Perkawinan Adat Makassar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
replaced: atau pun → ataupun using AWB |
||
Baris 2:
== Adat Sebelum Perkawinan ==
Sebuah ungkapan Bahasa makassar yang menyinggung tentang perkawinan adalah ''“Tenapa nagana se’re taua punna tenapa na situtu ulunna salangganna”,'' ( seorang belum sempurna jikalau kepalanya belum berhubungan dengan bahunya). Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa seseorang baru bisa dikatakan sempurna yang dalam Bahasa Makassar disebut ''tau'', bila ia sudah kawin. Seorang yang belum kawin diumpamakan mempunyai tubuh yang belum lengkap karena kepala dan selangkanya dianggap belum berhubungan. Suami dan istri dipersamakan sebagai kepala dan badan yang harus dihubungkan untuk menjadi manusia yang sempurna. Suami dan istri merupakan perlengkapan utama antara dengan lainnya. Seorang orang tua yang akan mengawinkan anaknya, baik putra maupun putri makai a akan mengatakan ''“la nipajjari taumi atau la nipattumi uluma salangganna''.”Artinya akan dijadikan manusialah dia, dihubungkanlah kepalanya dan selangkanya, sebab anak, disebut gadis
Dikatakan pula bila seseorang mengawinkan anaknya ''“Nisungkemi Bongonna”'' artinya selubungnya telah dibuka oleh anaknya. Orang tua yang mencarikan jodoh untuk anakny tidaklah mudah, karena mengawinkan anak menghubungkan atau mempertautkan dua keluarga menjadi satu sebab itu memerlukan berbagai pertimbangan.
Baris 13:
Bentuk perkawinan yang melalui proses peminaangan adalah suatu bentuk perkawinan yang tata cara pelaksanaannnya mengikuti adat-istiadat perkawinan masyarakat Makassar. Prosesnya kadang-kadang lama, bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.
Bentuk perkawinan yang tidak melalui proses peminangan dalam bahasa Makassar disebut ''Annyala'' ‘kawin lari’. Bentuk perkawinan semacam ini selalu menimbulkan perselisihaan antara keluarga si gadis dengan keluarga si pemuda. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kawin lari ''[[(Silariang),|'''(Silariang)''',]]'' <ref>{{Cite book|title=Metafora Bahasa Makassar|last=Wahid|first=Sugira|publisher=PPs Universitas Hasanuddin|year=1992|isbn=|location=Makassar|pages=|url-status=live}}</ref> antara lain:
* Pinangan laki-laki ditolak, biasanya karena adanya perbedaan garis keturunan, status sosial dan status pendidikan.
|