Ekspedisi Idi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Penambahan naskah dan referensi
hapus sumber blog
Baris 17:
Simpang Ulim misalnya, harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pajak eskpornya, yang dengan mata uang Singapura, nilai tambahan itu mencapai S$40 per kayon (pikul) lada. Selisih pajak yang tinggi itu menyebabkan harga lada di daerah yang diblokade dengan yang tidak diblokade juga terdapat perbedaan. Harga lada dari daerah yang diblokade merosot drastis karena pembeli tak berani membayar dengan harga pasar. Pertimbangannya, pembeli harus membayar pajak ekspor yang lebih tinggi ketika akan melepas lada ke luar Aceh. Para pemilik lada itu sendiri juga memiliki kekhawatiran tidak dapat menjual lada keluar dari kenegeriannnya. Dua faktor itulah yang menyebabkan lada dijual dengan harga yang sangat rendah. Para petani di Simpang Ulim misalnya, menjual dengan harga S$ 30 per pikul lada, padahal lada Idi Rayeuk bisa dijual dengan harga S$ 230. Pajak ekspor itu tentu tak hanya dinikmati oleh para uleebalang, tetapi yang terbesar masuk kas Pemerintah Hindia Belanda.
 
Pajak yang dikutip oleh uleebalang dari petani dan pedagang, harus disetorkan lagi ke Belanda. Pajak lada pada masa sebelumnya dikenal sebagai wase sultan atau pajak untuk Sultan. Setelah Kesultanan Aceh dikuasai Belanda, maka pajak Sultan diambil alih oleh Belanda. Besaran pajak yang dipungut untuk setiap daerah berbeda-beda, sangat bergantung dari tawar menawar yang dilakukan para uleebalang dengan Belanda. Nilai pajak di Idi Rayeuk misalnya, ditetapkan sebesar f55 untuk setiap pikul lada. Pajak lada di Peudawa Rayeuk adalah f50. Simpang Ulim menjadi kenegerian dengan penghasilan lada terbesar pada waktu itu. Dengan total pajak yang disetor setiap tahunnya mencapai f4.128, Simpang Ulim diganjar pajak f50 per pikul lada. Dengan pengenaan nilai pajak yang berbeda-beda, menyulitkan Belanda dalam memperhitungkan pemasukan, sehingga dikeluarkan kebijakan berupa pengenaan tarif pajak yang sama untuk setiap daerah, yaitu f35 untuk setiap pikul lada. Untuk kemudahan arus pemungutan pajak, pemerintah Belanda meminta uleebalang untuk memborongkan pemungutan pajak ekpsor lada dan impor berbagai barang lain yang masuk ke Aceh Timur kepada orang Cina yang sudah diangkat sebagai pemungut pajak.<ref>{{Cite web|url=https://edukasinilaikepahlawanan.wordpress.com/2016/11/19/hikayat-idi-rayeuk/|title=Hikayat idi Rayeuk|last=edukasipahlawan|date=2016-11-18|website=Nilai Kepahlawanan|language=en|access-date=2020-06-12}}</ref>
<br />
 
== Galeri ==