Wawacan Panji Wulung: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Naskah Wawacan Pandji Woeloeng, koleksi K.F. Holle. (Sumber Semangat Baru (2013).jpg|jmpl|Naskah Wawacan Pandji Woeloeng, koleksi K.F. Holle di Perpusnas RI. ]]'''Wawacan Panji Wulung''' adalah teks sastra berupa kisah berbentuk [[pupuh]] [[wawacan]] dalam [[bahasa Sunda]] karya [[Muhamad Musa|Muhammad Musa]] yang paling terkenal.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/45463431|title=Ensiklopedi Sunda : alam, manusia, dan budaya, termasuk budaya Cirebon dan Betawi|date=2000|publisher=Pustaka Jaya|others=Rosidi, Ajip, 1938-, Pustaka Jaya (Firm)|isbn=979-419-259-7|edition=Cet. 1|location=[Jakarta]|oclc=45463431}}</ref><ref name=":1">{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/oclc/857301718|title=Semangat baru : kolonialisme, budaya cetak, dan kesastraan Sunda abad ke-19|last=Moriyama, Mikihiro.|date=2013|publisher=Komunitas Bambu|others=Udiani, Christina M.|isbn=978-602-9402-26-1|edition=Ed. rev|location=Jakarta|oclc=857301718}}</ref> Wawacan ini ditulis tahun 1862 dan pertama kali terbit tahun 1871 oleh ''Landsdukkereij''.<ref name=":1" /> Isinya mengisahkan petualangan tokoh Panji Wulung yang memliki kekuatan dan kecakapan luar biasa karena hasil belajar dan latihan sehingga ia mampu menaklukkan rintangan yang dihadapinya.<ref name=":0" /> Kisah ini tidak berkaitan langsung dengan motif Panji dalam kesusastraan Jawa, namun penggunaan nama ''panji'' kemungkinan diambil dari nilai-nilai tokoh Panji di Jawa''.<ref name=":1" />''
Wawacan ini merupakan bacaan yang harus dikenal oleh orang Sunda yang pernah duduk di bangku ''volksschool'' (sekolah dasar) sampai masuknya tentara [[Jepang]] ke Indonesia.<ref name=":0" /> Dalam laporan ''Bureau voor de Wolkslectuur'' ([[Balai Pustaka|Balai Poestaka]]), tercatat bahwa ''Wawacan Panji Wulung'' termasuk ke dalam daftar teratas buku-buku yang sering dipinjam di perpustakaan-perpustakaan miliki ''Bureau'' itu pada tahun 1920-an hingga awal 1930-an.<ref name=":1" /> Walaupun tidak membaca ''wawacan''-nya, sebagian besar orang Sunda cukup mengenal petikan teksnya yang digunakan untuk menghafal lagu pupuh. Contohnya antara lain untuk pupuh pangkur “''seja nyaba ngalalana,...''”, kinanti “''Raden ngantosan parahu...''”, dan durma “''Maret kumis sosoak bari susumbar,'' ...”<ref name=":0" />
[[Ajip Rosidi]] berpendapat bahwa kisah dalam ''Wawacan Panji Wulung'' berlainan dengan wawacan-wawacan yang banyak tersebar di mayarakat pada waktu itu, yang penuh dengan kejadian-kejadian tidak masuk akal. Antara lain seperti tokohnya yang memiliki kesaktian-kesaktian, atau dapat mengetahui hal yang akan terjadi di masa depan, dan semacamnya. ''Wawacan Panji Wulung'' dinilai rasional.<ref name=":0" />
Baris 8:
Ada dua naskah yang berisi fragmen-fragmen ''Wawacan Panji Wulung'' terdapat dalam koleksi [[Karel Frederik Holle|K.F. Holle]] di [[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia|Perpustakaan Nasional RI]] yaitu SD No. 127 dan SD No. 70. [[Mikihiro Moriyama]] memperkirakan bahwa naskah-naskah itu mestinya merupakan tulisan asli pengarangnya (autograf) atau arketipe-arketipe yang dekat sekali dengan naskah aslinya.<ref name=":1" />
Satu buah naskah salinan ''Wawacan Panji Wulung'' tercatat dalam ''Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara: Koleksi Lima Lembaga.''<ref name=":2">{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=RheSrkiK2zYC&pg=PA226&dq=koleksi+lima+lembaga&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiHzvmDi5TqAhXG7XMBHTFNAn4Q6AEwAHoECAEQAg#v=onepage&q=koleksi%20lima%20lembaga&f=false|title=Jawa Barat, koleksi lima lembaga|last=Ekajati|first=Edi Suhardi|date=1999|publisher=Yayasan Obor Indonesia|isbn=978-979-461-331-3|language=id}}</ref> Naskahnya disebutkan sebagai bagian dari koleksi EFEO Bandung dengan nomor KBN-12, ditulis tangan pada kertas dengan [[Abjad Pegon|huruf pegon]] dan [[bahasa Sunda]]. Naskah ini diduga merupakan salinan dari naskah lain yang beraksara cacarakan. Pada bagian akhir terdapat kesan bahwa cerita ini dipersembahkan bagi Ratu Belanda.<ref name=":2" />
Kajian mendalam mengenai naskah-naskah yang memuat ''Wawacan Panji Wulung'' pernah dilakukan oleh [[Elis Suryani]] dalam garapan tesisnya tahun 1990. Ia membandingkan delapan naskah
==Edisi Cetak==
[[Berkas:Wawacan Pandji Woeloeng karya Moehamad Moesa terbitan pertama kali, Tahun 1871. Sumber Semangat Baru (2013).jpg|jmpl|Wawacan Panji Wulung terbitan pertama kali, Tahun 1871.]]
Wawacan ini ditulis tahun 1862 dan pertama kali terbit tahun 1871 oleh ''Landsdukkereij''.''<ref name=":1" />'' Wawacan ini pertama kali terbit dalam [[huruf Latin]] tahun 1876.<ref name=":0" /> Wawacan ini adalah salah satu karya Muhammad Musa yang dicetak dan diperbanyak berkali-kali karena dari tahun ke tahun menjadi bacaan wajib di sekolah.
''Wawacan Panji Wulung'' diedarkan luas di [[Jawa Barat]] antara tahun 1920 sampai tahun 1930-
==Penerjemahan==
[[Berkas:Panji Wulung.pdf|jmpl|Terjemahan Wawacan Panji Wulung dalam bahasa Jawa]]
''Wawacan Panji Wulung'' telah diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa]] oleh Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (terbit 1879). Dari versi bahasa Jawa inilah kemudian diterjemahkan ke dalam [[bahasa Madura
==Nilai Moral==
Tokoh Panji Wulung bukanlah orang yang pergi bertapa untuk mendapatkan kesaktian, tetapi ia melatih dirinya dengan mengangkat besi dan latihan fisik lainnya setiap hari, kemudian bebannya ditambah dari hari ke hari. Kekuatan yang ia dapatkan dari hasil latihannya itu menjadikannya dapat menaklukkan begal yang hendak merampas miliknya. Ia mampu mengangkat sebatang pohon besar yang roboh dengan kekuatannya itu.<ref name=":0" />
Penggambaran tokoh utama Panji Wulung yang kuat karena berlatih tersebut diduga kuat oleh [[Ajip Rosidi]] dapat dihubungkan dengan usaha menghapuskan takhayul melalui pendidikan sekolah yang didirikan oleh [[Hindia Belanda|pemerintah kolonial Belanda]]. Bersama-sama dengan usaha menjauhkan rakyat dari minuman keras, [[candu]] dan [[pelacuran]]. Selain itu ditanamkan juga nilai moral ''Guru Ratu Wong Atua Karo Wajib Sinembah'', sehingga para siswa kelak dapat menjadi hamba kerajaan yang “baik”, yaitu patuh kepada kekuasaan berdasarkan hukum yang dibuat dan ditegakkan oleh kekuasaan kolonial.<ref name=":0" />
Ajaran moral yang disampaikan dalam wawacan ini adalah ajaran moral [[Bangsawan|menak]] Sunda abad ke-19 dan abad ke-20. Oleh karena itu [[Ajip Rosidi|Ajp Rosidi]] menilai bahwa ajaran tersebut sangat cocok untuk ditanamkan sejak kecil kepada para calon “elit intelektual” Sunda yang akan memimpin masyarakat nya pada waktu itu.<ref name=":0" />
Pada akhir kisah tampak ungkapan [[Muhamad Musa|Muhammad Musa]] yang mendoakan [[Hindia Belanda|pemerintah Belanda]] yang dianggapnya telah menyejahterakan zaman, menyenangkan ''kaula'' negara, yang menjadi tempat bernaung, dan yang mempunyai hukum yang adil.<ref name=":0" />
== Rujukan ==
|