Mustain Billah dari Banjar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) ←Membuat halaman berisi ''''Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah''' adalah Sultan Banjar IV yang memerintah antara 1595-1620. Beliau menggantikan ayahnya Sultan [[Hidayatulla...' |
Alamnirvana (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 3:
Gelar lain : Marhum Panembahan/Panembahan Marhum/Mustakim Billah/Musta Ayinubillah/Mustain Allah/Mustain Ziullah/Raja Maruhum. Tahun [[1612]] memindahkan ibukota kerajaan dari [[Banjarmasih]] ([[Kuin]]) ke Martapura karena diserang oleh [[VOC]].
Setelah wafatnya beliau mendapat gelar [[Marhum Panembahan]]. Ibu beliau adalah puteri dari [[Khatib Banun]], seorang menteri [[Kesultanan Banjar]] yang berasal dari kalangan [[suku Biaju]] ([[Dayak Ngaju]]). Isteri Sultan Mustain Billah yaitu Nyai Biang Lawai juga berasal dari kalangan suku Biaju.
Untuk memperkuat pertahanan terhadap musuh, Sultan Mustain Billah mengundang Sorang yaitu panglima perang suku Dayak Ngaju beserta sepuluh orang lainnya untuk tinggal di keraton. Sorang masuk Islam dan menikah dengan adik sultan.
==Situasi di Masa Mustain Billah==
Di masa pemerintahan Mustain Billah, perkenalan pertama orang Banjar dengan Belanda terjadi ketika beberapa pedagang Banjar melakukan aktivitas perdagangan di Banten dalam tahun [[1596]]. Akibat sikap Belanda yang sombong, para pedagang di Banten tidak mau menjual lada kepada para pedagang Belanda, sehingga mereka tidak memperoleh lada di Banten. Pada saat itu di pelabuhan Banten berlabuh dua buah [[kapal jung]] yang berisi muatan lada dari [[Kesultanan Banjar]] yang dibawa pedagang-pedagang Banjar. Lada merupakan komoditas ekspor primadona Kesultanan Banjar pada abad ke-17. Karena tidak memperoleh lada di Banten, maka Belanda merampok lada dari dua buah jung tersebut. Bagi orang Banjar peristiwa itu menjadi kesan awal yang buruk terhadap Belanda. Untuk mengetahui daerah Kesultanan Banjar yang merupakan daerah penghasil lada, Belanda mengirim sebuah ekspedisi ke Banjarmasin pada tanggal [[17 Juli]] [[1607]] dipimpin Koopman Gillis Michielzoon. Utusan Belanda tersebut dan seluruh anggotanya diajak ke darat, dan kemudian seluruhnya dibunuh, serta harta benda dan kapalnya dirampas. Peristiwa pembantaian terhadap utusan Belanda dengan anggotanya di Banjarmasin itu, menyebabkan Belanda tidak pernah berhasil tinggal lama di Banjarmasin. Dalam tahun [[1612]] secara mengejutkan armada Belanda tiba di Banjarmasin untuk membalas atas terbunuhnya ekspedisi Gillis Michielzoon tahun [[1607]]. Armada ini menyerang Banjarmasin dari arah pulau Kembang, menembaki [[Kuyin]], ibukota Kesultanan Banjar. Penyerangan ini menghancurkan [[Banjar Lama]] yang merupakan [[istana]] Sultan Banjar, karena itu ibukota kerajaan dipindahkan, dari Kuyin yang hancur ke Kayu Tangi (Telok Selong), [[Martapura]]. Meskipun ibukota kerajaan telah dipindahkan, namun aktivitas perdagangan, di pelabuhan Banjarmasin tetap ramai. Hubungan dagang dengan bangsa asing tetap berjalan terutama dengan bangsa [[Inggris]]. Tahun [[1615]] Casirian David telah mendirikan faktory di [[Banjarmasin]]. Hubungan dagang dengan Belanda terputus, tetapi diteruskan dengan perantaraan orang-orang China. Pedagang Denmark juga telah menetap di Banjarmasin.
{{kotak mulai}}
|