Tahun 2017, ketikaKetika Didik menjabat sekretaris jenderal, tahun 2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menggagas program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Program ini sempat menimbulkan pro-kontra karena diartikan sebagai program ''full day school''. Padahal, padahal yang sesungguhnya terjadi, sekolah dibebaskan merancang sendiri waktu belajarnya dalam rangka menyukseskan program PPK ini. Sekolah diizinkan memilih akan menerapkan lima hari belajar atau enam hari belajar. Terkait program ''full day school'' itu sendiri, menurut Didik, bukan hal yang baru karena sudah lama diterapkan di tiga belas ribuan sekolah di seluruh Indonesia.<ref>[https://rmol.id/read/2017/08/23/304140/ Didik Suhardi: Full Day School Sudah Berjalan Sejak Dulu Di 13 Ribu Sekolah Di Seluruh Indonesia]</ref>
Tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menghadirkan program zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah. Program ini menimbulkan penentangan dari masyarakat yang tidak berhasil masuk ke sekolah favorit. Di lain pihak, program ini banyak didukung karena adanya semangat untuk menyamakan kualitas pendidikan di Indonesia. Target jangka panjang dari program ini, adalah agar sekolah memiliki kualitas yang sama. Jadi, ke depannya tidak ada lagi istilah sekolah favorit atau tidak favorit. Masyarakat usia sekolah bisa belajar di sekolah-sekolah terdekat dari tempat tinggal masing-masing.<ref>[http://www.satuharapan.com/read-detail/read/zonasi-bukan-hanya-untuk-ppdb Zonasi Bukan Hanya untuk PPDB]</ref> Dengan adanya beberapa masukan, program zonasi dibenahi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan mengubah presentasi jumlah siswa yang diterima dengan jalur zona atau prestasi.