Benny Tjokrosaputro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rinaldo Aldo (bicara | kontrib)
k Penghapusan gambar
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 25:
== Perjalanan Karir ==
 
Sebelum menjadi seorang pengusaha, Benny menjadi seorang investor saham saat berkuliah.
 
Menurut penuturan Benny kepada media, ia diajak oleh teman temannya saat itu. Saham pertama yang ia beli adalah [[Bank Ficorinvest]] dari modal tabungan yang saku kuliah. Saat itu, bank tersebut baru saja mencatatkan sahamnya di [[Bursa Efek Jakarta]] (kini Bursa Efek Indonesia).
 
Saat itu, sang ayah menganggap bahwa aktivitas Benny adalah bagian dari judi, sehingga kemudian Benny ditegur. Namun, setelahnya sang ayah membiarkan perilaku Benny ini.
 
Sebelumnya, sang ayah sering meminta Benny untuk belajar berbisnis agar tidak terus menerus terjun di saham. Berbagai macam langkah dilakukan oleh sang ayah saat itu. Namun karena langkah ini dirasa gagal, sang ayah membiarkan Benny untuk terjun di saham.
Baris 35:
Beberapa waktu kemudian, Benny akhirnya melanjutkan bisnis garmen milik sang ayah. Namun, perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan hingga harus dilakukan upaya restrukturisasi. Sejumlah upaya dilakukan Benny untuk menyelamatkan bisnis garmen tersebut.
 
Bisnis itulah yang kemudian hari dikenal sebagai [[Hanson International]], sebuah perusahaan properti. Saat ini Benny menjabat sebagai direktur utama di perusahaan tersebut.
 
Perjalanan karir Benny cukup panjang, dimana Benny pernah tercatat sebagai direktur dan atau komisaris pada perusahaan perusahaan berikut.
 
* Direktur PT Ciptawira Binamandiri (1992-sekarang)
Baris 70:
== Kontroversi ==
 
Bagi investor saham di Indonesia, Benny biasa disebut pandai dalam "menggoreng" harga saham agar kemudian makin tinggi.
 
Dalam sejarah, Benny pernah terjerat kasus cornering atau "menggoreng" harga saham '''Bank Pikko''' (kini [[Bank J Trust Indonesia]]) pada tahun [[1997]].
 
Benny bersama '''Pendi Tjandra''' melakukan tindakan [[short selling]] (melakukan transaksi jual tanpa ada saham yang dimiliki, memanfaatkan harga saham turun sebagai keuntungan) dan cornering dengan menggunakan 13 rekening efek yang berbeda beda. Akibatnya, Benny dan Pendi harus membayar keuntungan dari transaksi mereka berdua senilai Rp 1 miliar kepada kas negara.
 
Setelah itu, dua perusahaan milik Benny, yaitu '''Manly Unitama Finance''' dan '''Hanson Industri Utama''' (sekarang Hanson International) pernah terjerat saksi [[Bapepam]] (kini OJK). Kedua perusahaan dinyatakan tidak menyampaikan keterbukaan informasi terkait dengan transaksi yang berjalan.
Baris 80:
Manly bermasalah akibat tidak melaporkan penggunaan dana penawaran saham perdana secara benar sesuai peruntukan di prospektus penawaran, sementara Hanson bermasalah akibat penjualan aset perusahaan yang tidak dimintakan persetujuan kepada pemegang saham publik.
 
Meski sudah terjerat dalam beberapa pelanggaran di pasar modal, Benny masih melenggang di lantai bursa. Benny masih mengendalikan Hanson International, [[Sinergi Megah Internusa]] dan [[Bliss Properti Indonesia]]. Sementara keluarga Benny menguasai sejumlah perusahaan, seperti [[Rimo International Lestari]] yang dimiliki oleh [[Teddy Tjokrosaputro]].
 
Hal ini belum dihitung dengan sejumlah perusahaan yang dimiliki atau pernah dimiliki lebih dari 5% oleh Benny dan istrinya sekaligus mantan aktris, [[Okky Irwina Savitri]], seperti [[Siwani Makmur]].
 
Terakhir, Benny terjerat kasus [[Jiwasraya]], dimana ia bersama [[Heru Hidayat]] dianggap merugikan negara dalam kasus gagal bayar produk '''JS Saving Plan''' sebesar Rp 12,4 triliun per Desember 2019.
 
Benny dan Heru dianggap bekerjasama dengan [[Jiwasraya]] dan sejumlah [[manajer investasi]] yang mengelola dana Jiwasraya untuk melakukan aksi "penggorengan" harga saham dan mengintervensi keputusan investasi Jiwasraya.
 
Selain itu, Benny dan Heru juga tersangkut dalam kerugian portofolio saham [[Asabri]], dimana Asabri mengakui kerugian belum terealisasi (unrealized loss) sejumlah Rp 16,8 triliun pada tahun [[2019]]. Asabri akan meminta Benny dan Heru menutupi kerugian perusahaan.
 
== Referensi ==