Siauw Giok Tjhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Zengcdt (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Zengcdt (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 55:
 
PTI mendukung berdirinya '''GERINDO''' (Gerakan Rakyat Indonesia) pada tanggal 18 Mei 1937, yang berdasarkan keputusan [[Kongres]] di [[Palembang]], menerima Oei Gee Hwat (Sekretaris Pengurus Besar PTI) menjadi salah seorang pengurus '''GERINDO'''. Ketika itu, [[GERINDO]] dibawah pimpinan A.K. Gani, Amir Syarifudin, [[Moh. Yamin]] dll. melanjutkan usaha perjuangan tokoh-tokoh [[PNI]], [[Partindo]], yang di-[[Digul]]-kan dan masih dalam pembuangan. Jadi, GERINDO menjalankan garis demokrasi yang mengutamakan perlawanan terhadap [[fasisme]] dan tidak mempersoalkan warna-kulit yang berbeda, bisa membuka pintu untuk menerima etnis Tionghoa.
 
==Perkawinan Sosialisme dan Kapitalisme==
 
Siauw Giok Tjhan dianggap sebagai tokoh yang memperjuangkan hak komunitas Tionghoa. Akan tetapi sebenarnya ia senantiasa bersandar atas prinsip yang dianugrahi PTI sejak tahun 1932, yaitu pemecahan masalah Tionghoa tidak terpisahkan dari masalah [[nasional]] Indonesia. Karena prinsip ini, Siauw Giok Tjhan kerap melontarkan pandangan-pandangan, di dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, yang sifatnya membenahkan struktur Indonesia secara keseluruhan.
 
Pada tahun 1950-an, Siauw tekun menyebar-luaskan pandangannya dalam hal pengembangan [[ekonomi domestik]]. Pada hakekatnya, ia menganjurkan dilaksanakannya sebuah kebijakan ekonomi [[pemerintah]] yang menyuburkan pada usaha yang dikelola oleh para pedagang Indonesia tanpa memandang latar belakang ras si [[pedagang]].
 
Argumentasinya, [[modal]] domestik ini sangat dibutuhkan untuk membangun ekonomi Indonesia dan pengkonsolidasian usaha domestik akan mempercepat kemakmuran yang bisa diarahkan kemerataannya.
 
Siauw menentang digalakkannya usaha-usaha raksasa yang dikelola oleh kekuatan [[multi-nasional]] karena menurutnya keuntungan usaha semacam ini, yang diperoleh dari [[exploitasi]] kekayaan negara akan ditarik keluar dari Indonesia. Ia beranggapan kebijakan ekonomi yang membunuh usaha domestik dan membangun jaringan multi-nasional akan merugikan Indonesia.
 
Bilamana modal domestik dikembangkan, ia berargumentasi, keuntungan yang diperoleh akan dipergunakan oleh para pengusaha domestik untuk mengembangkan usahanya, sehingga Indonesia secara keseluruhan memperoleh faedahnya.
Pandangan ekonomi digambarkan di atas sebenarnya mencanangkan "perkawinan" antara paham [[sosialisme]] dan [[kapitalisme]]. Ia menginginkan kapitalisme skala domestik berkembang untuk mempercepat proses perwujudan sosialisme ala Indonesia.
 
Pada tahun 1950-an, pandangan ekonomi Siauw cukup banyak ditentang oleh beberapa [[tokoh PKI]] di parlemen, seperti [[Sakirman]]. Mereka mempromosikan konsep ekonomi sosialisme yang menghendaki kapitalisme dikikis habis.
 
Kedekatan Siauw dengan Bung Karno dan para tokoh politik di zaman [[Demokrasi Terpimpin]] memungkinkan pandangan ekonomi ini masuk ke dalam kebijakan ekonomi yang tercantum di dalam [[Garis Besar Haluan Negara]] [[(GBHN)]] tahun 1964.
 
Sayangnya kebijakan ini tidak pernah dilaksanakan karena kebijakan [[Soeharto]] lebih diarahkan untuk menyuburkan usaha-usaha multi-nasional dan pelaksanaan kebijakan ini dinodai oleh praktek-praktek [[KKN]].
 
[[Kebijakan ekonomi]] Indonesia memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya searah dengan apa yang pernah dicanangkan Siauw. Pengembangan usaha domestik dianjurkan berkembang dan memperoleh penekanan secara struktural yang cukup menggembirakan.
 
Pelaksanaannya masih jauh dari sempurna dan kepincangan [[export]] dan [[import]] kian menunjukkan bahwa keseriusan dalam bidang ini tidak nampak. Berbeda dengan kebijakan ekonomi yang dirangkul oleh [[Republik Rakyat Tiongkok]]. Perkawinan ekonomi sosialisme dan kapitalisme yang berlangsung di RRT telah memungkinkan ia mempercepat proses kemakmuran di dalam negeri dan ia berkembang sebagai kekuatan ekonomi dunia yang terpandang.
 
Siauw Giok Tjhan diingat orang sebagai seorang tokoh yang senantiasa memiliki ke-positif-an di dalam arti sesungguhnya. Akan tetapi, ia pasti kecewa melihat masih belum terwujudnya beberapa impian yang ia perjuangkan. Indonesia yang dicintainya masih belum sepenuhnya berbentuk a [[citizenhip based nation]].
 
Praktek-praktek [[diskriminasi]] masih meraja-lela. Pelaksanaan hukum masih menyimpang dari prinsip [[Rule of Law]]. KKN masih tetap meraja-lela sehingga kemakmuran yang merata tidak terwujud. Dan sebagian besar komunitas Tionghoa masih tetap apatis terhadap perjuangan politik untuk memperbaiki Indonesia secara keseluruhan yang sebenarnya menjamin perbaikan nasibnya sendiri.
 
Kiranya kekecewaan yang disinggung merupakan cambuk bagi generasi muda untuk meneruskan perjuangan Siauw.