Wabi-sabi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 1:
[[Berkas:RyoanJi-Dry_garden.jpg|jmpl| [[Taman batu Jepang|Taman Zen]] [[Ryōan-ji]]
[[Berkas:2002_kenrokuen_hanami_0123.jpg|ka|jmpl| Rumah teh Jepang yang mencerminkan estetika wabi-sabi di Taman [[Kenroku-en]] (兼 六 園) ]]
[[Berkas:Black_Raku_Tea_Bowl.jpg|ka|jmpl| Mangkuk teh Wabi-sabi, [[Zaman Azuchi–Momoyama|periode Azuchi-Momoyama]], abad ke-16 ]]
Dalam estetika tradisional Jepang, {{Nihongo||[[wikt:侘|侘]][[wikt:寂|寂]]|'''wabi-sabi'''}} merupakan [[pandangan dunia]] yang terpusat pada penerimaan terhadap [[wiktionary:transience|kefanaan]] dan ketidaksempurnaan.<ref>{{Cite web|url=https://nobleharbor.com/tea/chado/WhatIsWabi-Sabi.htm|title=What Is Wabi-Sabi?|website=nobleharbor.com|access-date=2017-07-13}}</ref> Estetika tersebut kadang-kadang dijelaskan sebagai salah satu keindahan yang "tak sempurna, tak kekal, dan tak lengkap".<ref name="Koren">{{Cite book|title=Wabi-Sabi for Artists, Designers, Poets and Philosophers|last=Koren|first=Leonard|publisher=Stone Bridge Press|year=1994|isbn=1-880656-12-4}}</ref> Ini adalah konsep yang berasal dari ajaran [[Agama Buddha|Buddha]] tentang {{Nihongo|[[tiga tanda keberadaan]]|三法印|sanbōin}}
== Karakteristik ==
Karakteristik dari
== Deskripsi ==
Menurut Leonard Koren, ''wabi-sabi'' dapat dideskripsikan sebagai "karakteristik fitur yang paling mencolok dan khas dari keindahan tradisional Jepang dan menempati posisi yang hampir sama dalam [[wiktionary:pantheon|kepercayaan]] Jepang dalam
Kata-kata ''wabi'' dan ''sabi'' tidak mudah diterjemahkan. ''Wabi'' awalnya merujuk pada kesepian dari hidup di alam, jauh dari masyarakat; ''sabi'' berarti "dingin", "kurus" atau "layu". Sekitar abad ke-14 kata ini mengalami perubahan makna, mengambil konotasi ke arah yang lebih positif.<ref name="Koren"/> ''Wabi'' sekarang berkonotasi dengan kesederhanaan, kesegaran atau keheningan, dan dapat diterapkan baik pada benda alami maupun benda buatan manusia, atau keanggunan sederhana. Hal ini juga bisa merujuk pada keanehan dan anomali-anomali yang timbul dari proses konstruksi, yang menambah keunikan dan keanggunan pada objek tersebut. Sedangkan ''Sabi'' adalah keindahan atau ketenangan yang datang seiring berjalannya waktu, yaitu ketika kehidupan objek dan kefanaannya dibuktikan dalam [[patina]] dan [[aus]], atau dalam [[reparasi]] yang terlihat.
Setelah berabad-abad menggabungkan estetika dan pengaruh [[Buddha|Buddhism]] dari [[China|Tiongkok]], wabi-sabi akhirnya berevolusi menjadi sebuah pandangan hidup
Jika dilihat dari sudut pandang teknik atau desain, ''wabi'' dapat ditafsirkan sebagai kualitas
[[Berkas:Contemporary_wabi-sabi_tea_bowl.jpg|kiri|jmpl| Tempat minum teh modern dibuat dalam gaya ''wabi-sabi'']]
Salah satu contoh yang baik dari perwujudan wabi-sabi dapat dilihat dalam gaya tertentu dari tembikar Jepang. Dalam [[Upacara minum teh (Jepang)|upacara minum teh Jepang]], barang-barang tembikar yang digunakan sering kali kasar dan terlihat sederhana, misalnya Hagi-yaki, dengan bentuk yang tidak terlalu simetris, dan warna atau tekstur yang tampak menekankan bentuk yang mentah atau gaya yang sederhana. Pada kenyataannya, hal ini tergantung pada pengetahuan dan kemampuan pengamatan seseorang untuk memperhatikan dan menemukan tanda-tanda tersembunyi dari desain atau glasir yang benar-benar bagus (mirip dengan penampilan berlian di alam). Ini dapat
== Sentimen istilah ==
''Istilah wabi'' dan ''sabi'' memberikan sentimen kesunyian dan kesendirian. Dalam pandangan [[Mahāyāna|Buddha Mahayana]] terhadap alam semesta, hal ini dapat dipandang sebagai karakteristik positif, mewakili pembebasan dari dunia material dan [[transendensi]] menuju kehidupan yang lebih sederhana. Akan tetapi filsafat Mahayana sendiri memperingatkan bahwa pemahaman yang sejati tidak dapat dicapai hanya melalui kata-kata atau bahasa, sehingga menerima wabi-sabi dengan istilah nonverbal atau secara praktik merupakan pendekatan yang paling tepat. Simon Brown <ref name="Brown">{{Cite book|title=Practical Wabi Sabi|last=Brown, Simon|publisher=Carroll & Brown|year=2007|isbn=1-904760-55-4}}</ref> mencatat bahwa wabi-sabi menggambarkan sebuah cara di mana seseorang dapat belajar untuk menjalani hidup melalui pikiran yang sehat dan dapat menerapkannya dalam kehidupan, sehingga tidak terjebak dalam pikiran yang tidak
Di satu sisi, wabi-sabi merupakan pelatihan di mana pembelajar wabi-sabi belajar untuk menemukan yang paling dasar, benda alami yang menarik, mempesona dan indah. Contohnya adalah
<sup class="noprint Inline-Template Template-Fact" data-ve-ignore="true" style="white-space:nowrap;">[ ''<nowiki><span title="This claim needs references to reliable sources. (July 2013)">rujukan?</span></nowiki>'' ]</sup>
Konsep ''wabi'' dan ''sabi'' sendiri mempunyai asal-muasal yang religius, tetapi penggunaan sebenarnya dari kata-kata dalam bahasa Jepang sering kali cukup kasual karena sifat [[Sinkretisme|sinkretis]] dari kepercayaan Jepang.
== Dalam
Banyak [[Seni rupa Jepang|seni Jepang]] selama seribu tahun terakhir telah dipengaruhi oleh filsafat [[Zen]] dan [[Mahāyāna|Mahayana]], khususnya dalam penerimaan dan kontemplasi terhadap ketidaksempurnaan, [[Fluks|fluks yang]] konstan dan [[Anicca|kefanaan]] dari semua hal. Seni semacam ini dapat memberikan contoh estetika wabi-sabi. Contohnya termasuk:
Baris 41:
Pembuat tembikar dari Inggris, Bernard Leach (1887–1979) sangat dipengaruhi oleh estetika dan teknik Jepang serta mendirikan gerakan estetika Eropa yang berpengaruh yang juga mencakup Dame Lucy Rie dan Hans Coper .
Beberapa [[haiku]] dalam bahasa Inggris mengadaptasi estetika wabi-sabi, contohnya dengan puisi-puisi minimalis yang membangkitkan kesepian dan kefanaan, {{Butuh rujukan|date=June 2013}} seperti milik Nick Virgilio dengan judul "autumn twilight:/ the wreath on the door/ lifts in the wind".
Karya dari seniman asal Amerika John Connell (lahir 1940) berpusat pada prinsip wabi.<ref>Hess Art Collection, Hatje Cantz, 2010</ref>
|