Masjid Al-Atiiq: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 27:
==== Sisa Peninggalan ====
a. Mihrab
Mihrab atau dikenal sebagai tempat imam. Masjid Besar Al-Atiiq kauman Salatiga memiliki Mihrab yang dulunya digunakan sebagai tempat shalat pejabat Bupati/Patih. Mihrab ini sampai sekarang masih dan dipergunakan sebagai tempat imam sholat. Mihrab ini dibuat pada saat masjid di bangun yakni sekitar tahun 1837 M.
b. Jam Bencet/Jam Matahari
Jam matahari/jam bencet/sundial adalah sebuah perangkat sederhana yang menunjukkan waktu berdasarkan pergera-kan matahari di meridian. Jam matahari merupakan perangkat petunjuk waktu yang sangat kuno. Rancangan jam matahari yang paling umum dikenal meman-faatkan bayangan yang menimpa permukaan cekungan yang ditandai dengan jam-jam dalam suatu hari. [1] Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah jam matahari/jam bencet yang dulunya digunakan untuk melihat waktu shalat. Namun, sekarang sudah tidak digunakan lagi karena perkembangan zaman.
c. Atap Mimbar
Mimbar atau minbar adalah platform di dalam masjid dimana khotib berdiri mem-beri khotbah jum’at-an, khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha serta yang lainnya.[2] Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah mimbar bersejarah, dimana dahulu digunakan untuk menyampaikan khutbah. Namun, sisa mimbar kini tinggal atapnya saja karena tidak diketahui keberadaanya pada saat renovasi.
d. Pagar ''Emperan'' /Teras Masjid Utama
Dahulu Masjid Besar Al – Atiiq Kauman Salatiga pada masjid utama memiliki emperan atau teras di sebelah selatan dan utara masjid. Emperan tersebut memiliki pagar pembatas. Namun, setelah renovasi pada masjid pagar tersebut kini di pasang di tembok serambi masjid.
e. Bedug dan Kentongan
Bedug merupakan isntrumen musik tradisi-onal yang digunakan sejak ribuan tahun lalu, yang memiliki fungsi sebagi alat komunikasi tradisional, baik dalam kegiatan ritual keagamaan maupun politik. Bedug sejarahnya berasal dari India dan China. Sejarahnya ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang. Kemudian Cheng Ho pergi dan hendak memberikan hadiah, raja Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara bedug dari masjid. Sejak itulah, bedug menjadi bagian dari masjid dan digunakan sebagai panggilan sebelum adzan waktu shalat.[3]
Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga memiliki sebuah bedug dan kentongan yang dulunya digunakan sebagai penanda masuknya waktu shalat sebelum adzan dikumandangkan dan ketika iqomah diperdengarkan. Yang artinya digunakan sebagai penada waktu sholat dan penanda waktu akan dimulainya sholat berjamaah di masjid. Tapi, bedug ini sekarang di tabuh atau dibunyaikan ketika akan shalat Jum’at, kemudian ketiha hari raya dan ketika selesai shalat tarawih pada bulan Ramadhan.
f. Sisa-sisa kayu
Bangunan Masjid Besar Al-Atiiq Kauman Salatiga dahulunya didominasi dengan kayu-kayu yang berkualitas. Hal ini, dibuktikan masih ada sebagian kayu yang masih utuh sampai sekarang. Kayu-kayu yang dulunya merupakan soko guru/ pilar masjid kini digunakan sebagai ''blandar,'' pintu maupun jendela dan yang lainnya.
=== Setelah Renovasi ===
|