Jodhangan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
Disebut dengan ''jodhangan'', karena penggunaan ''jodhang-jodhang'' yang difungsikan untuk membawa makanan atau hasil bumi dalam upacara ''merti dhusun''. ''Jodhang'' adalah semacam tandu yang dipikul oleh empat orang. Di atas tandu diletakkan semacam kotak panjang dari kayu. Agar terlihat indah, ''jodhang'' dihias sehingga menyerupai rumah kecil.<ref>{{Cite book|title=Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta|last=Supanto|first=|date=1991|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya|isbn=|location=Yogyakarta|pages=86|url-status=live}}</ref>
Tradisi ''jodhangan'' bermula dari adanya mitos bahwa Baginda Raja Harnaya Rendra dari [[Kerajaan Giringlaya]] bersedih karena penyakit dan kelaparan yang menimpa rakyatnya. Atas nasihat punggawa, sang raja meminta pertolongan pada Resi Hadidari dari Desa Ngandong Dadapan. Resi menyarankan agar pada awal tahun (Sura) seluruh penduduk membersihkan desa. Dengan diselenggarakannya bersih desa keadaan menjadi membaik. Berdasarkan mitos tersebut, masyarakat lalu melaksanakan upacara ''merti dhusun''/sedhekah bumi/bersih dusun sebagai persembahan kepada penguasa cikal-bakal dusun yang bernama Kyai Srunggo.<ref>{{Cite journal|last=Munawaroh|first=Siti|year=30 Mei 2019|title=Jodhangan: Tradisi Agraris di Desa Selopamioro Imogiri|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/jurnal-jantra-volume-14-nomor-1-juni-2019/|journal=Jantra|volume=14|issue=1|pages=95|doi=}}</ref>
Dalam perkembangannya, upacara dikaitkan dengan keberadaan para Walisanga di Goa Cerme. Konon di dalam Goa Cerme ini pernah ditemukan surban wali yang jatuh, sehingga berubah menjadi tempat-tempat tertentu dan diindentikkan dengan tempat-tempat suci agama Islam serta nama-nama tempat yang berhubungan dengan suatu kraton. Tempat tersebut antara lain: Air Zam-zam, Watu kaji, Mustoko, ''Paseban'' Dalam, dan ''Paseban'' Luar. Selain itu, mitos yang berkembang bahwa Goa Cerme ditunggu oleh beberapa ''dhanyang'' yang berjumlah sembilan orang, diantaranya yaitu ''dhanyang'' Kyai Tawang Gantungan, Kyai Kedung Mlati, Kyai Gadung Kawuk, Kyai Minang Sukma, dan Nyai Endang Rantam Sari.<ref>{{Cite web|url=http://javaisbeautiful.com/2011/10/31/goa-cave-cerme-yogyakarta-indonesia/|title=Goa (Cave) Cerme, Yogyakarta, indonesia|last=Getaway Tours|first=|date=31 Oktober 2011|website=Getaway Tours|access-date=31 Mei 2020}}</ref>
|