Hermeneutika feminisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Fimeld (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Fimeld (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 34:
* [[:en:Asma_Barlas|Asma Barlas]] karyanya ''[[:en:"Believing_Women"_in_Islam|Believing woman in Islam: Unreading Patriarchal Interpretation of the Quran]] (2002). Tokoh yang   berasal dari Pakistan dan menjadi perempuan pertama di Pakistan pada masa Ziaul Haq yang bekerja untuk pelayanan luar negeri ( foreign service ). Dalam melihat bagaimana Islam berbicara tentang perempuan, Barlas menggunakan dua argumen penting: argumentasi sejarah dan argumentasi hermeneutika. Yang dimaksud dengan argumentasi sejarah adalah pengungkapan karakter politik tekstual dan seksual yang berkembang di kalangan masyarakat Islam, terutama proses yang telah menghasilkan tafsir-tafsir di dalam Islam yang memiliki kecenderungan patriarkis. Sedangkan argumentasi hermeneutika dimaksudkan untuk menemukan apa yang ia sebut sebagai epistemologi egalitarianisme dan antipatriarchi  dalam Alquran. Barlas menjelaskan karakter teks Alquran yang polisemik dan membuka pelbagai kemungkinan pemaknaan, sebagai kritik terhadap pola penafsiran yang reduksionis dalam kerangka patriarkis. Asma Barlas  memunculkan epistemologi baru dengan menerapkan prinsip-prinsip hermeneutika berbasis feminis dalam penafsiran  ayat-ayat Alquran.  ''
* [[:en:Kecia_Ali|Kecia Ali]], karyanya ''[https://www.researchgate.net/publication/250014929_Sexual_Ethics_Islam_Feminist_Reflections_on_Quran_Hadith_and_Jurisprudence_by_Kecia_Ali_2005_Oxford_Oneworld_Publications_xxviii_217_pp Sexsual Etics & Islam: Feminist Reflectionson Qur’an, Hadith  and Yurisprudence]'' (2012). Profesor  Departemen  Agama di Boston University ini  telah menulis berbagai buku tentang gender dalam Islam yang fokusnya pada hukum Islam tentang perempuan. Kecia Ali  membahas kekerasan seksual terhadap perempuan dan  memperlihatkan adanya tabrakan antara moral dan hukum. Dia berpandangan bahwa ayat-ayat Alquran ditafsirkan  dengan merendahkan perempuan, maka itu perlu refleksi feminis atas Alquran dan Hadis. Kecia  Ali melakukan refleksi feminis terhadap Alquran dan hadis serta hukum Islam,terutama mengenai pernikahan dan seksual serta masalah perbudakan dalam Islam. Dalam masalah perkawinan Kecia Ali membahas  soal mahar,  talak dan misoginis terhadap perempuan. Menurut Kecia Ali, pendekatan progresif terhadap teks Alquran  tidak dapat terbatas pada presentasi selektif ayat ayat egaliter dalam isolasi dari konteks kitab suci yang luas. Pendekatan seperti ini akan sia-sia, karena   argumen kesetaraan gender  dibangun dengan  menafsirkan ayat-ayat yang selektif. Disinilah metode yurisprudensi dapat ditawarkan. Karena  para ahli hukum akan terkait dengan sumber teks dengan konteks sosial. Hukum yang dibangun memiliki  sasaran tindakan penafsiran. Menurut Kecia   Ali, pemahaman terhadap teks Alquran harus berubah setiap waktu sesuai perubahan sosial.
* [http://www.hermeneutikafeminisme.com/2016/01/24/promosi-doktor-bidang-filsafat-mardety/ Mardety], Karyanya ''[https://wwwbitread.kompasiana.comid/book_module/book/view/ahmadsahidin121152/5d1461ec097f360fab0d25e2hermeneutika_feminisme_reformasi_gender_dalam_islam/ulasan-buku-hermeneutika-feminisme-reformasi-gender-dalam-islam HERMENEUTIKA FEMINISME REFORMASI GENDER DALAM ISLAM] (2018). Hermeneutika Feminisme yang ditawarkan Mardety merupakan  hermeneutika  Alquran. Tokoh-tokoh Islam kontemporer, seperti Hasan Hanafi, Fazlur Rahman, Muhammad Arkoun  telah lebih dulu mengintrodusir hermeneutika Alquran, dan menawarkan berbagai hermeneutika yang berpihak kepada keadilan sosial, tapi belum ada metode hermeneutika yang berpihak kepada keadilan gender. Kemudian, muncul hermeneutika Alquran berbasis feminis dan berpihak kepada keadilan gender. Hermeneutika Feminisme disusun dengan memformulasikan pemikiran para tokoh feminis Islam yang melakukan kajian tentang hermeneutika Alquran berbasis feminis.  Hermeneutika Feminisme    merupakan hasil penelitian disertasi yang telah diuji dan sesuai dengan kaidah ilmiah. Berangkat dari bias gender dalam penafsiran Alquran yang membuat perempuan menjadi tawanan teologis, maka untuk membebaskan perempuan perlu reinterpretasi ayat-ayat Alquran. Bias gender dalam penafsiran Alquran disebabkan oleh masalah metodologis, untuk itu ditawarkan Hermeneutika Feminisme bagi Alquran.''
 
'''Model  Hermenutika Feminisme'''