Merdeka Belajar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Memberikan beberapa referensi yang kurang lengkap, pengubahan tata paragraf, dan menambah sub judul baru "Pemerataan Sistem Pendidikan". Tag: Dikembalikan VisualEditor |
||
Baris 2:
Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan [[guru]], belajar dengan ''outing class,'' dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk [[karakter]] peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, ber[[adab]], sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ''ranking'' yang menurut beberapa survei hanya me[[Stres|resahkan]] anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan [[Kecerdasan intelektual|kecerdasan]]<nowiki/>nya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan [[Persaingan|kompeten]], serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.
Konsep Merdeka Belajar ini terdorong karena keinginan Mendikbud Nadiem Makarim menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.[https://komkat-kwi.org/2020/03/13/2785/]
{| class="wikitable"
|+Gebrakan Merdeka Belajar
Baris 24 ⟶ 26:
# Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
# Penyederhanaan [[Rencana pelaksanaan pembelajaran|Rencana Pelaksanaan Pembelajaran]] (RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan [[Kompetensi inti|kompetensi]].
# Dalam penerimaan peserta didik baru ([[PPDB]]), sistem zonasi diperluas
== Pengubahan Pemerataan Akses Pendidikan yang lebih "Efektif" ==
Pemerataan akses dan kualitas pendidikan perlu diiringi dengan inisiatif lainnya oleh pemerintah daerah, seperti redistribusi guru ke sekolah yang kekurangan guru. Jika peraturan yang lalu memberatkan siswa yang ingin menuju sekolah favorit, kini peraturan telah diuji sedemikian rupa agar adil bagi para murid dan guru. Zonasi tidak hanya mengatur pemerataan kualitas sekolah dan peserta didik, tetapi juga menitikberatkan pada peran dan komposisi guru di suatu daerah.
Nadiem mengingatkan, kebijakan ini harus diselaraskan dengan pemerataan kuantitas dan kualitas guru di seluruh daerah. “Pemerataan tidak cukup hanya dengan zonasi. Dampak yang lebih besar lagi adalah pemerataan kuantitas dan kualitas guru. Inilah yang banyak manfaatnya terhadap pemerataan pendidikan,” kata Nadiem.[https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/20/08070811/perhatikan-ini-beda-zonasi-ppdb-2019-dan-ppdb-2020?page=all]
== Sistem Pengukuran Kemampuan Literasi dan Numerasi ==
Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.
Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum, meliputi literasi, numerasi, dan kurvei karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numerik dalam kehidupan nyata. Soalnya pun tidak
Literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk:
A. Menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari.
B. Menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya) lalu menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.<ref>https:// gln.kemdikbud.go.id/glnsite/buku-literasi-numerasi/</ref>
Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa.<ref>{{Cite web|url=https://bsnp-indonesia.org/|title=BSNP Indonesia|language=en-US|access-date=2020-01-16}}</ref>[https://www.kompasiana.com/siswobudi/5e0802ab097f362ba770b792/apa-yang-bisa-kita-harapkan-dari-kebijakan-merdeka-belajar?page=all]
|