Wabi-sabi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
replaced: Tautan eksternal → Pranala luar |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 9:
Menurut Leonard Koren, ''wabi-sabi'' dapat dideskripsikan sebagai "karakteristik fitur yang paling mencolok dan khas dari keindahan tradisional Jepang dan menempati posisi yang hampir sama dalam [[wiktionary:pantheon|kepercayaan]] Jepang dalam nilai estetika seperti halnya [[Keindahan|kecantikan]] ideal di [[Yunani Kuno|Yunani]] dan kesempurnaan di Barat jauh." <ref name="Koren"/> Sedangkan Andrew Juniper mencatat bahwa, "Jika suatu objek atau ekspresi dapat menimbulkan rasa kemurungan yang tentram dan keinginan spiritual yang kuat, di dalam diri kita, maka objek itu bisa dikatakan sebagai wabi-sabi." <ref name="Juniper">{{Cite book|url=https://archive.org/details/wabisabijapanese00juni|title=Wabi Sabi: The Japanese Art of Impermanence|last=Juniper|first=Andrew|publisher=Tuttle Publishing|year=2003|isbn=0-8048-3482-2|url-access=registration}}</ref> Bagi Richard Powell, "Wabi-sabi berarti memelihara semua yang otentik dengan mengakui tiga realitas sederhana: tidak ada yang abadi, tidak ada yang selesai, dan tidak ada yang sempurna." <ref name="Powell">{{Cite book|title=Wabi Sabi Simple|last=Powell, Richard R.|publisher=Adams Media|year=2004|isbn=1-59337-178-0}}</ref>
Kata-kata ''wabi'' dan ''sabi'' tidak mudah diterjemahkan. ''Wabi'' awalnya merujuk pada kesepian dari hidup di alam, jauh dari masyarakat; ''sabi'' berarti "dingin", "kurus" atau "layu". Sekitar abad ke-14 kata ini mengalami perubahan makna, mengambil konotasi ke arah yang lebih positif.<ref name="Koren"/> ''Wabi'' sekarang berkonotasi dengan kesederhanaan, kesegaran atau keheningan, dan dapat diterapkan baik pada benda alami maupun benda buatan manusia, atau keanggunan sederhana. Hal ini juga bisa merujuk pada keanehan dan anomali-anomali yang timbul dari proses konstruksi, yang menambah keunikan dan keanggunan pada objek tersebut. Sedangkan ''Sabi'' adalah keindahan atau ketenangan yang datang seiring berjalannya waktu, yaitu ketika kehidupan objek dan kefanaannya dibuktikan dalam [[patina]] dan [[aus]], atau dalam [[reparasi]] yang terlihat.
Setelah berabad-abad menggabungkan estetika dan pengaruh [[Buddha|Buddhism]] dari [[China|Tiongkok]], wabi-sabi akhirnya berevolusi menjadi sebuah pandangan hidup khs jepang. Seiring berjalannya waktu, makna dai ''wabi'' dan ''sabi'' bergeser sehingga menjadi lebih riang dn penuh harapan. Sekitar 700 tahun yang lalu, khususnya dalam kalangan bangsawan jepang, memahami kekosongan dan ketidaksempurnaan dianggap setara dengan satu langkah menuju [[satori]], atau pencerahan. DI Jepang saat ini, makna dari wabi-sabi sering disederhanakan menjadi "kebijaksanaan dalam kesederhanaan natural". Dalam buku-buku seni, hal ini biasanya diartikan sebagai "kecantikan cacat"
Jika dilihat dari sudut pandang teknik atau desain, ''wabi'' dapat ditafsirkan sebagai kualitas
[[Berkas:Contemporary_wabi-sabi_tea_bowl.jpg|kiri|jmpl| Tempat minum teh modern dibuat dalam gaya ''wabi-sabi'']]
Salah satu contoh yang baik dari perwujudan wabi-sabi dapat dilihat dalam gaya tertentu dari tembikar Jepang. Dalam [[Upacara minum teh (Jepang)|upacara minum teh Jepang]], barang-barang tembikar yang digunakan sering kali kasar dan terlihat sederhana, misalnya Hagi-yaki, dengan bentuk yang tidak terlalu simetris, dan warna atau tekstur yang tampak menekankan bentuk yang mentah atau gaya yang sederhana. Pada kenyataannya, hal ini tergantung pada pengetahuan dan kemampuan pengamatan seseorang untuk memperhatikan dan menemukan tanda-tanda tersembunyi dari desain atau glasir yang benar-benar bagus (mirip dengan penampilan berlian di alam). Ini dapat
''Istilah wabi'' dan ''sabi'' memberikan sentimen kesunyian dan kesendirian. Dalam pandangan [[Mahāyāna|Buddha Mahayana]] terhadap alam semesta, hal ini dapat dipandang sebagai karakteristik positif, mewakili pembebasan dari dunia material dan [[transendensi]] menuju kehidupan yang lebih sederhana. Akan tetapi filsafat Mahayana sendiri memperingatkan bahwa pemahaman yang sejati tidak dapat dicapai hanya melalui kata-kata atau bahasa, sehingga menerima wabi-sabi dengan istilah nonverbal atau secara praktik merupakan pendekatan yang paling tepat. Simon Brown <ref name="Brown">{{Cite book|title=Practical Wabi Sabi|last=Brown, Simon|publisher=Carroll & Brown|year=2007|isbn=1-904760-55-4}}</ref> mencatat bahwa wabi-sabi menggambarkan sebuah cara di mana seseorang dapat belajar untuk menjalani hidup melalui pikiran yang sehat dan dapat menerapkannya dalam kehidupan, sehingga tidak terjebak dalam pikiran yang tidak
Di satu sisi, wabi-sabi merupakan pelatihan di mana pembelajar wabi-sabi belajar untuk menemukan yang paling dasar, benda alami yang menarik, mempesona dan indah. Contohnya adalah
<sup class="noprint Inline-Template Template-Fact" data-ve-ignore="true" style="white-space:nowrap;">[ ''<nowiki><span title="This claim needs references to reliable sources. (July 2013)">rujukan?</span></nowiki>'' ]</sup>
Konsep ''wabi'' dan ''sabi'' sendiri mempunyai asal-muasal yang religius, tetapi penggunaan sebenarnya dari kata-kata dalam bahasa Jepang sering kali cukup kasual karena sifat [[Sinkretisme|sinkretis]] dari kepercayaan Jepang.
|