Sejarah perkeretaapian di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 197:
Pada tahun [[1977]]-[[1978]] dan [[1983]], lokomotif [[CC201]] dan [[BB203]] generasi pertama dan kedua mulai diimpor dari [[GE Transportation]] sekaligus menjadi lokomotif diesel elektrik generasi ke lima dan ke enam. CC201 adalah lokomotif yang sangat diandalkan pada masa itu karena berpengalaman menarik segala jenis KA mulai dari eksekutif, bisnis, maupun ekonomi. PJKA melakukan pengelompokan CC 201 dan BB 203. CC 201 hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan. Bentuk dan mesin kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya jumlah gandar penggeraknya yang berbeda. Lokomotif BB 203 dilengkapi dengan empat gandar penggerak, sementara CC 201 dilengkapi dengan enam gandar penggerak. Sejak 1989, lokomotif BB 203 secara bertahap dimodifikasi menjadi CC 201 dengan menambah dua gandar penggerak dan mengatur keluaran daya dari 1500 HP menjadi 1950 HP.
 
Di [[Divisi Regional III Sumatra Selatan dan Lampung]], diimporlah [[CC202]] generasi pertama pada tahun [[1986]] sekaligus menjadi lokomotif diesel elektrik generasi ke tujuh. Dengan dilatarbelakangi meningkatnya kebutuhan angkutan [[batu bara]], lokomotif ini cukup menarik kereta Babaranjang. Selain itu, di [[Jawa]] dan [[Sumatra]] diimporlah lokomotif diesel hidraulik seperti [[BB302]], [[BB303]], [[BB304]], [[BB305]], dan [[BB306]]. Pada masa itu, lokomotif diesel hidraulis di Jawa merajai layanan kereta lokal.
 
Pada tanggal [[6 Oktober]] [[1976]], beberapa saat setelah ditutupnya [[jalur kereta api Secang-Kedungjati]], [[Museum Kereta Api Ambarawa]] didirikan, menempati bekas stasiun Willem I di [[Ambarawa]]. Di sinilah akhir riwayat sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi menarik kereta api jarak dekat/lokal, barang maupun tugas langsir. Karena, pada tahun [[1980-an]] semua lokomotif uap dinyatakan tidak layak beroperasi untuk kereta api komersial karena faktor usia.