Hermeneutika feminisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fimeld (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fimeld (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 30:
 
Tokoh feminis Islam dari Indonesia yang mengembangkan pemikirannya mengenai metodologi tafsir adalah Musdah Mulia melalui karyanya Muslimah Sejati dan indahnya Islam menyuarakan Kesetaraan dan Keadilan Gender (2014). Profesor UIN Syarif Hidayatulah Jakarta ini dikenal sebagai pejuang kesetaran dan keadilan gender yang gigih dan konsisten. Di Indonesia, mengusung soal gender dalam kehidupan keberagamaan, tantangannya berat dan sensitivitasnya tinggi. Musdah menggugat bias gender dalam penafsiran Alquran dan membawa masuk ide kesetaraan dan keadilan gender dalam tafsir. Musdah telah lama menyadari bahwa perempuan terkurung dalam penjara teologis, karena bias gender dalam penafsiran Alquran. Berangkat dari keyakinan bahwa manusia laki-laki dan perempuan adalah sama-sama khalifah fil ardh, Musdah melakukan penafsiran Alquran berbasis feminis dan memproduk tafsir feminis, diantaranya menafsirkan ayat poligami dan menafsir ulang konsep nusyuz dalam ayat Alquran. Menurut Musdah, poligami menafikkan kemanusiaan perempuan. Penafsirannya terhadap konsep nusyuz adalah perintah Alquran hanya taat pada Allah SWT dan hormat pada suami.
 
Kecia Ali, Profesor Departemen Agama di Boston University telah menulis berbagai buku tentang gender dalam Islam yang fokusnya pada hukum Islam tentang perempuan. Melalui karyanya Sexsual Etics & Islam: Feminist Reflectionson Qur’an, Hadith and Yurisprudence (2012), Kecia Ali membahas kekerasan seksual terhadap perempuan dan memperlihatkan adanya tabrakan antara moral dan hukum.<ref>{{cite book|last1=Ali|first1=Kecia|date=2006|title=[[Sexual Ethics And Islam: Feminist Reflections on Qur'an, Hadith, and Jurisprudence]]|edition=ke-1|publisher=[[ Oneworld Publications]]|location=Boston.|isbn=978-1851684564|}} </ref> Dia berpandangan bahwa ayat-ayat Alquran ditafsirkan dengan merendahkan perempuan, maka itu perlu refleksi feminis atas Alquran dan Hadis. <ref>{{cite book|last1=Ali|first1=Kecia|date=2006|title=[[Sexual Ethics And Islam: Feminist Reflections on Qur'an, Hadith, and Jurisprudence]]|edition=ke-1|publisher=[[ Oneworld Publications]]|location=Boston.|isbn=978-1851684564|}} </ref> Kecia Ali melakukan refleksi feminis terhadap Alquran dan hadis serta hukum Islam,terutama mengenai pernikahan dan seksual serta masalah perbudakan dalam Islam. Dalam masalah perkawinan Kecia Ali membahas soal mahar, talak dan misoginis terhadap perempuan. Menurut Kecia Ali, pendekatan progresif terhadap teks Alquran tidak dapat terbatas pada presentasi selektif ayat ayat egaliter dalam isolasi dari konteks kitab suci yang luas.<ref>{{cite book|last1=Ali|first1=Kecia|date=2006|title=[[Sexual Ethics And Islam: Feminist Reflections on Qur'an, Hadith, and Jurisprudence]]|edition=ke-1|publisher=[[ Oneworld Publications]]|location=Boston.|isbn=978-1851684564|}} </ref>Pendekatan seperti ini akan sia-sia, karena argumen kesetaraan gender dibangun dengan menafsirkan ayat-ayat yang selektif.<ref>{{cite book|last1=Ali|first1=Kecia|date=2006|title=[[Sexual Ethics And Islam: Feminist Reflections on Qur'an, Hadith, and Jurisprudence]]|edition=ke-1|publisher=[[ Oneworld Publications]]|location=Boston.|isbn=978-1851684564|}} </ref> Dia menawarkan metode yurisprudensi, karena para ahli hukum akan terkait dengan sumber teks dengan konteks sosial. Hukum yang dibangun memiliki sasaran tindakan penafsiran. Menurut Kecia Ali, pemahaman terhadap teks Alquran harus berubah setiap waktu sesuai perubahan sosial.<ref>{{cite book|last1=Ali|first1=Kecia|date=2006|title=[[Sexual Ethics And Islam: Feminist Reflections on Qur'an, Hadith, and Jurisprudence]]|edition=ke-1|publisher=[[ Oneworld Publications]]|location=Boston.|isbn=978-1851684564|}} </ref>
 
Baris 41 ⟶ 43:
'''Model  Hermenutika Feminisme'''
 
Bias gender dalam penafsiran Alquran disebabkan oleh masalah metodologis. <ref>{{cite book|last1=WAdud|first1=Amina|date= june 10, 1999|title=[[Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman's Perspective Paperback]]|edition=Reprint edition|publisher=[[Oxford University Press]]|location=Inggris.|isbn=978-0195128369}} </ref> Metode tafsir klasik mengandung ketimpangan makna dan menggambarkan relasi gender yang tidak adil.<ref>{{cite book|last1=WAdud|first1=Amina|date= june 10, 1999|title=[[Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman's Perspective Paperback]]|edition=Reprint edition|publisher=[[Oxford University Press]]|location=Inggris.|isbn=978-0195128369}} </ref> Disinilah Hermeneutika Feminisme sebagai salah satu alternatif metode penafsiran Alquran dapat ditawarkan. <ref>{{cite book|last1=WAdud|first1=Amina|date= june 10, 1999|title=[[Qur'an and Woman: Rereading the Sacred Text from a Woman's Perspective Paperback]]|edition=Reprint edition|publisher=[[Oxford University Press]]|location=Inggris.|isbn=978-0195128369}} </ref>
Memahami pemikiran para tokoh feminis Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa bias gender dalam penafsiran ayat-ayat Alquran terkait perempuan  disebabkan oleh problem metodologis. Metode penafsiran klasik melahirkan tafsir bias gender yang merugikan perempuan. Karena ada  bias gender dalam penafsiran Alquran, maka disusunlah sebuah model model Hermeneutika Feminisme dengan cara   memformulasikan pemikiran tentang hermeneutika berbasis feminis dalam pemikiran tokoh-tokoh  di atas.  Hermeneutika Feminisme  dapat dijelaskan dalam 5 skema yaitu :
 
Hermeneutika Feminisme disusun dengan memformulasikan pemikiran para tokoh feminis Islam mengenai metodologi tafsir Alquran.<ref>{{cite book|last1=Mardinsyah|first1=Mardety|date=2018|title=[[Hermeneutika Feminisme Reformasi Gender dalam Islam]]|edition=ke-1|publisher=[[bitread]]|location=Jakarta.|isbn=978-602-0721-72-9|pages=8}} </ref> Formulasi model Hermeneutika Feminisme dapat dijelaskan dalam 5 skema yaitu :<ref>{{cite book|last1=Mardinsyah|first1=Mardety|date=2018|title=[[Hermeneutika Feminisme Reformasi Gender dalam Islam]]|edition=ke-1|publisher=[[bitread]]|location=Jakarta.|isbn=978-602-0721-72-9|pages=94-106}} </ref>
 
Pertama, didasarkan pada pengalaman/pandangan perempuan. Pengalaman/pandangan perempuan dalam penafsiran Alquran merupakan satu hal penting. Bila  Alquran ditafsirkan berdasarkan pengalaman  laki-laki, maka persepsi laki-lakilah yang mempengaruhi posisi tafsir  tentang perempuan.