Iwan Dwiprahasto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 27:
Terbatasnya informasi bukti ilmiah terkini lantas berkonsekuensi dengan praktik ''off-label use of drug'' atau penggunaan obat di luar indikasi yang direkomendasikan. Di Indonesia sendiri, badan yang berwenang atas peredaran makanan dan obat di masyarakat adalah [[Badan Pengawas Obat dan Makanan|Badan POM]]. Praktik ''off-label'' banyak terjadi di apotek-apotek. Menggeruskan tablet untuk dijadikan satu sediaan puyer atau sirup adalah bentuk ''off-label.'' Obat-obat yang kerap digunakan secara ''off-label'' antara lain antikonsulvan, antibiotika, obat [[Influenza|flu]] dan [[batuk]], dan obat-obatan [[kardiovaskuler]]. Misinformasi juga dilanggengkan melalui penyimpangan pembuatan resep yang ditirukan berulang-ulang.<ref name=":2" /> Iwan, bersama tiga peneliti lain, membahas bagaimana penggunaan ''off-label'' atas resep antikonsulvan terjadi pada ⅓ pasien rumah sakit swasta di Jawa, terutama pasien dengan gangguan saraf dan kejiwaan. Meskipun belum ada bukti ilmiah adanya efek samping yang berarti, kewaspadaan terhadap praktik ini dianggap perlu.<ref>{{Cite journal|last=Rahajeng|first=Bangunawati|last2=Ikawati|first2=Zullie|last3=Andayani|first3=Tri Murti|last4=Dwiprahasto|first4=Iwan|date=2017-07-01|year=|title=A Retrospective Study: The Off-Label Use of Anticonvulstants at a Private Hospital in Indonesia|url=https://innovareacademics.in/journals/index.php/ijpps/article/view/25388|journal=International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences|volume=10|issue=5|pages=|doi=http://dx.doi.org/10.22159/ijpps.2018v10i5.25388|doi-broken-date=|issn=0975-1491}}</ref>
 
Tak hanya tulisan tangan, aturanAturan pemakaian obat dalam resep juga dikriitknya. Aturan "tiga kali sehari" seharusnya mulai ditinggalkan dan diganti menjadi "dikonsumsi tiap 8 jam". Begitu juga dengan obat untuk "dua kali sehari", seharusnya ditulis menjadi "setiap 12 jam". Iwan berpesan agar para profesional kesehatan selalu berpacu pada bukti-bukti ilmiah terkini demi menjaga kesehatan masyarakat.<ref name=":2" /> Isi pidato tersebut juga disampaikan oleh Rektor UGM, yaitu [[Prof. Panut Mulyana]] kepada wartawan saat meliput kepulangan Iwan Dwiprahasto.<ref name=":0" />
Iwan Dwiprahasto juga mengkiritik soal tulisan tangan sebagai tradisi dalam peresepan. Ia berpendapat bahwa tulisan yang sulit dibaca seolah bagian dari sakralisasi peresepan. Resep yang sulit dibaca akan membuat [[apoteker]] menduga dan menebak berdasarkan kapasitasnya sendiri sehingga selalu memiliki risiko kekeliruan membaca. Contohnya adalah Losec® yang berisi obat Omerprazole (untuk gangguan lambung) sering keliru dibaca sebagai Lasix® yang berisi Furosemida (diuretika). Juga, Sotatic® yang berisi Metoclopramide (obat antimuntah) sering keliru dibaca menjadi Cytotec® (berisi Misoprostol). Obat tersebut dapat menyebabkan [[Gugur kandungan|keguguran]] jika diberikan kepada ibu hamil.<ref name=":2" />
 
Tak hanya tulisan tangan, aturan pemakaian obat dalam resep juga dikriitknya. Aturan "tiga kali sehari" seharusnya mulai ditinggalkan dan diganti menjadi "dikonsumsi tiap 8 jam". Begitu juga dengan obat untuk "dua kali sehari", seharusnya ditulis menjadi "setiap 12 jam". Iwan berpesan agar para profesional kesehatan selalu berpacu pada bukti-bukti ilmiah terkini demi menjaga kesehatan masyarakat.<ref name=":2" /> Isi pidato tersebut juga disampaikan oleh Rektor UGM, yaitu [[Prof. Panut Mulyana]] kepada wartawan saat meliput kepulangan Iwan Dwiprahasto.<ref name=":0" />
 
=== Medication Error ===
''Medication Error'' adalah permasalahan di dalam proses pengobatan sehingga menimbulkan risiko kepada pasien, dari skala ringan sampai berat, yang seringkali disebabkan karena permasalahan kolaborasi di antara para tenaga kesehatan (dokter, apoteker, dan perawat).<ref name=":6">{{Cite journal|last=Ulfah|first=Siti Sahirah|last2=Mita|first2=Soraya Ratnawulan|year=2017|title=Review Artikel: Medication Errors pada Tahap Prescribing, Transcribing, Dispensing, dan Administering|url=http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/13318/pdf|journal=Farmaka|volume=15|issue=2|pages=233-240|doi=https://doi.org/10.24198/jf.v15i2.13318.g6149}}</ref><ref name=":3">{{Cite journal|last=Musharyanti, M.Med.Ed|first=Lisa|last2=Claramita, Ph.D|first2=Mora|last3=Haryanti, Ph.D|first3=Fitri|last4=Dwiprahasto, Ph.D|first4=Iwan|year=2019|title=Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1658361219300514|journal=Journal of Taibah University Medical Science|volume=14|issue=3|pages=282-288|doi=https://doi.org/10.1016/j.jtumed.2019.04.002}}</ref> Topik ini adalah salah satu yang cukup banyak dan secara kontinu dikaji Iwan Dwiprahasto. Tulisan-tulisannya yang dipublikasikan dalam jurnal antara lain "Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko ''Medication Error'' Didi Pusat Pelayanan Kesehatan Primer" (2006), "Masalah dan Pencegahan ''Medication Error,'' Bagian Farmakologi dan Toksikologi" (2008),''"''Faktor Penyebab ''Medication Error'' di Instalasi Rawat Darurat" (2012), dan "''Why Do Nursing Students Make Medication Errors? A Qualitative Study in Indonesia''" (2019).<ref name=":5">{{Cite web|url=https://scholar.google.co.id/citations?user=C7JqHOYAAAAJ&hl=en|title=Iwan Dwiprahasto - Google Scholar Citations|website=scholar.google.co.id|access-date=2020-06-17}}</ref>
 
''Medication error'' dapat terjadi di berbagai tahapan, dari ''prescribing'' (kesalahan peresepan)'', transcribing'' (kesalahan menerjemahkan resep)'', dispensing'' (kesalahan menyiapkan dan meracik obat)'','' dan ''administering'' (kesalahan penyerahan obat kepada pasien).<ref name=":6" /> Permasalahan ini disinggung saat Iwan Dwiprahasto jugadiresmikan menjadi Guru Besar UGM. Iwan mengkiritik soal tulisan tangan sebagai tradisi dalam peresepan. Ia berpendapat bahwa tulisan yang sulit dibaca seolah bagian dari sakralisasi peresepan. Resep yang sulit dibaca akan membuat [[apoteker]] menduga dan menebak berdasarkan kapasitasnya sendiri sehingga selalu memiliki risiko kekeliruan membacamembacanya (permasalahan ''transcribing''). Contohnya adalah Losec® yang berisi obat Omerprazole (untuk gangguan lambung) sering keliru dibaca sebagai Lasix® yang berisi Furosemida (diuretika). Juga, Sotatic® yang berisi Metoclopramide (obat antimuntah) sering keliru dibaca menjadi Cytotec® (berisi Misoprostol). Obat tersebut dapat menyebabkan [[Gugur kandungan|keguguran]] jika diberikan kepada ibu hamil.<ref name=":2" />
 
Dalam tesis buatannya pada 1991 yang dijadikan landasan analisa langkah-langkah pencegahan ''medication error,'' Iwan Dwiprahasto menemukan bahwa pemberian [[Antibiotik|antibiotika]] pada [[infeksi saluran pernapasan akut]] (ISPA) di layanan kesehatan swasta Yogyakarta tidak tepat. Angkanya mencapai 82%, di mana tidak berbeda antara [[dokter umum]] dan [[Dokter spesialis|spesialis]]. Pencegahan ''medication error,'' menurut Iwan, dapat dilakukan dengan memperbaiki [[Tata kelola perusahaan|tata kelola]] layanan rumah sakit, yang bermuara pada pengelolaan medik pasien secara terpadu.<ref>{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2004|title=Medical Error di Rumah Sakit dan Upaya untuk Meminimlkan Risiko|url=journal.ugm.ac.id|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan|volume=7|issue=01|pages=13-17|doi=}}</ref> Perlu diketahui sebelumnya bahwa sebagian besar ISPA umum disebabkan oleh [[virus]] (salesma, [[Influenza|flu]], [[bronkitis]], dan [[Radang paru-paru|pneumonia]] lainnya) dan dapat sembuh sendiri tanpa [[terapi medikamentosa]] (''self limiting disease''). Antibiotik hanya diberikan kepada ISPA yang disebabkan oleh bakteri, seperti kasus akut untuk [[rhinosinusitis]] dan bronkitis, serta bakteri penyebab [[otitis media]] dan [[faringitis]]/[[Radang amandel|tonsilitis]]. Konsumsi antibiotik yang berlebihan justru dapat menyebabkan resistensi antibiotik.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Dwiprahasto|first=Iwan|year=2006|title=Peningkatan Mutu Penggunaan Obat di Puskesmas melalui Pelatihan Berjenjang pada Dokter dan Perawat|url=https://journal.ugm.ac.id/jmpk/article/viewFile/2740/2462|journal=Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gajah Mada|volume=09|issue=02|pages=94-101|doi=}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.halodoc.com/tidak-semua-infeksi-memerlukan-pengobatan-antibiotik|title=Tidak Semua Infeksi Memerlukan Pengobatan Antibiotik|last=Redaksi Halodoc|first=|date=13-03-2019|website=Halodoc|access-date=18-06-2020}}</ref>