayang istana membuat kerajinan tenun songket, perhiasan dan pandai besi, hingga saat ini pun kerajinan itu masih dibuat oleh para penduduk.
 
Sedangkan para hulubalang dan prajurit istana mendiami desa Sanggombang dan desa Tanjung Pering, dan mereka kebanyakan berasal dari suku Jawa sedangkan untuk daerah Sakatiga, Indralaya dan Lubuk Sakti adalah keturunan Melayu. Selama peperangan di jamanzaman Susuhunan Abdurrahman atau Sido Ing Rejek dalam kedudukannya peran desa Sakatiga merupakan Ring kubu yakni pertahanan ke tiga yang dipimpin langsung oleh Susuhunan Abdurrahman sendiri, sedangkan ring kubu pertahanan pertama berpusat di Sako kenten, dan ring kubu pertahanan kedua terdapat di Sabu kingking, kedua kubu tersebut dipimpin langsung oleh Abdurrochim yang merupaka saudara kandung dari susuhunan Abdurrahman atau Sido Ing Rejek, seusai melakukan sidang penting para raja dan hulubalang akan beristirahat di desa Sakatiga yang merupakan pusat pertahanan lapis ke tiga ini. Dengan posisi menghadap ke kiblat, makam ketiga yang berada di luar bangunan utama adalah makam seekor kuda yakni kuda tunggangan raja Abdurrahman Sido Ing Rejek yang turut mati bersama sang raja. Dalam perjalanannya itu raja dan hulubalang naik dari sungai ke daratan memakai tangga yang hingga kini masih terdapat sisa bangunan tangga tersebut dan penduduk Sakatiga menamakannya dengan sebutan Tanggo Rajo. Sisa bangunan Tanggo Rajo ini terletak di bawah bangunan jembatan besi yang ada sekarang. Menurut Azwar, juru kunci makam Sido Ing Rejek, pembuatan jembatan besi membuat Tanggo Rajo itu tergeser dan sekarang sudah tidak ada lagi.
 
Peperangan terus berlangsung dan kubu pertahanan masih tetap bertahan di desa Sakatiga, pada tahun 1691, yang mulia Susuhunan abdurrahman Amangkurat VI sido ing Rejek wafat, tidak ada yang tahu pasti penyebab wafatnya. Menurut dugaan Sunan wafat bersamaan dengan empat orang pengikut setianya serta seekor kuda tunggangan raja susuhunan Abdurrahman Sid Ing Rejek.