Tari Tumbu Tanah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 45:
 
== Lagu pengiring ==
Dalam sistem religi, masyarakat Arfak memiliki kepercayaan yang berpusat kepada roh nenek moyang dan ''Sema'' (perantara roh nenek moyang). ''Sema'' dipercaya sedang pergi meninggalkan mereka dan sedang berada di Pulau Roswar karena tidak menghendaki kehidupan yang kotor. Hal inilah yang menyebabkan harus terdapat lagu-lagu berbau pujian kepada roh nenek moyang maupun ''Sema'' dalam tari Tumbu Tanah''.{{sfn|Assa|Hapsari|2015|p=33|ps=: "Acara Tumbu Rumah pada dasarnya sama dengan Dansa Tumbu Tana dan tari Tumbu Tanah. Acara Tumbu Rumah adalah suatu acara tari masyarakat Arfak yang dilakukan di Rumah Kaki Seribu. Perbedaan tari Tumbu Tanah terletak pada pasangan tari yang harus sejenis, yaitu laki-laki bergandengan tangan dengan laki-laki dan perempuan bergandengan tangan dengan perempuan, lagu yang dinyanyikan harus berbau lagu pujian kepada roh nenek moyang dan Sema, serta tujuan tarian yang memiliki makna tersendiri bagi mereka. Selain itu, ''nihet duwei'' (lagu kedua) dalam Dansa Tumbu Tana biasanya mengagungkan seorang perempuan dan keindahan alam Arfak, serta ada juga nyanyian sebagai tanda kemenangan perang. Selain nyanyian, masyarakat Arfak juga memiliki alat musik yang digunakan untuk memanggil semua kaum kerabat dan sebagai pengiring tari Tumbu Tanah yang disebut dengan ''keucoawa''. Selain musik tiup bambu, masyarakat Arfak, khususnya Hattam, juga mempunyai alat musik dari kulit ''bia'' (kerang laut) atau disebut ''triton'', alat musik ini diperoleh di sekitar Teluk Doreh. Alat musik tiup ''triton'' disebut dengan ''funa'' dalam bahasa Hattam (...)"}}'' Adapun lagu pengiring yang dilantunkan dalam tari Tumbu Tanah antara lain ''diun, nihet duwei'', dan ''isiap''. Ketiga lagu tersebut dinyanyikan sambil melompat, menghentakan kaki ke tanah, dan bergandengan tangan. Menurut Assa dan Hapsari, syair dalam lagu kedua dan ketiga ini pada umumnya dikarang sendiri sebagai ungkapan tujuan dilaksanakannya tari Tumbu Tanah.{{sfn|Assa|Hapsari|2015|p=32|ps=: "Syair atau lagu dalam tari Tumbu Tanah pada umumnya merupakan syair yang dikarang sendiri oleh seseorang dan merupakan hal yang dilihat atau sebagai ungkapan perasaan pada saat itu (...)"}}
[[Berkas:Satinbowerbirdmale.jpg|jmpl|280x280px|Burung namdur polos yang sering diucapkan dalam syair ''diun'' saat ini dapat kita temui secara langsung di habitat aslinya, salah satunya di Cagar Alam Pegunungan Arfak, Manokwari, Provinsi Papua Barat ({{harvnb|Kondologit|Sawaki|pp=103|2016}}).]]