Teuku Nyak Makam: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Halaman baru Teuku nyak Makam Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Penambahan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 87:
Sebaliknya di wilayah Tamiang, akibat munculnya Nyak Makam, Belanda yang telah menempatkan serdadunya sejak tahun 1865 di Seuruwey tidak berani memperluas daerahnya. Dalam arti kata mereka tetap terpulau di dalam tangsinya di dalam Peukan Seuruwey itu saja, sedangkan selebihnya seperti di daerah Kejuruan Muda, Bendahara, apalagi Kejreun Karang dan Sungai Yu, masih tetap di bawah kekuasaan Aceh sepenuhnya.
'''Teuku Nyak Makam kembali ke Aceh Besar'''
Setelah meninggalkan wilayah Tamiang, dalam perjalanan pulang, Panglima Teuku Nyak Makam tidak langsung pulang ke kampungnya di Lamnga, tetapi sambil berobat beliau menyempatkan diri singgah di tempat-tempat yang telah beliau tempatkan komandan-komandan pasukan sejak dari Peureulak, Idi, Keureuto, Nisam, Samalanga, Meureudu dan Pidie untuk berjumpa degan Sultan Panglima Polem, terutama bekas gurunya Tuanku Hasyim Banta Muda di Padang Tiji. Kemudian setelah mengadakan kontak dengan mertuanya Teuku Umar Meulaboh, barulah beliau pulang ke kampung halamannya di Lam Nga.
Karena menderita sakit Teuku Nyak Makam merencanakan untuk pulang ke kampung halamannya di Lamnga Aceh Besar dan perlawanan terhadap Belanda di wilayah timur selanjutnya di percayakan pada wakilnya Nyak Muhammad. Setelah itu Panglima Teuku Nyak Makam langsung berangkat menuju ke Aceh Besar. Banyak biaya yang dihamburkan Belanda untuk mata-mata, ketika mendengar kabar kepergiannya ke kampung halaman. Belanda mengharapkan bahwa dari pengkhianatan akan diperoleh informasi tentang keberadaan Panglima Teuku Nyak Makam supaya bisa dicegat. Tapi Panglima Teuku Nyak Makam selalu berhasil mempermainkan Belanda, karena Panglima Teuku Nyak Makam mengenal siapa pengkhianat itu, maka mudahlah baginya melangsir berita palsu mengenai di mana dia berada.
Sebuah berita “Aceh Courant” tanggal 14 Januari 1893 mengatakan bahwa Panglima Teuku Nyak Makam sudah berada di Aceh Besar, sementara sebuah berita “Deli Courant” disekitar masa itu mengatakan bahwa Panglima Teuku Nyak Makam berada di Peureulak. Lalu pasukan Belanda di berangkatkan ke Peureulak, tapi Panglima Teuku Nyak Makam masih berada di Tamiang, dan menghantam pasukan Belanda di bagian ini ketika Belanda memalingkan perhatiannya ke Peureulak.
Keberangkatan Panglima Teuku Nyak Makam ke Aceh Besar sebetulnya berlangsung pada minggu kedua bulan April 1893, tidak lama setelah serah terima jabatan Panglima Teuku Nyak Makam kepada Teuku Nyak Mamad mengenai pimpinan tugas perlawanan di Aceh Timur dan Langkat, Panglima Teuku Nyak Makam sebetulnya adalah teman akrab dengan Teuku Umar, dikaitkan lagi dengan Cut Nyak Dhien isteri abang sepupunya Teuku Chik Ibrahim yang gugur tanggal 29 Juni 1878, di samping pernah serumah di Lamnga juga Cut Nyak Dhien adalah sewali dengan Teuku Umar.
Teuku Umar simpati kepada Panglima Teuku Nyak Makam karena ketangkasannya berperang. Ada alasan untuk percaya bahwa Panglima Teuku Nyak Makam pergi ke Aceh Besar bukanlah karena kegagalan melawan Belanda di Aceh Timur, melainkan karena dipanggil oleh Teuku Umar sendiri ataupun karena ingin menambah bala bantuan atau untuk memperunding lebih jauh mengenai koordinasi dan strategi perlawanan semesta terhadap Belanda.
Sebagai fakta bahwa perlawanan di Aceh Timur tidak gagal dapat disaksikan dari kegiatan perang menghadapi Belanda pimpinan Teuku Nyak Muhammad. Suatu pertempuran yang mematahkan kekuatan Belanda di Bukit Kubu telah berlangsung pada tanggal 24 Mai 1893 ketika Teuku Nyak Muhammad dan pasukannya mengadakan serangan hebat. Perlawanan yang berarti sekitar masa itu berlangsung terus di antaranya di Upak, Tanjung, Seumanto dan Manyak Paet (Maja Pahit). Perlawanan, selanjutnya di bagian ini berlanjut hingga bertahun-tahun, bahkan pada memakan waktu yang lama dan semakin meningkat hebat tatkala pejuang-pejuang di bagian ini mendengar bahwa Teuku Umar telah balik lagi ke pangkuan Aceh.
Tahun-tahun berikutnya Teuku Nyak Muhammad mengaktifkan perlawanan gerilya di samping perlawanan yang masyhur dari Teuku pejuang Gayo dari Telong. Belanda yang sengaja telah melepaskan mata-mata untuk mengikuti langkah Panglima Teuku Nyak Makam, yang terkenal licin dan boleh disebut seorang intelligent yang terulung yang paling ditakuti oleh Belanda.
Dalam bulan November 1893 Panglima Teuku Nyak Makam masih berada di wilayah Pidie. Belanda sama sekali tidak berhasil walaupun telah menghabiskan dana yang besar untuk mengetahui di mana Panglima Teuku Nyak Makam berada, sehingga seperti orang yang ling-lung demikian lah tamsilan untuk Belanda ketika diberitahukan secara resmi oleh Teuku Umar bahwa Panglima Teuku Nyak Makam telah berada di Kula Gigieng. Teuku Umar ketika itu sudah menjadi Panglima Perang Besar Belanda dan dia mengatakan bahwa Panglima Teuku Nyak Makam telah diangkat menjadi pembantunya untuk me melihara keamanan di bagian XXVI mukim.
Demikianlah semenjak itu Panglima Teuku Nyak Makam telah berada ditempat asalnya di Lamnga, termasuk di XIII Mukim Tungkop. Panglima Teuku Nyak Makam tidak bisa diambil tindakan apa-apa oleh Belanda karena dilindungi oleh Teuku Umar. Belanda terpaksa menyimpan kemarahannya. Sebaliknya Kolonel A.H. Van de Poll yang berada di Medan hanya bisa mengurut dada untuk menahan kemarahannya.
'''Dendam Belanda kepada Teuku Nyak Makam'''
Demikianlah kejadian dalam penghujung tahun 1893, Komandan Militer Belanda di Medan amat kecewa terhadap Gubernur Militer di Aceh, Jenderal Deijkerhoff yang bersikap lunak terhadap musuh-musuh Belanda yang paling berbahaya seperti Panglima Teuku Nyak Makam itu. Padahal ia telah banyak menewaskan Belanda. Dia adalah penyerang yang sangat tangkas, orang yang ditakuti oleh administratur kebun, karena jiwa mereka senantiasa terancam, setiap saat dapat saja membakar dan mengadakan sabotase di perkebunan. Di mana sedang giat-giatnya Belanda membuka Perkebunan dan Tambang, maka disitulah Panglima Teuku Nyak Makam giat mengadakan sabotase dan penyerangan gerilya.
Menghadapi kenyataan ini Belanda tidak dapat berbuat apa-apa, tuntutan Belanda di Sumatera Timur supaya Panglima Teuku Nyak Makam di tangkap tidak diacuhkan sama sekali, sebab Belanda masa itu masih sangat mengharapkan bantuan Teuku Umar. Tapi dendam kusumat Belanda terhadap Panglima Teuku Nyak Makam tidak bisa hilang begitu saja. Dendam kesumat itu segera menonjol begitu Teuku Umar dalam bulan Maret 1896 balik arah untuk melawan Belanda.
Sebagai seorang kesatria yang tak mungkin dapat menahan diri dari berjuang, baru sembuh sedikit Panglima Teuku Nyak Makam telah menggabungkan dirinya dengan kesatuan yang dipimpin oleh Sultan, namun karena penyakitnya beliau hanya mampu bertindak sebagai penasihat saja.
Demikianlah, di triwulan pertama tahun 1896, karena penyakitnya semakin parah terpaksalah Panglima Teuku Nyak Makam kembali untuk beristirahat ke kampungnya di Lamnga, sesampai di sana ia sudah tidak sanggup bangun-bangun lagi, sehingga beliau tidak tahu bahwa Teuku Umar yang melindunginya telah kembali berjuang di pihak pembela bangsanya lagi.
Sebaliknya karena sangat tergesa-gesa Teuku Umar pun tak sempat pula memberitahukan mengenai kembalinya kepada menantunya yang sedang sakit itu. Lagi pula berdasarkan pengalaman terdahulu kampung Lamnga itu sepeninggal Panglima Teuku Nyak Makam dulu, hampir tidak pernah diserang atau dimasuki oleh serdadu Belanda terkutuk itu. Ternyata keadaan di mana bergabungnya kembali Teuku Umar kepada bangsanya sungguh tidak menguntungkan Panglima Teuku Nyak Makam. Dia sendiri dalam keadaan sakit, tidak dapat bergerak dari pembaringan sejak beberapa lamanya.
'''Kematian Teuku Nyak Makam'''
Demikianlah pada tanggal 21 Juli 1896 seorang cecunguk Belanda datang melaporkan kepada Belanda di Kutaradja (Banda Aceh sekarang) bahwa Panglima Teuku Nyak Makam yang sekian lama dibuntuti oleh Belanda itu kini sedang berada dalam keadaan sakit berat di Lam Nga dan jika diserang pasti dapat dihancurkan. Tanpa membuang waktu Belanda mengarahkan sejumlah besar tentaranya. Belanda sadar siapa lawannya, pengalaman pasukan Kolonel Van de Poll ketika berhadapan dengannya di Tamiang dulu telah meyakinkan Belanda bahwa Panglima Teuku Nyak Makam harus dihadapi dengan pasukan yang luar biasa besar.
Setelah mendengar berita tersebut jenderal J.W.Stemfoort Gubernur Sipil dan militer Belanda di Aceh terus saja memerintahkan bawahannya Letnan Kolonel G.F.Soeters mengerahkan serdadunya untuk menghancur leburkan Panglima Teuku Nyak Makam yang merupakan musuh utamanya.
Demikianlah di malam kelam yang gelap gulita, yaitu tepat pada Senin malam Selasa tanggal 21 menjelang 22 Juli 1896 M bertepatan dengan 9 jalan 10 safar 1314 H, berangkatlah Belanda ke kampung Lamnga di bawah pimpinan Letnan Kolonel G.F. Soeters. Pasukan ini terdiri dari berbagai gabungan Korps Marsose, satu batalyon Infantri ke tiga sebanyak 3 kompi dari batalyon infantri ke 6 sebanyak satu batalyon ke 12 sebanyak satu pasukan Kafeleri dengan 45 orang dari pasukan Zeni, pasukan ini didatangkan dengan mengatur kepungan serentak dan berkombinasi dengan satu detasemen dari batalyon yang ditempatkan (garnizun) di Kuala Gigieng yang berjumlah kurang lebih 2000 orang serdadu seluruhnya.
Dengan kekuatan sedemikian dahsyat itulah Belanda baru sanggup dan berani menghadapi seorang insan Aceh yang sedang sakit parah, tetapi Belanda mengerti berdasarkan pengalamannya bahwa setiap orang Aceh bernilai sama dengan 100 orang serdadu Belanda. Tapi terhadap diri Panglima Teuku Nyak Makam musuh utama dan yang paling ditakuti oleh Belanda ini, bernilai 10 kali lipat lagi, seorang baru sebanding dengan beliau sebanyak 1000 orang Belanda dan andai kata ada pengawalnya 10 orang, maka mereka harus diahadapi oleh 1000 orang Belanda yang lain lagi. Penilaian seperti ini pasti tidak pernah dicetuskan mereka melalui lidahnya, konon pula untuk menuliskan dalam buku-bukunya, tetapi fakta sejarah demikianlah kenyataannya.
Demikianlah, kampung Lamnga yang sunyi sepi yang tak ada nilainya dari sudut strategi militer, terus dikepung rapat dengan ketat dan disekat dengan tiba-tiba, sehingga penduduknya yang rata-rata adalah kaum wanita, ditambah kakek-kakek yang telah tua renta dan bocah-bocah yang masih ingusan pastilah tak sanggup dan tidak ada kesempatan lagi melakukan sesuatu menghadapi sergapan mendadak dari serdadu Belanda. Konon pula untuk mengungsikan Panglima Teuku Nyak Makam yang sedang sakit parah dan tergeletak di pembaringannya.
Sedangkan Panglima Teuku Nyak Makam sendiri dalam keadaan seperti itu, apalagi di luar dugaannya pastilah pula tak ada kesempatan lagi berbuat sesuatu, apalagi dia sendiri tidak berdaya sedikitpun. Andaikata beliau masih sanggup bergerak pastilah beliau akan meluluhlantakkan beberapa orang Belanda sebelum beliau dapat disekap dan ditawan mereka. Karena itu sama sekali tidak mungkin lagi, maka selanjutnya dia serahkan dirinya kepada Allah dengan tulus tekad sepenuh hati. beliau rela berjuang dengan mempertaruhkan tubuhnya untuk menyambut seruan dan panggilan Tuhannya, Allah Robbul ‘izzati.
Penyerangan terhadap kediaman Panglima Teuku Nyak Makam berlangsung secara mengejutkan sebab tidak ada yang mengetahui dan mendengarnya. Yang ditemui oleh Belanda adalah Panglima Teuku Nyak Makam yang sedang sakit parah di pembaringan.Walaupun demikian cara Belanda yang betul-betul pengecut menawan Nyak Makam yang telah pucat pasi dan kurus kering dan betul-betul tanpa daya, persis laksana sekawanan besar monyet menyergap seekor ular besar yang kekenyangan sehabis menelan mangsanya.
Dengan serba kebengisan, Panglima Teuku Nyak Makam lalu ditangkap kemudian diangkat dan dinaikkan ke tandu, kemudian isteri serta seisi rumahnya digiring dengan sangkur terhunus kebadan mereka masing-masing. Teuku Nyak Makam dan isterinya digotong ke kampung Gigieng, di tempat Letnan Kolonel Soeter sedang menunggu dengan harap-harap cemas.
Melihat wajah Panglima Teuku Nyak Makam yang telah pucat pasi, kurus kering hanya tinggal kulit pembalut tulang tiba-tiba secara mendadak G.F.Soeters kehilangan akal. Diapun terus memancung putus kepala Panglima Teuku Nyak Makam dalam keadaan terikat dan terbaring di atas tandu. Selanjutnya tanpa tunggu perintah lagi, batang tubuh beliau dicincang-cincang lumat hingga hancur secara berebut-rebutan oleh serdadu-serdadu Belanda yang 2000 orang jumlahnya, masing-masing seakan takut tak dapat bagiannya. Peristiwa tersebut terjadi di hadapan mata dan disaksikan anak isteri dan penduduk Lam Nga yang sengaja digiring ke Kuala Gigieng itu agar mereka tahu betapa dan bagaimana biadab, kejam dan sadisnya Belanda yang tak malu-malu mengaku diri bangsa tersopan di dunia.
'''Kebiadaban Penjajah Belanda'''
Setelah melumatkan tubuh Panglima Teuku Nyak Makam, kepala beliaupun dijadikan bulan-bulanan tentara Belanda seperti bola sebagai tanda kemenangan. Selanjutnya, saat malam tiba kepala syuhada agung Aceh itu mereka angkut secara demonstrasi dengan bersorak-sorai kegirangan diiringi rasa bangga untuk mempersembahkan kepada Gubernur Jenderal J.W.Steemfoort di Kutaraja (Banda Aceh sekarang).
Besok paginya Selasa tanggal 22 juli 1896 kepala Panglima Teuku Nyak Makam itu, terus diarak untuk dipawaikan, diperagakan dan didemonstrasikan oleh suatu iringan-iringan besar serdadu Belanda, dengan melintasi seluruh jalan-jalan dan gang-gang penting di Kutaraja, dengan bertempik sorak tanda kesenangan karena mereka telah mengalahkan musuh bebuyutannya yang paling mereka takuti dan yang telah menewaskan ribuan serdadu bangsa mereka.
Tidak beberapa lama kemudian, kepalanya yang sudah terpisah dari tubuhnya yang sebelumnya telah dibalsem, lalu dikirim ke Batavia kepada Tuan Besar Gubernur Jendral, Panglima Besar (Leger Comandant) dan pembesar-pembesar Hindia Belanda yang berada di sana. Dari Batavia diteruskan ke Nederland untuk dipersembahkan kepada Sri Baginda Maharaja Ratu, para Menteri dan pembesar-pembesar mereka di Den Haag. Konon menurut sumber yang lain kepala Nyak Makam dikirimkan kembali ke Cimahi setelah dibalsem dalam toples. Dan pada tahun 1942 baru kemudian dikebumikan atas perintah angkatan perang Jepang untuk Indonesia. Sebelumnya Kepala yang di awetkan dalam botol besar dan di pamerkan di koridor rumah sakit militer Belanda di Kuta Alam (Kesdam sekarang) dan sebelum di kuburkan kepalanya tersimpan di Meseum Aceh-Belanda di negeri Belanda. <ref>{{Cite web|url=https://tengkuputeh.com/2017/07/30/teuku-nyak-makam-pahlawan-aceh-tanpa-kepala/|title=TEUKU NYAK MAKAM, PAHLAWAN ACEH TANPA KEPALA|last=tengkuputeh|date=2017-07-29|website=Tengkuputeh|language=en|access-date=2020-06-25}}</ref>
<br />
|